Menyusulmu.

66 6 3
                                    

"Mamaa!!"

Anak itu segera berlari menuju pelukan wanita yang ia panggil mama itu.

"Ya ampun nak.. kamu darimana saja, maafkan mama tidak memperhatikanmu." Ucapnya sambil mengelus -ngelus anaknya. Setelah itu pandangan mereka berdua tertuju pada An.

"Terimakasih, Kak!"

An membuang nafas kecil, "Sama-sama, lain kali jangan jauh-jauh dari mama-mu ya!"

• • •

Setelah itu An pergi, ia berjalan cepat, berharap masih sempat...

"Shiraishi!" 

An langsung menoleh mendengar namanya dipanggil. 'Eh- Akito?' 

An langsung berlari menuju Akito. "Nanti saja ceritanya, Toya bilang 1 putaran lagi!"

Lagi, mereka akhirnya berlari, bergegas menuju kesana.


Ketika antrian itu sudah terlihat dalam radius kurang lebih 7 meter. Mereka ber- 4 langsung bertukar pandang, Akito dan An tampak terdiam di posisi mereka, tampaknya, Toya dan Kohane masuk ke putaran kali ini. Ketika mereka berdua menunjukkan gelagat seakan ingin keluar dari  antrian, dengan tegas Akito dan An memberi isyarat agar mereka tetap masuk.

Kemudian, dari sanalah mereka terbagi menjadi 2 kelompok.

"Haah... Mau bagaimana lagi? dari awal memang  mereka berdua yang terlihat ingin sekali main wahana ini." Akito menempatkan tangannya di leher, mengusapnya pelan.

"Ya... Kau benar."

"Hm? lagipula, kau sebenarnya takut-kan?" Akito menoleh ke arahnya dengan tatapan meledek.

"Kalau ber-empat beda cerita!" balasnya ketus.

"Tsk. Yasudah, kita mau apa sekarang? menunggu mereka selesai?"

"Hah! Kau tau tidak? durasi satu putarannya berapa lama?"

"Mana kutau."

"Lebih dari setengah jam, sebaiknya kita cari wahana yang dekat dengan pintu exit kereta misteri. Kau masih mau main tidak?"

"Cari saja, asal tidak mengantri."

"-Kau ini benar-benar."

Akhirnya setelah mereka berjalan sebentar, tidak jauh dari sana, An sepertinya melihat wahana yang tepat.

"Itu saja."

"Itu?"

◇◆◇

Akito selalu seperti ini, dia tidak benar-benar memikirkan akan bermain wahana apa, karena pastinya ia bermain ke taman hiburan begini bersama teman, jadi ia akan menyerahkan urusan memilih itu pada temannya. Entah, mungkin karena ia sudah malas, akibat terbiasa(terpaksa) diajak bepergian Ena kemana-mana.

"Yosha!~ jam segini wahananya belum ramai!"

An berkata begitu, karena mereka baru memasuki paruh ketiga dari siang hari. Wahana yang ingin mereka naiki ini, Nia gara-gara, wahana yang santai dengan cara kerjanya yang seperti wahana kereta pada umumnya, bedanya ini basah, karena keretanya berjalan diatas air. Biasanya wahana ini akan ramai saat malam karena hiasan-hiasan lampu di terowongannya sangat indah, atau begitu setidaknya yang An ketahui.

An dan Akito sudah duduk di keretanya, keretanya hanya bermuatan dua orang dilengkapi pengaman yang bisa diturunkan di depan dada mereka, wahana ini memang basah, tapi mereka tidak memakai jas hujan/semacamnya, mereka pikir itu tidak akan se-basah itu.

"Fiuuh~ Akhirnya duduk juga.."

"Hey An, kau serius wahana ini hanya duduk saja?"

"Ya? Ahh.. sepertinya begitu, kudengar ini wahana untuk pasangan sih, tapi apa boleh buat, ini sudah paket komplit!" An memberikan acungan jempol.

Yang dimaksud An, wahananya santai, tidak mengantri dan yang paling penting pintu exit-nya berdekatan dengan dengan pintu exit kereta misteri.

"Oh! tapi sepertinya di akhir akan ada BOOM-nya!!"

"??-kau mulai lagi dengan bahasa itu." Akito memutar bola matanya, malas.

An tertawa lepas mengingat momen itu.

"Ah iya! tadi tuh, Mizuki menitipkan barang! dia sepertinya sangat buru-buru, ekspresi wajahnya juga terlihat kusut? Hmm, tidak, lebih tepatnya seperti mengkhawatirkan sesuatu, kuharap dia baik-baik saja.."

"Jadi, tadi kau lama hanya karena mengkhawatirkannya?" Akito mengerutkan alisnya, heran.

"Hah? bukanlah! kalau itu..." An menceritakan kejadian saat ia bertemu anak kecil itu.

"Ya- begitulah..."

Setelahnya An menjadi diam.

'Ah, dia pasti teringat Nagi-san.'

"Aku yakin anak itu akan mengingatnya, lalu mungkin, dia juga akan melakukan hal yang sama denganmu nanti."

"Haha, Begitukah?"

Begitu obrolan mereka selesai, mereka mulai memperhatikan sekeliling mereka, karena mereka mulai memasuki terowongan.

"Wah.. ini dihias seperti rawa-rawa. Lucu sekali.."

"Serius? menurutmu yang begini lucu?!"

Akito heran, karena menurutnya rawa seperti ini sama sekali tidak ada lucu-lucunya. Lalu, entah kenapa, pemandangan di sekitar mereka mulai meredup.

"Hey Akito- hanya aku saja, atau memang ini jadi semakin gelap?"

.
.
.

*cough cough, ekhmm- jadi..ini aku ngambil banyak referensi dari wahana lokal aja yh :D...

You're wrong. [Akian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang