“Thalassa!”
“THALAA!!”
“Thalassa kau di mana?!!”
Sekitar jam 4 subuh, tidak ada angin tidak ada hujan, Shanks tiba-tiba terbangun dengan perasaan yang tidak enak. Dia mendapati kantung tidur milik Thalassa yang kosong melompong. Saat itu juga dia membangunkan semua orang dan menyuruh mereka menyisiri pulau untuk mencari gadis berambut perak tersebut.
Jujur, semua orang frustasi mencarinya, lantaran keberadaan gadis itu tidak bisa terdeteksi dengan haki. Pikiran buruk mengenai Thalassa langsung muncul baik di kepala Shanks maupun yang lainnya. Mereka berdua lah yang paling panik. Bahkan Benn yang dikenal memiliki pembawaan yang tenang saat itu kalang kabut menyusuri hutan untuk mencari keponakannya.
Shanks tidak perlu ditanya. Dia sudah memikirkan yang tidak-tidak sejak sedetik saat mendapati Thalassa tidak ada di sekitar camp. Pria itu tiba-tiba dilanda rasa bersalah jika membayangkan Thalassa kenapa-kenapa. Apa yang harus dia lakukan, sialan?! Dia benar-benar buntu dan tidak tahu harus apa!
“BOS!! KAMI MENEMUKAN SANDALNYA!!”
Shanks berlari menghampiri Yasoop di pesisir pantai. Meraih sandal yang telah koyak tersebut dengan tangan bergetar. “Di—mana kau menemukannya?” tanyanya.
“Di pesisir pantai. Benda itu terbawa ombak.”
Penjelasan Yasoop sukses membuatnya Shanks meneguk ludahnya susah payah. Membayangkan situasi apa yang tengah Thalassa hadapi sekarang dan entah apakah dia masih bernapas atau tidak. “Lakukan penelusuran sejauh 100 meter dari bibir pantai!” perintahnya kemudian. Shanks berbalik untuk memanggil beberapa krunya. “Lime, Snake, Punch! Bantu aku turunkan sekoci!”
Tepat saat Shanks berhasil naik ke atas Red Force, suara pekikan burung elang terdengar. Pria berambut merah itu tersentak dan refleks mendongak. Itu elangnya, setelah penantian hampir 2 bulan lamanya, akhirnya burung itu datang membawa kabar. Tapi ... Kenapa harus sekarang? Di saat situasi sedang begitu kacau.
Shanks merentangkan tangannya dan bersiul memanggil elang tersebut untuk turun dan hinggap di lengannya. “Snake, perintah yang lain untuk mulai mencari! Aku akan menyusul.”
Shanks membawa elang tersebut ke kabinnya dan mengambil sebuah surat beramplop hitam dengan segel lilin bewarna emas dengan lambang keluarga Figarland. Pria itu tanpa lama-lama membuka surat tersebut yang berisi beberapa lembar penyataan hasil laboratorium. Hampir 2 menit Shanks mematung membaca lembaran tersebut hingga tiba-tiba matanya memanas dan dengan cepat mengambil telesnail di meja untuk menghubungi seseorang.
Gotcha!
“Ini aku!”
Di ujung sana, si penerima telepon tertawa. “Ah, biar kutebak. Kau sudah menerima hasilnya, bukan? Kau tahu, aku sudah merayakan pesta di barak selama 3 hari 3 malam untuk merayakan hal ini. Siapa sangka aku memiliki seorang cucu—”
“Kenapa kau tidak langsung menghubungiku?! Kenapa kau membuatku menunggu dalam ketidakpastian?!” balas Shanks dengan dada yang menggemuruh. Matanya terasa panas. Entah ini dorongan alam bawah sadarnya atau apa, dia ingin menangis sekarang juga.
“Oy, apakah ini balasan yang pantas untukku? Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk itu. Bahkan uang tutup mulutnya saja tidak kecil! Seharusnya ucapan terima kasih sudah cukup, dasar brengsek!”
Shanks meremas rambutnya frustasi. Sisi lain dia sadar tidak seharusnya dia protes kepada orang yang sudah membantunya. Tapi di sisi lain dia ingin sekali marah, andai saja dia tahu hal ini lebih awal, dia akan mendekap gadis kecil itu dalam pelukannya sehingga tidak akan pernah terlepas dari pengawasannya sedetik pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salt Of The Earth (on-hold)
FanfictionThalassa tumbuh dengan sebuah topeng protagonis di wajahnya. Dia bersikap baik, ramah, cerdas dan kuat. Orang-orang menganggap dirinya adalah kartu As yang dimiliki oleh bajak laut Topi Jerami, tanpa mengetahui jika di balik mata biru lautnya itu me...