Canggung.
Satu kata yang bisa mendeskripsikan keadaan sekarang adalah canggung.
Tidak pernah terpikirkan di benaknya, akan satu ruangan dengan pria itu tanpa ada aura membunuh darinya. Thalassa mencoba untuk menenangkan dirinya dengan meremas selimut yang menutupi kakinya. Ini sudah 3 menit berlangsung sejak dia terbangun, dan belum ada percakapan apapun di antara mereka berdua. Baik Thalassa maupun Shanks, keduanya sama-sama canggung untuk memulai pembicaraan.
Hingga akhirnya Shanks mau memberanikan diri untuk berdeham, membuka awal pembicaraan. “Apa kau merasa sakit?” tanyanya. Pria itu menatapnya lekat-lekat, kemudian beralih melihat tangan kirinya yang dibebat oleh perban akibat luka robek.
“Tidak. Aku ... Baik-baik saja.”
Shanks mengangguk kecil. Kini dia bingung mau berbicara apa lagi, hingga kemudian dia teringat jika gadis kecil itu perlu makan. Perutnya pasti keroncongan karena seharian belum terisi apapun. “Kau pasti lapar. Tunggu sebentar, aku akan ambilkan makanan untukmu,” katanya. Lalu keluar sebentar dari kabinnya
Pria itu datang tak lebih dari 2 menit bersama nampan yang terisi semangkuk sup ayam dan segelas air. Shanks awalnya ingin menawarkan diri untuk menyuapinya, namun batal saat gadis itu sudah lebih dulu mengambil alih sendok dan mulai menyantap makanannya. Lagi-lagi mereka dilanda canggung. Shanks mati kutu. Thalassa gugup bukan main.
Yang terdengar di antara mereka hanya suara dentingan sendok dan sapuan ombak dari luar. Sebenarnya, ada begitu banyak pertanyaan yang ingin Thalassa bicarakan. Tapi sepertinya timing-nya kurang tepat. Dia ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi, kenapa pria itu menatapnya dengan ekspresi aneh seperti itu, juga bagaimana pria itu bisa-bisanya memanggil dirinya ‘Papa’ untuknya. Padahal Thalassa belum memberikan kalung milik ibunya.
Tunggu, di mana kalung ibunya?!
Melihat gadis itu yang tiba-tiba panik seraya meraba-raba lehernya, membuat Shanks tersenyum dan memberikan kalung tersebut. “Kau mencari ini?”
Mata Thalassa terbelalak. Kalung itu sudah disentuh olehnya. Itu artinya ...
“Aku sudah bertemu dengan ibumu. Kita berbicara banyak hal. Tentangmu tentunya.”
“...”
“Maafkan Papa, Thalassa.” Shanks terdiam sejenak. Menyusun kalimat yang pas untuk dia katakan selanjutnya. “Aku telah jahat padamu. Aku tidak pantas menjadi sosok ayah bagimu. Bahkan aku tidak pantas menerima pengampunanmu.”
“...”
“Tapi kuharap kau mau memberikanku kesempatan kedua. Kesempatan bagiku untuk mencintaimu.”
Thalassa tidak tahu harus mengatakan apa. Dia hanya bisa terdiam, menahan sesuatu di dalam dirinya. Jangankan mendapati pria ini memohon maaf padanya, membayangkannya saja dia tidak pernah. Dia sudah merasa cukup bahagia bisa berlayar dengan pria yang merupakan ayahnya yang sesungguhnya.
Gadis itu mengesampingkan sejenak makanannya dan memilih untuk memeluk pria itu. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa, tapi setidaknya dia ingin melakukan ini sejak pertama kali mereka bertemu.
“Aku memaafkanmu, Pa.”
* * *
Ada beberapa hal yang berbeda sejak orang-orang tahu siapa Thalassa yang sebenarnya. Meskipun Benn dan yang lain masih bersikap sama padanya, namun Uta dan Shanks 180 derajat berbeda.
Shanks sejak kejadian itu, sekarang mulai terang-terangan bersikap baik padanya. Beberapa kebiasaan yang dulu Benn lakukan padanya, dia lakukan. Thalassa tidak merasa keberatan, hanya saja dia belum terbiasa dengan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salt Of The Earth (on-hold)
FanficThalassa tumbuh dengan sebuah topeng protagonis di wajahnya. Dia bersikap baik, ramah, cerdas dan kuat. Orang-orang menganggap dirinya adalah kartu As yang dimiliki oleh bajak laut Topi Jerami, tanpa mengetahui jika di balik mata biru lautnya itu me...