0,9

227 25 0
                                    

Happy reading

☆★☆

Natha menatap ke arah Milan yang sedang duduk di branker. Anak itu tengah menggambar sesuatu di iPadnya. Di sana memang hanya ada Natha dan Milan. Kedua orang tuanya dipaksa oleh Natha untuk istirahat di rumah. Sedangkan Ivan izin untuk memantau kafenya.

"Lan, lo gambar apa sih?" Tanya Natha yang merasa penasaran dengan gambaran Milan.

Milan mengangkat kepalanya. Ia menunjukan hasil gambarannya yang hampir selesai. "Gue gambar ini, siapa tau anak-anak lain pada tau."

Natha melirik jam dinding. Sudah pukul 14.10, itu artinya sahabatnya sudah pulang. Mungkin mereka tengah berada di jalan. "Gue udah ngabarin yang lain."

Dapat dilihatnya, Milan menoleh cepat dengan raut wajah datar. "Kenapa? Lo nggak bilang dulu ke gue? Gue nggak mau buat mereka khawatir, Tha!!"

"Gue tau, mereka belum tau tentang kondisi lo. Seenggaknya mereka tau lo di mana, Lan." Balasnya cepat.

Milan mendecih. Lalu bergumam "Cih! Gue harap mereka nggak tanya macem-macem."

Natha menghela nafas lelah. Milan itu keras kepala. Sulit untuk membujuknya. Maka dari itu, Natha tidak memberi tahu jikalau ia mengabari sahabatnya. Milan itu tipe orang yang menyukai kesunyian, ia juga membenci keramaian. Mungkin Natha masih belum mengenal Milan lebih dalam. Ia tak ingin memaksa anak itu untuk bercerita.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, wahai sodaraku!" Ucap Sada saat memasuki ruangan itu.

Beruntung, suaranya tidak terlalu keras. Namun tetap saja suaranya menggema. Mahesa yang berada di dekatnya langsung membekap mulut Sada. "Brisik njing! Bisa nggak sih, nggak usah triak!" Desisnya pada Sada.

Sada mengangguk paham. Ia juga menangkat dua jarinya, sebagai tanda damai. Setelahnya Mahesa melepas bekapannya. Sada menghela nafas lega.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Milan dan Natha bersamaan.

"Bro! Bisa sakit lo? Nggak bilang-bilang lagi!" Cibir Candra dengan wajah julidnya.

Plak..

Danta menggeplak punggung Candra cukup kuat. "Kalo ngomong suka bener lo!"

Para manusia di ruangan itu tergelak. Milan berdehem guna mengalihkan perhatian. "Sorry, guys. Gue nggak langsung bilang ke kalian."

"It's okey, btw Nat, lo tau dari mana?" Tanya Riga yang mengambil duduk di sofa ruangan.

Sebelum menjawab pintu kamar tersebut kembali terbuka. Menampilkan Kaivan dan juga Shaka. Mereka menangkap raut binggung. Shaka pun menjadi canggung. "Apa?"

"Nat, jujur deh lo tau dari siapa?"

Natha menatap wajah-wajah penasaran teman-temannya. Ia kemudian tersenyum tipis. "Loh Natha kan tinggal serumah sama Milan."

"HAH?!"

Bukan, bukan Natha yang menjawabnya, melainkan Kaivan. Natha dan Milan meringis pelan. Nampaknya sang kakak terlalu jujur dan tidak basa-basi. Di sisi lain, Milan yang melihat wajah plonga-plongo sahabatnya ingin sekali meledakkan tawanya.

"Maksudnya?" Beo Kaisar yang masih belum konek.

Kaivan duduk di sebelahnya Riga. "Kalian nggak tau? Lo berdua juga nggak ngasih tau mereka?"

Milan dan Natha saling diam. Kaivan menggelengkan kepalanya pelan. Suasana mendadak senyap dan tegang. "Natha adek kandung gue, nyokap gue nikah sama Papahnya Milan. Jadi otomatis Milan jadi adek sambung gue, kita juga tinggal serumah."

This is ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang