31

33 6 4
                                    

Kalandra terisak memandang pilu ke arah kobaran api yang cukup besar dihadapannya. Beberapa polisi menghampirinya, termasuk Lian.

"Kala, kamu enggak apa-apa? Ada yang luka? Ayo kita ke rumah sakit sekarang, saya tuntun kamu sekarang." ajak Lian.

"Pak, Jason.... Jason terperangkap.... Saya mau nolongin Jason... Hiks.... Jason...."

Lian memandang sama pilunya ke arahnya. Ia terlihat simpatik dan perduli terhadapnya, ia juga merasakan kesakitan yang sama dengannya hanya dengan melihat raut wajahnya.

"Kamu yang sabar ya... Saya akan coba masuk kesana.... Menolong Jason... Sudah jangan menangis..." ucap Lian mengusap-usap pundaknya. Menemani tangisannya yang terus terdengar.

"Pertama kalinya saya melihat Kalandra seperti ini, dia pasti sangat terpukul dan merasa bersalah.... Apalagi belakangan mereka terlihat cukup akrab.... Atau bisa jadi.. Air mata yang telah tumpah itu... Mengartikan rasa kehilangan yang begitu dalam dari seseorang yang cukup bernilai dihidupnya...." batin Lian.

Mobil pemadam kebakaran sudah tiba, mereka langsung menyemprotkan air ke area kebakaran. Dibarengi dengan itu Lian juga ikut turun langsung ke area yang terbakar dengan memakai alat pelindung terlebih dahulu bersama tim damkar. Mereka saling menyusuri area tempat itu.

Diandra menghampiri Kalandra yang terlihat cukup berharap, ia terus menanti kedatangan Lian kembali. Diandra memandangnya benci.

"Terlalu bahaya Lian ikut turun tangan membantu mafia paling berpengaruh itu... Belum menjadi pacarnya saja sudah disuruh mempertaruhkan nyawanya.... Ledakan juga khawatir ada susulan, kepinginmu terlalu tidak masuk akal...." ujar Diandra melipat tangannya di dada.

Kalandra memandangnya sebal. "Saya tidak pernah merasa meminta tanggapan dari anda... Apalagi memberi ijin untuk mengutarakan pendapat soal ini.... Pak Lian juga ikut turun tangan bukan karena ingin membantu mafia, atau karena mafia itu teman baik saya... Tapi karena dia memang orang yang sebaik itu..." ujar Kalandra.

Diandra menghela nafasnya dan berakhir tersenyum sesaat. Menepuk pundak Kalandra.

"Kamu itu bukan orang yang spesial... Hanya sekedar orang lewat saja di matanya.... " ujar Diandra mengingatkan. "Aku tahu!" balas Kalandra tak mau kalah.

Diandra langsung pergi meninggalkannya. Tari menghampiri Kalandra bersama Putra. "Kamu enggak apa apa? Ada yang luka?" tanya Tari.

"Aku enggak apa apa mbak... Tapi pak Lian lagi nyelametin Jason... Aku apa aku harus ikut masuk mbak... Mereka masih belum keluar dari gudang itu..."
"Udah kamu jangan mikirin yang aneh aneh dulu ya... Kamu harus diantar ke rumah sakit dulu sekarang.. Tuh liat kaki kamu pincang.. Put, ayo kita tuntun dia..." ujar Tari, Putra langsung menuntunnya menuju mobil polisi. Dibawa ke rumah sakit.

Beberapa saat kemudian Kalandra diberikan beberapa penanganan oleh dokter dan diberikan obat. Ia masih ditemani Tari saat itu. Ia lantas berkata.

"Makasih banyak ya mbak... Saya jadi ngerepotin..."

"Yang terpenting sekarang lo selamat, gak perlu merasa enggak enak... Apalagi lo orang yang spesial di mata pak Lian...."

"E-ehh?"

"Gak perlu pusingin biayanya juga, pak Lian tadi udh ngomong, biayanya bakal dia cover... Intinya sekarang lo pulang dengan selamat ke rumah.... Ya?" ujar Tari.

"Makasih banyak ya mbak... Ngomong ngomong pak Lian kemana ya mbak sekarang... Alhamdulillah dia selamat... Itu artinya Jason juga selamat ya mbak?" tanya Kalandra cukup semang mendengar kabar tersebut.

Tari menghela nafasnya. "Dia enggak selamat Kal.. "

"A-apa?" tanya Kalandra tak percaya... matanya langsung berkaca kaca setelah mendengarnya.

Sayap Sayap Patah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang