18k

314 46 5
                                    


Bermodal satu kantong besar makanan ringan serta satu kotak lain bervarian makaron, Ray melangkah yakin masuk ke dalam kamar Awan.

"Katanya tadi pagi ingin jalan-jalan hm?" tanya Ray, menaruh semua plastik yang ia bawa pada single sofa.

Raycane duduk di belakang punggung si manis yang masih larut dalam lamunan panjangnya. Tubuh tinggi itu kembali berdiri, Tangan Ray meraih makaron yang di bawa nya tadi lalu berjongkok dengan tatapan yang tertuju pada wajah kuyu namun terlihat cantik di mata Ray.

"Suka makaron kan? Ayo makan dulu sedikit ya?" rayu Ray.

Ibu nya pernah berkata, 'Cane-Raycane. Putri kebanggaan ku. Jangan terlalu kasar pada pasangan mu kelak ya, sayang? Tidak papa. Semua tak harus seperti yang Ray inginkan. Ray harus mengerti hal itu'

'Dunia ini seimbang nak, ada yang buruk ada yang baik, ada yin dan juga ada yang. Semua tak harus sempurna, namun alangkah baik nya lagi Ray harus tau dan mengerti apa itu cinta, apa itu aturan, atau bahkan apa itu perpisahan. Ray pasti mengerti kan apa yang ibu katakan'

Ray sudah berjanji pada dirinya, yang paling utama Ibu nya. Hati nya sudah terikat dengan satu objek hidupnya itu.

"Ayo, ku mohon. Jangan berdiam saja hmm?" rayuan tulus Ray tak terhenti begitu saja. Cinta nya tidak boleh terdiam membisu seperti ini.

Prakkk

Mata Ray membelalak terkejut, kala tangan si manis menyempar kotak makaron yang ia pegang. Semua toping berceceran ke lantai serta baju yang Raycane kenakan. Aliran darah di jantung nya mengalir, berdenyut nyeri. Ia tau Awan tak se kasar ini, ia yakin seribu persen akan hal itu.

"Tolong. Aku ingin sendiri, sebentar saja"

Ray mengalihkan pandangan nya serta dengan gerakan cepat menyapu sebisanya toping warna-warni yang berceceran. Pergerakan nya tak luput dari mata jernih si manis yang mulai berlinangan air mata.

"Maaf. Aku hanya mencoba memperbaiki mood mu, sepertinya tidak berhasil. Permisi" ujar Raycane setelahnya berlalu dari sana, sambil membawa kotak makaron yang sama berantakan nya dengan hati nya.

Isak tangis pilu meledak beegitu saja memenuhi ruangan luas kamar Awan. Ia bingung, sakit hati, namun bingung harus bersikap bagaimana.

Flashback

"Iyaa, tunggu sebentar!" teriak Awan dari dapur, entah tamu itu mendengar teriakan nya atau tidak. Jemari nya bergerak membasuh tangannya yang berlumuran tepung, ia baru saja membuat cookies untuk persediaan. Bahkan sisa nya masih ia panggang di dalam oven.

Dengan tergesa Awan membuka pintu, namun setelahnya wajah si manis menggambarkan sebuah pertanyaan. Siapa wanita ini? Oleh sebab yang ia tau warga perumahan depan mansion nya tidak ada yang berpakaian seglamor ini hanya untuk bertamu antar rumah. Heals sepuluh senti, warna lipstik serupa zaman marlin monroe, dagu terangkat sombong, serta pakaian minim nya yang errrr— begitulah.

"Kau tidak mempersilakan ku masuk?" tanya nya dengan ketus.

Awan tersenyum kikuk, "Umm, silakan masuk Tante"

Langkah wanita itu berjalan seolah mengetahui berbagai sudut peta rumah nya, gaya duduk nya yang terkesan tidak sopan membuat potongan dari dress pendek nya semakin menggulung.

Awan duduk dengan sopan pada kursi utama sofa yang biasanya di duduki oleh Raycane. Senyum nya masih tertahan, menatap si wanita yang matanya jelalatan seperti mencari kehadiran seseorang.

"Kemana Ray?" tanya nya lagi.

"Di kantor, ia baru saja pergi beberapa waktu yang lalu. Tante punya kepentingan apa? Nanti aku sampein ke Ray, kalau sudah pulang" tutur Awan tanpa basa-basi terlalu banyak.

Bibir merah itu mengeluarkan suara kekehan kering, tatapan matanya seolah merendah kan Awan.

"Tak menyangka. Mahluk seperti mu yang di jodohkan oleh Dean dengan MANTAN ANAK KU" cecar nya menelisik penampilan Awan dari atas hingga bawah.

Mantan anak? Gumam Awan pelan.

Awan yang tidak tau tujuan tamu nya ini hanya diam, mengoreksi perkataan nya yang begitu kasar.

"Tujuan Tante kemari ingin membicarakan hal apa?"

Lirikan mata tajam Renata membuat Awan gelisah pada duduknya. Berbagai pertanyaan muncul dalam benak nya.

"Tujuan? Hey Nak! Lihatlah dirimu, wajah dekil berminyak, tubuh kecil yang sangat tidak sesuai, dann— aku mendengar bahkan kau belum lulus dari sekolah menengah atas?. Hal macam apa pula yang dapat kau bandingkan dengan seorang Raycane yang memiliki segalanya?!" ucap Renata dengan lirikan mata menelisik  Awan dari ujung kaki ke rambut.

Ucapan Renata kembali membuat Awan bungkam, kepalanya merunduk menatap jemarinya yang saling bertautan. Setidak pantas itu kah? Hati nya berdenyut sakit, jadi seperti ini pandangan orang lain pada dirinya. Jadi, ia lah yang selama ini tidak membuka mata.

Renata ikut terdiam melihat Awan yang terdiam tanpa sepatah kata pun menjawab perkataan kasar nya.

Awan mengangkat wajahnya, mata jernih nya mulai berkelip. Mempersiapkan perkataan yang akan keluar dari mulutnya.

"Um, maaf. Tante ingin menunggu Ray?" tanya Awan dengan lidah yang mulai kelu.

"Ya. Sepertinya sebentar lagi ia pulang. Berbicara dengan bocah dungu seperti mu tidak ada habisnya" balas Renata sadis.

Nyatanya senyum manis Awan tetap terbit tak sinkron dengan hatinya.

"Kalau begitu saya permisi mau ke dapur mematikan Oven, Tante"

Begitulah singkatnya, sebelum Ray datang.

Off

Setelah selang dua jam Raycane kembali berjalan ke kamar si manis dengan sepiring makanan hangat yang baru sampai ia pesankan pada aplikasi online. Kepalan tangan nya mengetuk pintu pelan, takut mengganggu.

Tak habis begitu saja tangannya merogoh saku celana untuk mengambil stickey note yang sudah ia siapkan sebelum ini. Lalu merogoh bagian bawah pintu untuk memasukanya.

"Semesta pun ikut merasakan tangis mu, sayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Semesta pun ikut merasakan tangis mu, sayang. Ayo kita bicara. Ada makan malam pada bufet depan kamar mu"

Dari dalam Awan menoleh ke arah pintu, melihat jemari Ray yang merogoh masuk dari bawah pintu kamarnya. Seberharga itu kah dirinya? Terbuat dari apa perasaan dominan itu? Kenapa perbuatan kasar nya tak pernah di balas oleh pasangannya itu?. Perlahan Awan beringsut bangkit dari duduknya, berjalan mendekati kertas note kuning yang terhampar di lantai kamar.

Tangan buntet si manis mengambil kertas itu, lalu membaca nya. Tulisan tangan Raycane yang tak begitu rapi dan bagus. Namun dapat meluluh kan sifat keras kepalanya.

ANOTHER Marriage (FEMDOM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang