23

44 4 3
                                    

Kalandra tersentak saat melihat ada Lian melalui kamera CCTV yang ada diruang kerja Anita.

"Bener kan itu dia? Kok bisa dia kesini ya Kal? Apa mau ketemu saya?" tanya Anita sudah pede duluan, cengar cengir. Kalandra menghela nafasnya.

Ia mencoba menapikan perkiraannya yang mengira kalau Lian kesana untuk menemuinya.

"Mana mungkin sih Kal. Kamu ngaco aja..." batin Kalandra meski masih cukup jengkel dengan Lian. Ia coba mengabaikan Lian disana yang tampaknya sudah diberi ijin oleh petugas security sana untuk masuk ke dalam kantornya.

Kalandra menghela nafasnya. Ia bingung, ia tak mau bertemu dengannya. Alhasil ia pun sembunyi dibawah kolong meja kerjanya.

Dan menutupi dirinya dengan kursi. Riska merasa aneh dengannya. "Lo ngapain sih Kal... Nyari tikus?" tanya Riska.

"Kalo ada pak Lian jangan kasih tahu aku disini..." ujar Kalandra.

"Hah? Pak Lian? Emangnya ada pak Lian disini?" tanya Riska heran.

Baru bertanya seperti itu Lian langsung muncul dihadapannya. "Kalandra mana?" tanya Lian, Riska langsung menunjuk ke arah Kalandra yang ada dibawah meja. "Nih disini..."

"Riska iihh..." Kalandra kesal.

"Pak kenapa sih Kalandra akhir akhir ini? Kalian lagi berantem ya? Kalandra jadi aneh gitu tahu pak..." adu Riska.

"Apa sih Riskaaaa..." keluh Kalandra langsung bangkit dan luruskan tubuhnya.

"Saya mau bicara berdua sama kamu, boleh?" tanya Lian.

Kalandra menghela nafasnya kembali, ia terpaksa mengiyakan keinginannya. Berbicara empat mata dengannya, disudut luar ruangan kerja mereka.

"Ini punya kamu kan?" Lian menyodorkan id card milik Kalandra.

Kalandra tentu tersentak melihatnya dan langsung mengambilnya, merasa sangat bersyukur, id card yang ia cari cari akhirnya ketemu.

"Iya ini punya saya..." ucapnya.

"Makasih." katanya lagi.

"Sama sama. Syukurlah ketemu sama saya. Kalau sama orang lain mungkin enggak sampai ke tangan kamu nanti... Enggak bisa nyusul sampai kesini." ujar Lian. Kalandra mengangguk meski agak canggung suasana diantara mereka. Ia sesungguhnya masih kesal dengan Lian tapi karena hal ini ia jadi mengenyampingkan rasa kesalnya itu.

"Mau pakai imbalan?" tanya Kalandra.

"Ah, enggak, enggak perlu. Saya juga sengaja kesini karena ingin bicara sama kamu."

"Bicara apa?"

"Saya ingin meminta maaf soal waktu itu..." ujar Lian.

"Udahlah... Udah terjadi..." ujar Kalandra.

"Kamu sudah memaafkan saya?"

"Saya masih kesal...."

"Itu artinya kamu belum memaafkan saya..."

"..."

"Sejujurnya saya ingin menyampaikan soal ini sejak awal, kalau saya tidak tahu menahu tentang penyekapan kamu. Diandra dan Joni lah yang merencanakan itu tanpa sepengetahuan saya. Tapi kamu juga tidak apa apa mau marah ke saya atau tidak. Intinya saya tidak bersalah atas hal ini, saya hanya ingin menjelaskan, kalau saya tidak pernah mengijinkan cara yang dilakukan Joni kepada kamu. Saya tidak ingin melibatkan orang tidak bersalah seperti kamu." ujar Lian, membuat Kalandra terdiam sesaat dikatakan seperti itu.

"Kalau kamu masih marah, saya ikhlas kamu marah. Tapi sejujurnya yang saya katakan itu benar. Saya tidak ada maksud apa apa apalagi menjebak kamu. Saya bukan tipe orang seperti itu. Dan kalau saya boleh saran. Saya harap kamu tidak bertemu lagi sama Jason. Karena dia berbahaya. Dia mafia dan kamu harus menghindarinya sejauh mungkin supaya kejadian kemarin tidak terulang lagi." ujar Lian serius.

"Saya kemarin ketemu sama Jason. Dan jujur saya pribadi merasa aman berada didekat dia. Maksud saya, dia bukan orang yang jahat seperti pemahaman semua orang tentang mafia. Dia orang yang baik. Waktu dia kecelakaan dan amnesia, saya tolong dia. Dan bahkan sampai dia ingat semuanya, dia masih tetap bersikap baik sama saya. Saya harap bapak mengerti. Kalau saya tidak bisa mengelak perihal Jason, dia orang yang tidak sepantasnya saya hindari menurut saya." ujar Kalandra.

Lian tersentak sepanjang ia mengatakan soal Jason.

"Kamu berkata seperti ini, apa karena kamu mulai suka sama dia?"

Kalandra balik tersentak, mengernyit heran. "Heh? Suka?"

"Kalau itu mau kamu, saya enggak bisa larang, silakan kamu dekati dia sesuka hati kamu...." ujar Lian dingin, segera pergi menjauhkan diri, menghilang dari pandangannya. Kalandra terheran.

"Tunggu, tunggu... Dia ... Marah?? Emang aku ngomong apa barusan??? Kok dia sampai pergi gitu aja? Dia marahh??" tanya Kalandra kebingungan.

Anita dan Riska yang sejak awal menguping pembicaraannya langsung menghampiri.

"Kayaknya ada yang barusan abis ditagih hutang nih..." ujar Riska.

Kalandra heran. "Hah???"

"Ayolah, pak polgansol kesini mau nagih hutang jam tangan itu kan? Lo kan waktu itu jual jam tangan nah terus lo lupa kasih jam tangannya ke dia..." ujar Riska.

"Bukaaaannn!!" sergah Kalandra.
"Pak polgansol mau bayar hutang?" tambah Anita.

"Bukan jugaaaa..." ujar Kalandra.

"Nah terus apa?"

"Dia...."

"Dia???"

"Mau ...."

"Mau???"

"Mau ngasih duit kembalian...."

"Hahh????"

Jason membuka kedua matanya dan ia merasa sedikit pening. Tepatnya ia baru bangun setelah semalaman tertidur pulas akibat mabuk.

Ia coba mengingat aoa yang terjadi, tapi sedikit pusing ketika mengingatnya. Ia menguap sangat dalam. Seseorang mengetuk pintunya.

Tidak lain itu adalah Leo ketika ia membuka pintu. "Tuan, sarapan sudah siap." ujarnya.

"Ya..."

Beberapa saat kemudian ia turun ke lantai 1 rumahnya, menuju ke meja makan. Ia mulai mengambil piring dan makanannya. Leo yang berdiri disampingnya lantas berkata.

"Berdasarkan informasi yang diberikan, Prima Sudjatmiko sedang mengadakan acara ulang tahun perusahaannya." ujar Leo.

"Sepertinya akan menarik kalau kita mengacaukan acara itu..." ucap Jason tersenyum licik.

"Untuk membalas dendam atas kematian kakak anda tuan?" tanya Leo.

"Untuk segala hal yang telah dia renggut." ujar Jason.

"Jika itu keinginan anda tuan. Saya akan lakukan..." ujar Leo.

"Ini akan menarik, papa juga pasti sangat menanti hal ini." ucapnya seraya menyuap makanannya.

"Tapi khawatirnya nanti ini akan berimbas pada orang terdekat tuan. Bagaimana jika..."

"Sudahlah patuhi saja... Lagipula melawan mereka adalah alasan kita terlahir didunia ini..."

"Baik tuan..."

Di kantor Clandestein group. Kintan merasa sangat ketakutan, ia khawatir jika berita perselingkuhannya telah tersebar.

"Sialan tuh cowok, gue jadi enggak nyaman gini ditempat kerja.. Awas aja kalo ketemu... untung gue udah kasih duit buat tutup mulut tuh orang... " batin Kintan. Richard memegang pundaknya.

"Kintan..." memanggil. Kintan bergidik takut. "Kenapa kamu?"

"Eh, enggak pak..."

"Nanti pijitin saya ya..."

"Eh iya pak..."

"Lama lama gue jadi tukang urut pribadinya juga nih, dibayar juga kaga... kagak ada duit, kagak jalan lah... piye sih bapake." batin Kintan.

Tiba tiba ada telepon masuk, telepon kantor. Richard mengangkatnya. "Halo dengan siapa?"

"Halo mbak Kintan... Uang tutup mulutnya kurang nih..."

Kintan langsung terbelalak saat sayup mendengar suaranya. Ia langsung rebut teleponnya. "Kamuuu!!!"

Sayap Sayap Patah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang