17

3.6K 199 24
                                    

DEMAM
~~~~~~~

Beberapa hari telah berlalu..

Aileen masih saja diam dan tidak mengeluarkan sepatah apapun kepada Xavier. Kecuali pada Bastian, Aileen akan terus berbicara pada sang anak.

"Daddy!!!" teriak Bastian.

"Ada apa sayang?" tanya Xavier yang baru saja duduk dikursi makan.

"Daddy, mommy sepertinya sakit? Badan mommy sangat panas dan mommy terus saja menangis." ucap Bastian.

Xavier terlihat terkejut, baru 3 hari Aileen mediami Xavier dan tidak tidur bersama Xavier. Aileen langsung terkena demam.

"Sayang, makan dan segera berangkat dengan supir ya? Daddy akan mengurus mommy." Xavier bergegas mengambil baskom yang berisi air dan sebuah kain untuk mengompres Aileen.

Xavier berlari menuju kamar tamu "Aileen!?" benar saja Aileen tengan tertidur dan meringkuk kedinginan.

"Awwh, panas sekali." Xavier segera mengambil selimut tebal dan menyelimuti Aileen. Tak lupa juga Xavier mengompres dahi Aileen agar demamnya turun.

Tangan Aileen menyentuh Xavier "Aku bisa sendiri, terimakasih." lirih Aileen, dengan cepat Aileen mengambil alih baskom dan meletakannya di atas nakas.

Xavier mengangkat tubuh Aileen dan ia dudukkan di atas pangkuannya. Benar saja dugaan Xavier, tubuh Aileen langsung menubruk dirinya. Badannya sangat panas, tidak memungkinkan Aileen memiliki banyak tenaga untuk bergerak.

Xavier tersenyum tipis, lalu mengambil sebuah selimut untuk meyelimuti tubuh Aileen yang sedang bertumpu di atas tubuhnya. Tangannya bergerak mengambil sebuah plester yang sempat ia ambil di dapur dan memasangkannya pada kening Aileen yang sangat panas.

Xavier memberikan pelukan hangat untuk Aileen, dan terus saja mengelus punggung Aileen untuk menenangkan sang istri yang tengah menangis sesunggukan itu.

"Sakit." suara serak dan lirih Aileen begitu menyayat hati Xavier.

Tangan lemah Aileen, mengambil tangan kanan Xavier untuk mengelus perutnya juga. Dalam keadaan demam begini, bayinya sangat aktif di dalam sana hingga membuat Aileen kewalahan merasakan nyeri yang luar biasa pada perutnya.

"Bayinya terus menendang, apakah dia juga merasakan sakit seperti apa yang dirasakan mommy nya?" tanya Xavier, dengan mengecup beberapa kali pipi berisi nan hangat milik Aileen.

Xavier memberikan Aileen obat penurun demam dan memuntun Aileen untuk meminumnya.

"Sakit." rintih Aileen terus menerus.

"Bagaian mana yang sakit?" tanya Xavier dengan lembut.

Aileen menegakkan kepalanya dengan susah payah "Sini." Aileen menunjuk perutnya.

Xavier terus mengelus perut buncit sang istri "Sepertinya baby sangat rindu pada saya, maka dari itu kamu mengalami demam agar saya bisa bertemu baby."

"Maaf." sesal Aileen.

Tangan Aileen bergerak membuka nakas dan mengambil sebuah amplop "Aku mau kasih ini ke kamu."

Dahi Xavier nampak berkerut "Apa ini?" dengan penasaran, Xavier segera membuka amplop tersebut.

"Apa maksudnya ini!?" nada Xavier nampak meinggi, ketika melihat surat perceraian yang sudah di tanda tangani oleh Aileen.

Baru saja Xavier ingin merobek surat tersebut, Aileen sudah lebih dulu menahannya "Jangan di sobek, aku menghabiskan 3 hari untuk mengurus surat ini." lirih Aileen.

Xavier membaringkan tubuh Aileen pada ranjang, dan mengurung tubuh Aileen dengan tubuhnya yang besar "Kenapa? Kenapa harus jalur perceraian yang kamu ambil?" tanya Xavier.

Aileen mengelus lembut rahang Xavier yang tegas "Kamu baik, kamu baikkk banget. Tapi maafin aku, aku gak bisa selamanya bareng kamu. Tubuhku, batinku semuanya lelah Xavier karena di bantai terus-terusan tanpa ampun."

Xavier meundukkan badannya, hingga perutnya bersentuhan dengan perut Aileen. Xavier menggesekkan hidungnya pada hidung sang istri "Saya yakin kamu bisa melaluinya, ada saya disini."

"Tapi aku mau cerai, aku gak bisa lagi bersamamu Xavier." ujar Aileen.

"Di dalam sini ada baby, mana mungkin kamu bisa membuat baby jauh dari daddynya." tutur Xavier.

"Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu waktu sampai baby lahir. Lalu aku akan menyerahkan baby kepadamu, lalu cer-" belum sempat Aileen menyelesaikan kalimatnya, Xavier sudah lebih dulu mengecup bibir Aileen.

"Tidak bisa seperti itu sayang, kita bisa melakukannya bersama. Kenapa kita harus mengambil jalur cerai?"

"Kamu egois, kamu gak pernah sekalipun ngerti aku. Kamu selalu putusin sesuatu dengan sepihak." Aileen terlihat berapi-api "Bayinya lahir, belum tentu mental ku kuat buat nerima baby. Aku masih terlalu muda dan masih terlihat sangat labil Xavier. Aku takut, aku takut kalau suatu hari nanti aku bakal lukain baby dan semacamnya." ucap Aileen dengan nafas yang terengah-engah.

"Kamu benar-benar ingin cerai dan berpisah dengan saya?" tanya Xavier dan langsung di anggukkan oleh Aileen "Saya rasa kamu memang sudah memikirkan hal ini dengan matang ya? Apa dari awal kamu memang tidak ingin menikah dengan saya, dan kamu menerima ajakan pernikahan ini hanya karena kamu hamil anak saya bukan?"

"Bu-bukan seperti itu." lirih Aileen.

Xavier tersenyum "Tidak apa-apa, saya akan segera menandatangani surat perceraian itu. Tetapi tunggu sampai baby lahir, maka saya akan menceraikanmu dan membawa baby untuk tinggal bersama saya."

Xavier bangkit dan memberikan obat yang berada di kantung celananya "Bibi Sojung sudah memasak banyak makanan pagi ini, makanlah dan segera minum obat penurun demam setelah makan pagi nanti."

Sebelum Xavier menutup pintu kamar tamu, ia sempatkan berkata kepada Aileen yang membuat Aileen merasa sangat bersalah "Perlu kamu ketahui, saya sangat mencintaimu. Saya tidak tau kapan rasa cinta ini tumbuh, tapi ketahuilah bahwa ada saya disini yang rela melakukan apapun untuk dirimu. Saya pamit."

Setelah kepergian Xavier, Aileen menangis kencang menyadari akan kebodohannya. Ia berlari keluar menyusul Xavier yang hendak berangkat ke kantor tanpa sarapan.

Grep! Aileen memeluk erat tubuh Xavier dari arah belakang. Walaupun terhalangi oleh perut buncitnya, Aileen masih tetap enggan melonggarkan pelukannya.

"Maaf!" isak Aileen.

Xavier terkejut, dan melepas dekapan erat Aileen. Xavier tersenyum "Kamu merasa bersalah?" tanya Xavier dengan mengelus lembut pipi kiri Aileen.

"Eum." bibir bawah Aileen menekuk ke bawah "Maaf, aku gak akan ulangin lagi buat surat-surat kaya gitu. Aku minta maaf, jangan marah ya?"

"Seharusnya saya yang bilang begitu. Saya minta maaf soal masalah Noora dan ibu saya kemarin, semuanya pasti sangat meyakiti hatimu bukan? Saya belum sempat meminta maaf dan membicarakannya denganmu, karena kamu sudah marah terlebih dahulu dengan saya."

Xavier mengecup bibir Aileen, lalu mendekap erat tubuh istrinya.

"Jangan lagi-lagi membuat surat yang tidak penting seperti itu. Kamu bisa saja membuat Bastian kecewa."

Aileen menganggukkan kepalanya "Iya, maaf Xavier." cicit Aileen.

***
tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AILEEN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang