4

120 10 2
                                    

"Menurut kamu saya berbohong?" tanya Lian mencoba meyakinkannya dengan tatapan tajamnya, seolah menusuk kedua mata Kalandra saat itu dan membuatnya tenggelam.

Kalandra coba menyudahi kontak mata dengannya kemudian berkata.

"Itu artinya bapak udah tahu kalau dia memang mengincar setiap pejalan kaki didaerah yang sama?" tanya Kalandra tak berani kontak mata lagi dengannya.

Dan sedikit menjaga jarak dengannya.

"Lebih tepatnya orang orang yang ada disekitar daerah sini..."

"Apa yang dia incar pak?" tanya Kalandra cemas.

"Kamu..."

"Bapak ih..." Kalandra ketakutan.

"Hahaha..." Lian tertawa geli. Rasanya senang sekali mengerjainya yang sedang ketakutan seperti itu.

"Kenapa percaya aja...."

"Abisnya mukanya mendukung banget..."

Tiba-tiba muncul sebuah langkah suara, seorang wanita tampak berjalan cepat memecah keheningan saat itu.

Tapi dia terlihat terengah-engah seolah sedang dikejar oleh seseorang, Kalandra diberi kode untuk tidak bersuara oleh Lian. Wanita itu terus melihat ke belakangnya sembari menenteng tas kerjanya.

"Loh, itu kan.... Bu Anita?" tanya Kalandra heran.

"Kamu kenal?" tanya Lian. "Dia atasan saya ditempat kerja." ujar Kalandra.
Anita terlihat sangat ketakutan saat itu, apalagi ada bekas luka di wajahnya yang menandakan baru saja mendapatkan sebuah tindak kekerasan.

Kalandra berniat akan bangkit, merasa khawatir. Lian menarik tangannya lagi dan menyuruhnya untuk tetap diam disana.

"Jangan dulu... Kita disini saja dulu..." ujar Lian. Setelahnya ia langsung mengambil handytalkie dari saku celananya. Handy talkie itu terhubung dengan temannya saat itu.

"Ada yang aneh, segera datang ke tiga rumah disebelah tempat kalian jaga." ujar Lian, temannya diseberang lantas menjawabnya.

"Pak, bu Anita kayak ada yang ngejar..." ujar Kalandra.

"Iya..."

Ternyata memang benar, seorang pria misterius tampak berjalan cepat menuju ke arah Anita dengan menenteng pisaunya. Kalandra tak percaya dengan hal itu. "Ya Allah..."

"Tolong.... Siapapun tolong...." ujar Anita dengan suara tertatih. Ia terus mencoba berjalan cepat. Namun tiba-tiba saja pria itu berlari dan menarik tangannya dengan cepat. Anita memekik kencang.

"Tolong!" ia langsung dibekap oleh pria itu dan disiku oleh sang pria. Tentu saja semakin panik Anita saat itu, ia berontak tak mau kalah.
Merasa situasi semakin pelik, Lian langsung bangkit.

"Kamu tunggu sini..." ujar Lian pada Kalandra.

Teman-teman Lian juga yang sesama polisi langsung menghampiri mereka. "Wah enaknya diapain ini pak orangnya..." ujar Putra.

"Beraninya sama cewek... Gelap-gelap begini lagi... Pengecut banget..." ujar Joni. Rio juga hadir disana sebagai junior mereka saat itu. Ia tampak diam saja, karena memang secanggung itu dirinya.

Lian mendengar suara pikiran pria preman itu.

"Dasar polisi sialan, kalo mereka enggak ada udah gue perkosa nih cewek sombong... " lalu muncul sebuah kilasan alasan kenapa Anita dijadikan korban olehnya.

Saat ketika Anita keluar dari tempat kerjanya untuk pulang lalu pria itu menggodanya, Anita menyerapahnya mengatakan kalau ia cowok pengangguran masa depan suram yang tak lebih hanya menyusahkan negara saja, tentu pria itu marah dan langsung mengejarnya. Dan berniat memberinya pelajaran.

Lian menghela nafasnya, jadi itu alasannya, siapapun pasti akan marah juga dikatakan seperti itu.

Pria preman itu kembali menyiku leher Anita, hingga dirinya sesak, menempelkan pisau ke lehernya.

"Jangan macem-macem kalian, atau kalo enggak gue sayat lehernya sekarang!" tandas pria itu.

"Yang kamu butuhkan dari dia apa memangnya kalau dia mati ditangan kamu? Yang ada malah buat hidup kamu makin susah dengan mendekam di penjara..." ujar Lian membuat pria itu semakin kesal dan hendak meninju Lian namun Lian sudah membaca pergerakan tangannya dan balik memelintir tangannya. "Saya beri dua pilihan, pergi atau mendekam di penjara..." ujar Lian, pria itu langsung berontak dan kabur darinya saat itu juga.
Anita merasa sangat terbantu karenanya. "Makasih banyak pak..." ucapnya tersenyum kagum.
"Lainkali jangan berkata sembarangan terhadap orang lain, setiap orang sama, tidak ada yang perlu membuat diri kita merasa lebih baik dibanding orang lain..." ujar Lian. Anita tersentak. "Iya pak... Tapi kok bapak tahu saya habis menghina dia... Apa mungkin...."
Anita langsung dibuat senyam-senyum saat itu. Ternyata ia berpikir kalau Lian menguntitnya sejak tadi, merasa jika Anita mulai berpikir aneh-aneh, Lian lantas mendehem. Mencoba membuyarkan fantasinya yang sudah hampir menerbangkannya. Kalandra menghampiri Anita saat itu. "Mbak enggak kenapa-napa?" tanya Kalandra. "Selama ada pak polisi ini, saya enggak apa-apa...." ujar Anita. Kalandra membatin. "Die malah kesemsem ama pak Lian... Gue rasa dia langsung lupain calon tunangannya yang mau dia nikahin bulan besok..." ujar Kalandra membatin, Lian menertawai isi pikirannya saat itu. Lian berbisik pada Kalandra. "Cemburu?" bisiknya. Kalandra mengernyit heran dikatakan seperti itu. "Hah?"
Ini bukan kedua kalinya tapi kesekian kalinya Kalandra merasa jika Lian.....
Tapi masa sih???
Lian bisa membaca pikiran?!

Riska bengong ketika Kalandra berkata hal aneh itu tepat didepannya. "Hah? Baca pikiran? Mwahahaha....."
"Bengong, terus ketawa itu adalah tanda tanda gejala awal mau masuk rsj pemirsa." ujar Kalandra ke kamera.
Lebih tepatnya saat ini mereka sedang berada di rumah makan kembali, tempat dimana mereka biasa menghabiskan waktu istirahatnya selama satu jam.
"Jangan ngaco sih."
"Aku enggak ngaco... Serius ini... "
"Jaman sekarang mana ada sih kayak gitu. Jaman millenium.... Ya ngadi-ngadi aja sih." ujar Riska menapik.
Mendadak Anita duduk disebelah kursinya. Loh kok bisa ada dia? Itulah isi batin mereka berdua.
Riska membisik. "Tumben? Biasanya makan di tempat makan..." bisik Riska pada Kalandra.
Tiba-tiba Anita berbicara pada Kalandra. "Makasih ya semalam, kamu nyuruh ke pak polisi itu buat mata-matain saya ya?" tanya Anita.
Kalandra mengerdip-ngerdipkan matanya. "Eh?"
Riska bahkan sampai tersedak mendengar perkataannya.
"Tapi saya enggak merasa ...." ujar Kalandra tidak enak juga menjelaskan. Belum selesai berkata, Anita sudah berkata lagi. "Saya sudah memutuskan, mulai hari ini... Saya akan makan terus di warteg ini bersama kalian..."
"Hahhh??!" Riska dan Kalandra sontak saja menghah berbarengan.
"Lo mesti jelasin Kal, ini maksudnya apa sih?" tanya Riska berbisik.
"Dia ngeasumsiin semuanya sendiri... Padahal ceritanya enggak gitu." bisik Kalandra.
"Saya punya pertanyaan sama kamu.... " ujar Anita.
"Eh? A-apa?" tanya Kalandra.
"Apa hubungan kamu sama pak polisi itu?"
"Hah?"
Lian kini sedang berada di kantor polisi. Ia sedang berada didalam ruangannya ditemani oleh berkas-berkas serta kertas yang berserakan, salah satunya adalah gambar sketsa pelaku yang masih buron. Bersama juga foto-foto bukti pembunuhan kemarin dari berbagai sisi.
"Ini aneh... Kenapa masing masing jemari dan kakinya dimutilasi, kalau memang ini adalah perampokan, kenapa harus dengan cara dimutilasi finishingnya, untuk menghilangkan jejak dia melakukan mutilasi semacam dengan menghilangkan anggota tubuh korban yang berkemungkinan ada sidik jari, Itu artinya kan .... Pembunuhan.... tapi disatu sisi dia juga ingin menguasai harta korban.." ujar Lian memandang foto-foto itu. "Anehnya saya masih belum menemukan orang itu didaerah sekitar sana. Kalau saja dia ada, tentu akan lebih mudah lagi. Saya bisa menggali informasi dari isi pikirannya." batin Lian. Tiba-tiba pintu diketuk, seseorang yang tak lain seorang wanita jalan menghampirinya. "Hai...."

Sayap Sayap Patah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang