0,10

231 21 0
                                    

Happy reading

☆★☆

Pukul delapan malam. Seorang pria paruh baya tengah duduk di samping branker sang anak. Ia membelai lembut rambut putranya. Suasana yang sunyi membuatnya semakin dilanda sepi. Tak bisa dipungkiri, ia merasakan kesedihan mendalam. Meskipun bukan kali pertama anaknya dirawat, akan tetapi dirinya selalu merasa takut.

Ia tersenyum manis ketika kelopak mata itu bergerak. Dengan sabari  pria itu menunggu hingga terbuka sempurna. Masker oksigen kembali dipasang karena kondisinya menurun.

"Good night, Boy? Gimana? Ada yang sakit lagi?" Tanyanya penuh kelembutan saat sepasang mata itu terbuka sempurna.

Si anak tersenyum tipis. Lalu menggeleng pelan. Ia melepas masker oksigennya. Meski sempat dicegah, namun ia tetap memaksa untuk melepasnya. "Yang lain mana?"

"Bang Ivan ngajakin ke musola. Kamu butuh sesuatu?" Sang Ayah kembali bertanya.

"Pengen duduk." Lirihnya.

Pria itu pun membantunya duduk. Sedikit terkejut karena putranya memeluk erat. "Kenapa, Nak?"

♡◇♡

"Ayah, Ayah nggak boleh berubah! Aka kangen Ayah yang dulu!" Anak itu menitihkan air matany.

"Ayah..." Lirihnya lagi.

"Dek bangun! Hey!"

Sepasang manik kembar itu terbuka. Nampaknya ia mengalami bunga tidur. Mata cantik itu meneteskan air matanya. Pria di sampingnya tersenyum penuh kelegaan.

"Ayah mana, Bang?" Ucap si pasien lirih.

Senyum Aksa meluntur. "Tadi keluar sebentar. Shaka butuh sesuatu?"

Shaka, anak itu menggeleng. Ia kembali memejam karena merasakan nyeri di dadanya. Ringisan pelan tertangkap indra penglihatan Aksa.

"Abang panggil dokter Regan, ya?" Aksa menekan bel emergency yang tersedia.

Tak sampai 5 menit Dokter Regan dan beberapa perawat datang. Mereka dengan sigap menangani Shaka. Aksa memilih menunggu di luar. Ia mendudukkan dirinya di kursi tunggu.

Aksa menghela nafas lelah. Ia mendecih pelan saat orang yang Shaka tanyakan menelpon. "Assalamualaikum, Yah. Ada apa?"

"Waalaikumsalam, kamu masih di rumah sakit?" Tanya Ardhana.

Aksa mengerut bingung. "Masih, kenapa, Yah?"

Terdengar helaan nafas dari sebrang. "Daka kecelakaan."

Dua kata yang berhasil membuat Aksa membisu. "Maksud Ayah apa? Gimana keadaan Daka? Dirawat di mana? Parah enggak, Yah?"

"Tanyanya satu-satu, Bang!" Ada jeda sebentar. Aksa menanyakan pertanyaan yang sama saat ia mengabari Shaka masuk rumah sakit. "Di rumah sakit yang sama. Alhamdulillah nggak ada luka serius, tapi masih perlu pantauan dokter.".

"Alhamdulillah." Gumam Aksa penuh kelegaan.

"Bang, maaf ya Ayah nggak bisa nemenin Adek, tadi juga Ayah buru-buru liat keadaan Daka. Rencananya Ayah mau Daka dirawat di ruangan yang sama." Tutur Ayah.

"Iya, nggak papa, Aksa ngerti kok. Ada baiknya juga Daka seruangan sama Shaka, Yah." Aksa berucap setuju.

"Ya udah kalo gitu, Ayah tutup dulu, Assalamualaikum."

Aksa mengangguk meski tidak terlihat. "Iya, Waalaikumsalam."

Dokter Regan sudah keluar. Nampak wajah lelahnya tercetak jelas. Beliau juga menghela nafas lelah. "Aksa, Ayah kamu dimana? Om mau bicara."

This is ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang