___________
11. Orang bumi yang menjadi alasan rindu
🐑💨
Sehabis sholat isya, Odhi berlarian menyusuri desa sesekali menjawab seseorang di seberang telepon sana. Degup jantungnya tak kalah cepat dari langkah, menghasilkan buliran keringat membahasi kening Odhi.
"Odhi...."
"Sebentar lagi sampai, Kak."
Dan sumpah, Odhi hampir terjungkal ke depan jika saja tak kuasa menahan keseimbangan saat sandal jepit kesayangan karena pemberian dari bapak putus salah satunya. Salah aspal yang berlobang-lobang itu, mengapa harus membuat kakinya tersandung.
Odhi berdecak sebal, tidak ada waktu lagi. Cowok itu melepas sepasang sandal itu, kemudian melanjutkan acara berlari itu. Ada yang harus dibantu, begitu membutuhkan. Hatinya terus berdoa semoga tak terlambat sesuai asanya.
Kedua matanya memicing saat melihat tak jauh dari lorong sepi di sana, yang menelpon tadi mengumpat di balik pohon. Dengan segera kaki tanpa alas itu semakin dipercepat untuk sampai.
"Kak Silvi," panggil Odhi.
Yang dipanggil pun menoleh, wajah perempuan itu begitu tersirat ketakutan. Bibir ranumnya bergetar dengan jemari yang tak kalah gemetaran. "Bantu Ganka, Odhi. Kasian Ganka, bantu Ganka...." Hidung Silvi sampai memerah menahan tangisnya. Telinganya sudah menelan banyak suara mengerikan dari dalam lorong sana.
Odhi mengangguk, meski dalam hati ia sangat ragu. Cowok itu beranjak berdiri dari semula berjongkok, kakinya melangkah memasuki lorong. Odhi meringis saat mendengar suara pukulan-pukulan itu. Kakinya semakin ragu untuk tetap melangkah.
"Aku nggak jago gebuk-gebukan," gumamnya. Tangannya mengepal kuat-kuat demi mengumpulkan keberaniannya, mengingat kemampuan bela dirinya setipis tisu, sungguh. Itu alasan Odhi tepar duluan saat beradu dengan Ganka.
"Tapi, kalo Ganka mati gimana?" Odhi menggeleng kuat menepis pikiran buruk itu. "Odhi Zai Kanigoro lakik! LAKIK SEJAK LAHIR!! PUNYA TITID NGGAK BOLEH GENTAR!!" Odhi segera berlari semakin masuk lorong saat sudah melihat punggung dua orang beradu otot.
"SINI KOE WEDOS!" Odhi kemudian membulatkan tangannya, memberi ancang-ancang untuk menonjok muka lelaki yang pantas di sebut bajingan itu. Di luar ekspektasi Odhi, kemampuan bela dirinya update saat berhasil mendaratkan satu pukulan di wajah lawan.
Tidak ingin membuang kesempatan, Odhi segera melancarkan semua pukulan yang ia tahu saja. Apa saja, asal memberi peluang untuk Ganka beristirahat karena sudah tak berdaya tergeletak di atas tanah.
Setelah sekian menit lamanya, akhirnya lawan Odhi pilih mundur. "Tak titeni raimu!" hardiknya sebelum benar-benar pergi meninggalkan Odhi yang sudah ngos-ngosan. (Gue tandain muka kamu!)
"Wong gendeng sinau dadi bajingan koe?!" pekik Odhi yang sudah tak digubris oleh orang itu. (Orang gila belajar jadi bajingan, kamu?!)
Odhi, cowok itu balik badan menghampiri Ganka yang masih tepar di sana dengan luka lebam yang lumayan banyaknya. Ia berjongkok. "Kuat nggak?" tanyanya tentu khawatir pada kondisi sahabatnya itu. Bayangkan badan se-kekar lawannya tadi beradu dengan Ganka yang sak-uprit.
Tidak ada respon dari Ganka, cowok itu asik memejamkan mata yang sesekali menelan saliva. Odhi paham sahabatnya itu betulan kesakitan, dia sendiri yang hanya mendapat sedikit pukulan saja sempat meraung lalu balas menjambak apalagi Ganka?
"Adek!"
Akhirnya mata Ganka terbuka saat mendengar suara kakaknya. Begitu saja Silvi menghamburkan pelukannya pada sang adik, membuang jauh-jauh rasa gengsinya kemudian menangis sejadi-jadinya di bahu Ganka.
KAMU SEDANG MEMBACA
2021: Kolase Odhi
Teen FictionOdhi Zai Kanigoro, lelaki slengean dan cita-cita tingginya. Seseorang yang handal merawat kambing yang ia beri nama Etawa Sojiun. Bukan anak yang tinggal memilih sekolah, kuliah tinggal kuliah. Lahir di keluarga sederhana dengan ekonomi terbatas me...