Happy reading
★Seorang pemuda mengerjap pelan kala silaunya cahaya lampu masuk ke dalam retinanya. Ia menghela nafas pelan. Hal itu ternyata disadari oleh pria yang sedang duduk di sofa ruangan tersebut.
"Ada yang-"
"Berapa lama Shaka disini?" Potong Shaka cepat.
Shaka, anak itu melihat pada kantung infus yang tinggal setengah. Ia menatap kosong kearahnya. Tangan kanannya yang terbebas dari infus meremas selimut yang menutupi badannya.
"Dari pulang sekolah." Jawabnya sembari beranjak dari duduknya. "Kenapa? ada yang sakit?"
Shaka menggeleng. Melihat jam menunjuk pukul setengah sembilan malam itu artinya ia sudah enam jam berada di rumah sakit. Ia menerawang seisi ruangan. "Ayah mana?"
Pria itu terdiam, memikirkan kata yang tepat untuk menjawabnya.
"Bang, Shaka tanya, Ayah mana?" Ulang Shaka.
Danadyaksa Bhadrika, atau kerap Shaka panggil 'Bang Aksa' itu duduk di tepi ranjang pesakitan Shaka. "Di kantor,-"
Belum juga Aksa melanjutkan ucapannya, Shaka mendecih pelan lalu membuang muka ke arah jendela. Tanpa sadar air matanya turun begitu saja. Aksa mencoba menenangkan sang adik dengan mengusap bahunya.
Pintu ruangan terbuka. Seorang pemuda diikuti oleh dokter di belakangnya, memasuki ruang rawat tersebut. Shaka masih berada di posisi yang sama. Isakan pelan terdengar di ruangan sepi itu."Shaka, Om periksa ya?" Ucap sang dokter.
Shaka diam tanpa membalas. Membiarkan sang dokter memeriksa tubuhnya. Kini pandangannya beralih pada kedua kakaknya. Daka, Kamandaka Pradana, kakak kedua Shaka yang datang bersama Dokter Regan, dokter keluarga Shaka. Daka dan juga Aksa tersenyum tipis ke arah Shaka.
Daka mendekat. Pemeriksaan juga sudah selesai dilakukan. Pemuda itu mengusak pelan rambut adiknya. Perlahan mata indah itu tertutup, seiring dengan obat yang Dokter Regan berikan.
"Aksa, Daka, Om mau bicara sama kalian."
Kakak-beradik itu lantas mengikuti sang dokter. Daka melepas tautan tangannya yang sempat di genggam oleh Shaka.
Tepat di luar ruang rawat Shaka, ketiganya berbincang.
"Ayah kalian nggak dateng?"
Aksa menggeleng pelan. Daka sendiri menghela nafas pelan. "Nggak tau Om, dari tadi nggak bisa di hubungi." Balas Aksa.
Dokter Regan ikut menghela nafas. "Jadi begini, sepertinya Shaka terlalu banyak pikiran. Selain itu, Shaka juga terlalu memforsir tubuhnya."
★
Saat ini Milan tengah berada di rumah sakit. Hal itu dilakukan karena sudah menjadi rutinitas bulanan keluarganya. Prosedur pemeriksaannya memang sudah selesai sejak 1 jam yang lalu. Namun Milan masih betah berada di tempat berbau obat itu. Kini ia berada di taman rumah sakit. Matanya terpejam menelisik kejadian beberapa bulan yang lalu.
Matanya terbuka. "Siapa orang itu?" Gumamnya.
"Lan!!" Panggil seseorang dari belakang.
Milan pun menoleh. Mendapati salah satu sahabatnya, Candra, Adicandra Banu Buntala Daniswara. Lelaki itu mendekati Milan. "Ngapain lo?"
Milan menggeleng pelan. "Gue lagi mikirin kejadian itu."
Candra menaikkan sebelah alisnya. "Masih belum ketemu?"
Si lawan bicara menghela nafas panjang. "Belum, gue bahkan nggak tau wajahnya. Btw lo ngerekrut anggota baru?"
Janardana Milan Anagatha, seperti yang disebutkan sebelumnya, ia merupakan putra tunggal keluarga Anagatha sekaligus ketua geng motor terkenal bernama Grahita. Geng motor yang berbeda dari geng motor pada umumnya. Mereka hanyalah perkumpulan anak muda yang suka dunia luar.
"Belum, gue masih mantau mereka." Tutur Candra.
Milan menyrengit bingung. "Belum lo rekrut? Kenapa?"
Candra terkekeh. "Gue cuma penasaran sama kemampuan mereka."
Milan menggeleng tak habis fikir. "Serah lo deh!"
★
Kaisar memandang sendu bangku di sebelahnya. Jam sudah menunjuk pukul delapan kurang sepuluh menit. Pesan yang ia kirim pada Shaka tidak dibaca sama sekali. Sudah ke sekian kalinya ia menghela nafas. Namun tak ada hal berarti yang ia dapat.
Selepas mengantar Shaka pulang kemarin, ia merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu. Kaisar sudah pasrah saat bel masuk sudah berbunyi. Penantiannya membuahkan hasil. Orang yang ia tunggu akhirnya datang. Dengan nafas tersengal Shaka memasuki kelas. Berbeda dengan hari biasanya yang santai walu terlambat tiga puluh menit. Namun hari ini berbeda, Shaka sepertinya berlari dari gerbang sekolah.
"Woy, Shak!! Tumben lo?"
"Waah murid kesayangan Pak Iwan udah dateng!"
Seru teman sekelas Shaka saling menyahut. Shaka mengabaikannya. Ia memilih menuju bangkunya. Peluh membasahi dahinya. Membuat rambutnya lepek.
Shaka menghela nafas lelah. Ia melirik Kaisar yang sedari tadi melihatnya. "Anjing!" Ucapnya.
"Lo ngatain gue?" Bingung Kaisar.
Shaka yang masih mengatur nafasnya menggeleng pelan. "Gue di kejar anjing!"
"Lo di kejar siapa!?" Kaisar meninggikan suaranya.
"Anjing, goblok! Gue-dikejar-anjing! Paham?!" Tekannya.
Nyali Kaisar menciut ia mengangguk cepat.
Shaka yang memang pada dasarnya belum pulih total menghembuskan nafas kasar. Ia kemudian memijat pelipisnya pelan saat rasa pening kembali datang. Kaisar menyadari sesuatu yang janggal. Irama nafas Shaka belum setabil."Hey Shak?! Lo okey?" Paniknya. Wajahnya tampak khawatir.
Shaka menggeleng pelan. Ia memejam sembari menggiggit bibir bawahnya. Tangannya meremat dadanya. Sebagian murid kelas juga merasa khawatir.
"Kai bawa ke UKS aja! Entar gue ijinin." Titah si ketua kelas.
"Iya, ke UKS aja."
"Pucet tuh anak!"
Tanpa menunggu persetujuan Shaka, Kaisar lantas menggendong Shaka. Karena seluruh murid sudah memasuki kelas, Kaisar bisa leluasa membawa Shaka.
★
Milan, Candra dan teman-temannya saat ini berada di rooftop. Kelasnya mendapat kelonggaran berupa jam kosong. Mereka sudah berada di sana sejak 15 menit sebelum bel masuk.
"Can, orang yang lo maksud siapa, sih?" Tanya Abhipraya Sadajiwa Sabagya, atau kerap disapa Sada.
Danta, Ekadanta Sadina Radhika, menimpali. "Tau tuh?! Sok sokan pake rahasia!"
"Udah sih, tunggu aja! Entar sore bakal gue kasih tau. Milan aja nggak ribut." Ketus Candra.
Milan tertawa pelan. "Gue aja baru tau kemarin, orang yang Candra maksud gue pun nggak tau."
Mahesa Gesang Manggala, salah satu anak yang tengah asik mendengar ikut berkomentar. "Berarti cuma Candra doang yang tau, nih?"
"Iya lah! Biar supres!"
"Surpraise Can! Surpraise!" Danta, Ekadanta Sadina Radhika, meraup wajah mulus Candra.
"Alah serah gue!" Ketusnya.
"Gue punya rencana buat entar malem." Sambung Candra.
Saat akan menjelaskan rencananya, dua teman Milan datang. Mereka Agastya Abimanyu Ardi Natha dan Auriga Adhikari Kemala Agrapana. Dua anak itu tidak berada di rooftop sejak awal, karena ada keperluan.
"Rencana apa, Can?" Tanya Riga.
"Gue-"
Ceklek...
Baru saja Candra membuka mulut, namun seseorang membuka pintu rooftop. Remaja laki-laki dengan jaket Varsity melekat di tubuhnya itu memandang bingung ketujuh pemuda di depannya. Ia tersenyum kikuk. Milan juga temannya menatap bingung pada murid yang diyakini masih kelas 10 itu.Mereka saling pandang dalam diam. Tidak ada yang berniat membuka suara.
★
★
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
This is Arshaka
Novela JuvenilCERITA MURNI PEMIKIRAN SENDIRI!!! Nb : GANTI JUDUL {GRAHITA ->> This Is Arshaka JANGAN MEMPLAGIAT!!! CERITA MASIH BERANTAKAN!! So, enjoy to reading guys Nggak pinter bikin deskripsi, jadi silahkan langsung baca.... #04 in sunghoon #02 in sunghoon #0...