37

44 3 5
                                    

"Apa yang kamu katakan itu benar?"

"Iya, apa perlu saya katakan alasan kenapa ibu saya bisa mengidap pemyakit mental seperti itu?" tanya Kalandra. Lian mengangguk.

"Ini bermula dari, puluhan tahun yang lalu, saat ibu sering bertengkar dengan ayah ketika saya masih sekolah. Intinya permasalahan ekonomi... Perkataan bapak terkadang selalu menyakitkan ibu, memang salahnya ibu yang terlalu mengharapkan bapak sejak awal, yang terlalu cinta sama bapak sejak masa lalu, hingga beliau mau saja diajak ke hubungan terlarang, yaitu berbuat zina. Lalu setelahnya bapak merasa tidak cocok dengan ibu, hingga bapak memutuskan untuk pergi dan gak mau bertanggung jawab, ibu merasa amat sedih, sampai melaporkan hal ini ke polisi, dan orang orang terdekatnya juga membantu, mencari bapak yang saat itu kabur.... Dan syukurlah ketemu. Ibu meminta bapak bertanggung jawab, bapak enggak mau, tapi setelah dipaksa akhirnya mau, karena kalau enggak, beliau akan dipenjara. Akhirnya bapak dan ibu menikah, dengan ketidakcocokan itu, hingga akhirnya ibu menderita penyakit mental seperti itu."
Lian merasa lirih mendengar cerita dari Kalandra.

"Sekarang ayah kamu kemana Kal?" tanya Lian.

"Beliau pergi pak, menikah lagi..."

"Ya Allah... Kasihan sekali ibu kamu, ayah kamu benar benar tega Kal...."

"Iya pak, saya jujur kalau ditanya alasan kenapa saya sering menunda untuk menikah ya alasan pertamanya karena ingin mengurus ibu, dan alasan keduanya karena saya tidak mau dianggap seperti yang terjadi pada ibu saya. Saya trauma pak... Saya tahu banget perasaan ibu, saya benar benar membenci pria seperti bapak saya. Meskipun saya juga tahu tidak semua pria sama... Tapi saya hanya trauma, saya takut." ujar Kalandra.

"Itu wajar Kal... Kamu seperti itu wajar... saya juga kalau berada di posisi yang sama seperti kamu juga akan berpikir dan bertindak seperti itu. Hanya aja, jalan kita berbeda." ujar Lian.

"Makasih ya pak, menurut saya orang kayak bapak harus dibanyakin hehe..."

"Kalau bisa, kamu mau menemani saya ke rumah sakit atau kemana dulu nih, ke rumah kakak kamu atau ke rumah sakit?" tanya Lian.

"Kalau sekarang aja gimana, ke rumah mbak aku?"

"Boleh. Ayo kita kesana." ujar Lian.

"Bentar ya aku pakai jaket dulu. Bentar, jangan ngilang.."

"Hehe bukan jin sih..."

Beberapa saat kemudian Kalandra akhirnya sampai ke rumah kakak perempuannya, dimana Lian mengatakan hal seperti yang dikatakan olehnya tadi.

Meminta restu untuk mereka menikah. Terlihat raut wajah sang kakak yang sangat senang atas hal itu.

Mereka menghabiskan waktu siang di hari minggu itu dengan berbincang banyak hal.

Hingga mereka berencana untuk menjenguk ibu Kalandra ke rumah sakit jiwa.

Dimana sesampainya disana, kembali saling mengobrol, penuh canda tawa, menemani senja bersama ibunya, membuat Kalandra senang, dan tentunya bagi sang ibu yang kembali dapat terlihat senyuman indahnya.

Restu yang dipinta, kembali membuahkan hasil yang sesuai permintaan.

Saat itu Kalandra tak pernah mengira, jika Lian benar benar serius dengan yang dikatakannya.

Kintan ke minimarket malam malam begini, kalau saja kakak tirinya tidak berkunjung ke rumahnya malam malam begini tentu tidak akan membuatnya repot repot keluar jam segini hanya untuk membelikan anaknya popok.

"Heuhhh, nyusahin banget sih tuh orang.... Emang sendirinya kagak punya kaki apa buat beli sendiri?? Kenapa harus nyuruh guaaa!!! Betee!!!" gerutunya kesal seraya menendang nendang batu kerikil, dan sayangnya batu kerikil itu malah terlempar ke kaki Wildan. Wildan tentu kesakitan.

Sayap Sayap Patah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang