6

57 9 6
                                    

Di restoran.
Riuh suasana sekitar restoran, banyak mobil maupun motor terparkir ditempat pemarkiran, penuh.

Banyak yang mengantri hanya untuk makan ditempat itu. Tidak heran pengaruh medsos memberi perubahan telak bagi restoran itu, semenjak viral di media sosial tektek, restoran yang semula hanya satu atau dua orang yang mengunjungi kini jadi meluber pengunjungnya.

Diandra membuka pintu mobil dan keluar bersama teman-temannya yang lain, disana ada Putra, Tari, Joni dan Lian. "Gimana nih, penuh gini...." ujar Putra.

"Masuk aja udah, yokk... Keburu nambah ngantri." ujar Joni mengajak.

Mereka pun segera masuk ke dalam restoran tersebut. Melihat dimanapun kursi penuh, tak ada satupun kursi tersisa.

"Ini sih alamat gelar tiker..." ujar Tari melihat suasana seramai itu. Langsung dibalas oleh "Emang enaknya ngampar tiker kalo ini, persis lagi piknik di ragunan." ujar Putra saling tertawa bersama Tari.

Diandra berkata pada Lian. "Gimana ini Lian, enggak kebagian tempat duduk..." sambil menyandarkan tangannya pada Lian.

"Itu ada yang mau keluar... Ayo kesana." ujar Lian melepas sandaran tangannya. Diandra merasa sedikit canggung atas perlakuan Lian barusan, padahal ia sempat mengira, mereka sedekat itu. 

Di kursi tengah tepatnya mereka duduk, Lian duduk disebelah Putra sedangkan Diandra duduk disebelah Tari dan Joni. Mereka saling membuka list menu yang tersedia di meja.

Membacanya dengan seksama dan melihat daftar harganya. "Ini termasuk murah loh ya... Pantes viral..." ujar Tari.

"Tapi enggak tahu rasanya, apakah sepadan? Atau enggak?" ujar Diandra.
Lian memanggil salah satu waitress sana.

"Mbak..." seraya melambaikan tangan. "Saya mau pesan..." ujar Lian. Waitress itu segera menghampirinya dan berkata.

"Iya pesan apa pak?" ia sudah menyediakan pulpen dan kertas untuk mencatat.

Banyak yang dipesan, satu per satu dari mereka juga bersahutan menyebut makanan yang mau dipesan.

Tiba tiba semua pasang mata langsung tertuju pada dua orang sosok yang sangat mereka kenali.

Tidak lain itu adalah Safira yang bersama Rafael, Safira sang anak dari mendiang pemilik restoran ini. Pakaiannya yang begitu mewah dan mencolok cukup mencuri perhatian mereka semua.

"Siapa sih?" tanya Tari penasaran. Diandra mengerdikkan bahunya.
Beberapa dari mereka cukup mendengar orang-orang saling membicarakan Safira.

"Dia bukan sih?"

"Itu pasti dia...." .

"Dia yang anak pemilik restoran ini kan? Safira..."

"Oh itu dia? Yang katanya pewaris seluruh restoran ini di berbagai cabangnya di indonesia?"

"Gila, restorannya kan banyak banget..."
"Calon orang sukses dia..."

Lian tak begitu memperhatikan suara mereka. Saat ketika Safira berjalan melewatinya, dan posisi mereka berada sedekat itu, membuat suara pikirannya terdengar dengan jelas. 

"Lihatlah wajah wajah polos itu, seolah mereka mengagumiku hanya dalam sekali pandang saja. Apakah aku sesempurna itu dimata mereka? Bodoh... Sangat amat bodoh yang mereka pikirkan....."

Sangat jelas hingga membuat Lian menoleh ke arah Safira dengan kernyitan matanya. "Bukankah itu suara pikiran dia?" batin Lian.

Safira berdiri ditengah mereka semua lalu menyambut mereka semua dengan senyuman hangat.

Sayap Sayap Patah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang