12 | Tout Ira Bien

109 25 2
                                    

Di antara 4 musim yang ada di pulau Deer, Thalassa paling tidak suka dengan musim panas, selain karena mataharinya yang terik dan kerap membuat kulitnya terbakar, musim panas juga adalah akhir dari hidup seseorang dan sekaligus awal dari penderitaannya.

Saat itu masih siang, seperti biasa Nerina sedang beristirahat di kamarnya akibat tubuhnya yang tidak bisa terlalu lama beraktivitas. Wanita itu memanggil Thalassa yang sedang berada di dapur. Tak lama gadis kecil itu datang dengan membawa botol minuman berukuran cukup besar beserta dua sedotan di dalamnya.

“Ibu haus? Thala buatkan jus limau!”

Nerina tersenyum. Dia menarik kursi di ujung ruangan dengan sihirnya dan membiarkan putrinya duduk di sana. “Terima kasih, Sayang,” ucapnya seraya menerima botol tersebut, tak lupa mengelus pipi tembamnya yang terlihat merona.

Nerina meneguk minuman tersebut sejenak yang cukup menyegarkan tenggorokannya, namun tidak cukup mengembalikan tenaganya untuk kembali pulih. Wanita itu menaruh botol tersebut ke meja nakas menatap Thalassa lekat-lekat.

Anak ini masih kecil. Dia baru beranjak 3 tahun beberapa bulan yang lalu. Kemampuan berbicara juga terkadang sedikit tersendat dan bahkan belum begitu paham beberapa kosa kata. Dengan kondisi wanita itu yang kian hari kian parah, membuatnya sangat khawatir bagaimana nasib putrinya nanti.

Dia masih kecil. Terlalu lugu untuk ditinggal seorang diri di tempat di mana orang-orang sangat membencinya. Nerina merasa bersalah harus memberikan beban ini padanya yang harus terpaksa dewasa sebelum umurnya.

“Thala, ada sesuatu yang ingin aku katakan. Kemarilah.” Nerina menggeser sedikit tubuhnya dan menyuruh gadis kecil itu duduk di sebelahnya.

Thalassa tanpa banyak bertanya, langsung naik ke atas ranjang dan memeluk ibunya dari samping. Dia bisa merasakan sentuhan tangan wanita itu di kepalanya.

“Maafkan Ibu, mungkin ini akan cukup membuatmu kaget.” Nerina mengecup pucuk kepalanya dan menarik napas dalam-dalam. Menguatkan hatinya untuk membuka masa lalu yang harus kandas sebelum semuanya dimulai. “Ini tentang papamu.”

Kerutan muncul di kening Thalassa. Gadis itu melepas pelukannya dan menatap ibunya dengan kebingungan. “Papa? Maksud ibu ... Ayah?” tanyanya.

Nerina lagi-lagi menarik napasnya. Ini terlalu berat baginya. Tapi dia harus segera memberitahu segalanya sebelum semuanya terlambat. “Bukan. Ayah yang kau kenal, bukanlah ayahmu yang sesungguhnya.” Nerina menggeleng pelan. “Aku menghormati Zack, dia mau menerima kita dengan lapang dada dan menjadikan dirinya sebagai sosok ayah bagimu tanpa ada rasa benci sedikitpun. Dia menyayangimu seperti anaknya sendiri.”

Thalassa masih terdiam. Gadis berusia 3 tahun itu sedang memproses informasi tersebut di kepalanya. Jadi selama ini ... Ayahnya bukan ayahnya? Lalu siapa yang ibunya sebut Papa itu?

Nerina tahu betul ekspresi apa yang dilemparkan putrinya. Dia pasti bingung dan sulit mencerna semuanya. “Papamu adalah seorang bajak laut. Dia berpetualang di luar sana sejak dia kecil hingga detik ini.”

Gadis kecil yang memiliki penampilan mirip sekali dengannya itu tercekat. Lantaran terkejut dengan informasi barusan. “Ba—bajak laut?”

Ibunya tersenyum lembut. Mengusap kepalanya dengan pelan. “Jika di dunia terdapat bajak laut yang baik hati, maka dia orangnya. Shanks meskipun memiliki watak yang keras, tapi dia tidak pernah menyiksa orang yang membutuhkan perlindungan.” Nerina masih setia memasang senyum indah di wajahnya, meski ada sesuatu yang terus dia tahan sejak tadi.

“Huh? Shanks?” Thalassa memiringkan kepalanya. Merasa asing dengan nama itu.

Nerina kembali mengelus kepalanya. “Jika suatu saat Ibu pergi, kau harus bertahan sebentar lagi untuk bertemu dengannya.”

Salt Of The Earth (on-hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang