19

48 3 5
                                    

Kalandra merasa sangat cemas, dirumah sakit ia dengan setia menunggu Jason.

Diluar ruang UGD, ia tampak sangat murung, atas apa yang terjadi tadi, anak buah Jason menghampiri Kalandra. Menawarkannya sebotol minuman.

"Anda pulang saja, kami yang akan menunggu tuan muda." ujar ajudan Jason.

Kalandra masih diam saja. Enggan menjawabnya masih tetap kokoh menunggu.

"Saya rasa tuan Jason juga tidak akan menerima kalau nona sakit karena belum makan, anda seharian ini menunggu tuan tanpa makan dan minum." ujar Leo.

Kalandra masih terdiam.

"Saya harap nona mau mengikuti saran saya... Karena yang harus diperhatikan disini bukan hanya tuan Jason juga tapi keselamatan anda juga... Sebagaimana tuan Jason sangat ingin menyelamatkan anda tadi." ujar Leo.

Kalandra menghela nafasnya. Kalandra ambil pulpen lalu pegang tangan Leo, dan tulis nomor teleponnya ditelapak tangan Leo.

"Ini nomor wa saya... Hubungi saya kalau Jason kenapa napa.." ujar Kalandra, berpamitan dan pergi meninggalkannya.

Kalandra sampai dirumahnya, ia langsung merebahkan dirinya ke atas kasur. "Aku... Capek..." ia membenamkan wajahnya ke bantal.

Sekilas ingatan tentang Lian mengalir didalam kepalanya. Tentang dirinya yang sejak awal baik padanya, tapi ternyata menusuk dari belakang.

Ia salah mengira kalau Lian adalah orang yang pantas ia puji, ia salah jika menganggap dia sosok berbeda dari orang lain, sosok yang tulus tapi nyatanya.... Dia mempermainkan...

"Bagaimana gak sakit hati... Orang yang aku kira dekat malah justru nusuk... "

Kalandra langsung teringat sesuatu, ia ambil hapenya dan hapus foto dirinya dan Lian yang sempat tersimpan di galerinya.

Foto mereka menghadap kamera. Wajah cerianya, menghanyutkan. Menyebalkan.

Ternyata benar kata seseorang, jangan berharap lebih kepada makhluk. Karena nanti akan sakit hati, dan ternyata benar, ia termakan.

Tiba tiba hapenya berbunyi. Ada telepon dari seseorang, ia mengangkatnya tanpa melihat dari siapa. "Waalaikumsalam..."

"Kala... Ini sa--"

Suara Lian, langsung dimatikan teleponnya oleh Kalandra. Ia taruh kembali hapenya ke atas kasur. Ia meraung. "Akhh! Kenapa diangkat siiihh!!!"

Hapenya terus berbunyi, Kalandra tetap tak memperdulikannya, sekalipun belasan hingga puluhan kali hapenya terus berbunyi.

Ia sangat enggan menoleh ke hapenya.
Disaat yang sama Lian yang sedang berada di kamarnya menghela nafasnya, tahu dirinya terabaikan begitu saja oleh gadis itu. Lian menerima chat dari Joni.

"Pak, sekali lagi maafin saya ya pak.... Saya ngaku nyesel ngelakuin semua ini... Saya janji enggak akan ngulangin..."

Lian semakin menghela nafasnya selepas melihat chat darinya. Jangan harap dia bisa bekerja lagi jadi ajudannya.

Hapenya diletakkan sembarang. Jengkel.
Ia rebahan di kasurnya. Melihat langit-langit kamarnya, teringat dengan Kalandra dan bayangan imajinasinya yang sangat berbeda dengan imajinasi orang lain, mirip seperti layar.

Perpaduan angle, aturan posisi, dan aturan frame atau gerakan cepat dan lambatnya. Seakan memang berada didalam layar.

Imajinasi yang aneh...

Banyak juga yang terjadi pada mereka mulai dari saat itu, semua berjalan mengalir, kejadian demi kejadian yang melibatkan mereka satu sama lain.

Tapi ketika melihat gadis itu sekarang dekat dengan seseorang, yang ternyata seorang mafia....

Ia merasa ingin menghalaunya, karena memang sudah tugasnya, namun jika itu dihubungkan ke perasaan. Ia merasa tak nyaman.

Gadis yang sejak awal ia taruh perhatian,  malah justru memalingkan wajahnya ke arah lain. Apakah mungkin dia menyukai mafia itu?

Kenapa rasa keingintahuan tentang hubungan mereka semakin menggebu gebu dalam hatinya. Tidak rela rasanya membiarkan Kalandra memilih lelaki macam Jason.

Perasaan tidak relanya semakin membuatnya tak nyaman. Apa sebenarnya yang ia rasakan selama ini terhadap Kalandra, rasa penasaran atau rasa yang lain?

Lalu bagaimana jika lelaki yang dekat dengannya bukanlah Jason? Apakah ia akan rela Kalandra direbut orang lain?

Ia masih tidak paham karena tidak sepenuhnya mengerti. Seberapa pentingkah Kalandra didalam hidupnya.

Hingga sampai seluruh matanya selalu terpusat pada gadis itu.

Tiba tiba ada yang meneleponnya. Hapenya berbunyi. "Ya?" Ternyata dari Diandra.

"Maaf.."

Lian melihat kontaknya dan memasang wajah datar selepas melihat namanya.

"Harusnya kamu meminta maaf sama para polisi yang sudah menjadi korban, bukan saya..." ujar Lian.

"Ini juga karena kamu Lian... " wanita itu langsung menyalahkan.
Lian keheranan.

"Kamu yang gak pernah peka jadi cowok.... Kalau kamu peka semua ini enggak akan terjadi... Aku ngelakuin semua ini karena kecewa sama kamu..."
"Tunggu, kenapa kamu jadi menyalahkan saya?" Lian  tanya.

"Kamu harusnya enggak berhubungan sama wanita itu... Wanita itu udah membuat kamu lupa Lian, yang ada dihadapanmu saat ini adalah anak bos mafia.... Kamu enggak boleh lupa, kamu enggak boleh melibatkan perasaanmu ..."

Lian langsung mematikan teleponnya tak mau ambil pusing, terlalu banyak hal yang membuat moodnya buruk hari ini. Akan lebih baik ia tidur.

Esok harinya di halte. Lian tak lagi menemui Kalandra. Padahal di jam segitu ia biasa menemukan Kalandra disana.

Lian merasa ditinggalkan. Apalagi banyak kenangan di halte itu. Membuatnya perlahan ingin naik bus langganan Kalandra.

Sekalipun bus itu tidak searah dengannya. Ia hanya ingin meluangkan waktunya untuk mengenang.

Ia duduk dikursi tengah, sebagaimana biasanya ia dan Kalandra duduk dikursi tersebut. Memalingkan seluruh wajahnya ke arah kaca. Hujan perlahan mulai turun, memberi bercak tetesannya dikaca.

Dipandangnya awan yang juga sedang kelabu. Tiba-tiba kedua matanya terbelalak saat melihat Kalandra masuk ke dalam bus menghindari hujan dan saat itu ia merasa seperti bermimpi bisa melihatnya lagi.

Ia cubit pipinya mengira kalau itu mimpi, ternyata bukan.

Kalandra memalingkan wajahnya dari Lian dan mulai duduk di kursi paling belakang.

Lian berniat akan menghampirinya tapi sulit juga, karena mendadak penuh busnya disesaki orang-orang yang baru datang.

Dan kelihatannya juga Kalandra sangat enggan melihat ke arahnya, apalagi berbicara dengannya. Dia pasti akan langsung kabur. Lian akhirnya mengirim pesan pada Kalandra di wanya.

"Saya mau menjelaskan sesuatu ke kamu... Boleh saya hampiri kamu sekarang?" tanya Lian di chatnya. Centang satu, ternyata hapenya tidak aktif. Lian menghela nafasnya.

Keluar dari bis, Kalandra langsung bergegas, Lian juga ikutan keluar dari dalam bis. Menyusul Kalandra. "Tunggu Kal..."

Kalandra merasa dikejar, ia langsung keluarkan kecepatan penuhnya untuk masuk ke dalam kantor. Ngibrit. Lian menghela nafasnya. Kalandra cepat sekali larinya.

Dirumah sakit, seorang pria misterius keluar dengan jas dokter, ia tepatnya sedang menyamar sebagai dokter saat itu, tujuannya saat ini adalah ruang IGD tempat Jason dirawat.

Ia berjalan langkah demi langkah menuju ke ruangan itu dan buka pintunya, masuk.

Tak disangka Jason seorang diri, ini kesempatan emasnya. Ia berniat akan mencekiknya, kedua tangannya tersodor ke batang lehernya.

Sayap Sayap Patah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang