0,15

343 27 0
                                        

Happy reading

Aku akan selalu bilang, di setiap chapter
Aku updatenya nggak tentu, yaa
Sorry for typo, karena aku nggak revisi ulang

♤♡♤

Hari Minggu pagi keluarga Anagatha sangatlah ramai. Teana dibantu oleh Elang, Shaka, dan Riga tengah memasak di dapur. Sedangkan anggota inti Grahita sedang perang bantal. Riga pikir dengan tidak membiarkan mereka berada di dapur akan sedikit tenang. Namun sama saja.

"Ma, ini wortelnya mau di potong gimana?" Tanya Shaka yang sudah selesai mengupas sayuran tersebut.

Semua teman Milan dan Natha memang memanggil Teana dengan sebutan 'Mama'. Ia yang memintanya sendiri. Agar mereka bisa lebih akrab.

"Potong dadu aja." Saran Teana sembari sibuk meracik masakannya. Shaka pun menyanggupinya. Ia lalu mulai memotongnya.

Shaka beberapa kali menghela nafas kala suara toa anggota Grahita terdengar. Ia menatap datar manusia di depannya.

Kaisar yang menyadari ada tatapan menusuk dari belakangnya pun menoleh. Diikuti yang lainnya. Ia lalu tertawa canggung.

"Bisa tenang nggak?" Tanya Shaka dengan senyum manisnya. Namun bagi mereka malah terlihat menyeramkan. Mereka kompak mengangguk dan kembali melakukan kegiatan dengan tenang.

Danta dan Candra yang baru datang dari belanja pun terkejut dengan suasana yang tidak biasa itu. Mereka saling menatap bingung.

"Tumben pada kalem?" Danta dan Candra meletakkan kantong belanjanya di meja pantre.

"Sada sama Kaisar juga tumben nggak banyak omong?" Imbuh Candra. Ia kemudian duduk di kursi bar di sana.

Riga menoleh ke arah keduannya. "Shaka yang negur mereka tadi. Ini udah dibeli semua kan?

Danta mengangguk. "Udah. Btw ini Milan ke mana?"

"Tadi bilangnya ke kamar, tapi belum balik lagi." Sahut Elang yang sedang meniriskan nuget.

Di kamar Milan

Si pemilik kamar sedang berkutat dengan laptopnya. Di sampingnya ada sang Ayah yang fokus memperhatikan anaknya. Meja belajarnya penuh dengan kertas.

"Bagus yang Desain 1 atau yang ke dua Pah?"

Arka dan Milan memang tengah merancang desain kafe untuknya. Awalnya Arka tidak setuju. Namun melihat kesungguhan putranya, ia pun membantu untuk mendesain kafe tersebut. Dan juga menambah modal awalnya.

"Kalo Papah milih Desain dua. Coba kamu nanti tanyain ke Mama sama Abang kamu." Saran Arka.

Milan menghela nafas. Kafe yang akan dibuka ini merupakan hasil dari menabungnya. "Kira-kira, nama kafenya apa ya?"

Sang Ayah mengusak rambut anaknya. "J&M Cafe, bagus tuh."

Remaja itu nampak memikirkan nama yang diusulkan sang Ayah. Ia kemudian mengangguk puas. "Oke deh pake nama J&M Cafe."

"Papah ke bawah dulu." Pamitnya.

"Iya, Pah. Makasih." Ucap Milan penuh ketulusan.

Arka tersenyum mendengarnya. Ia merasa bangga dengan salah satu anaknya. Rasanya baru sebentar dirinya menemani Milan yang masih merangkak. Dan sekarang sudah tumbuh menjadi seorang pria yang sejajar dengannya.

"Sama-sama, Nak." Balas Arka dengan senyuman yang masih terukir di wajahnya.

Milan melunturkan senyumannya. Ia lalu membuka laci meja belajarnya. Diambilnya selembar kertas dengan kop surat berlogo rumah sakit tersebut. Untuk kesekian kalinya Milan membaca surat pernyataan dokter tersebut. Ia kembali menghela nafas panjang.

This is ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang