9 tahun kemudian di Kepulauan Sabaody ...
Dermaga sangat ramai, sama persis seperti terakhir kali gadis itu kunjungi beberapa bulan yang lalu. Kali ini sedikit berbeda. Dia tidak lagi mengubah rambutnya menjadi merah darah seperti milik kakeknya saat sebelum uban menyapa usianya yang semakin lanjut.
Rambutnya kali ini bewarna cokelat, dia kepang kelabang dan ditutupi oleh topi hitam. Tatapannya yang sebelumnya tertuju pada kesibukan orang-orang di dermaga, kini beralih menatap papan pengumuman yang berdiri di depan toko buku dan majalah. Kakinya yang jenjang melangkah mendekat. Matanya memicing saat melihat beberapa poster bounty bajak laut yang tertempel di sana.
Monkey D. Luffy.
Dead or alive.
Tiga ratus juta Belly.
“Tch!”
Tanpa sadar Thalassa berdecak. Bocah laki-laki itu belum genap setahun memulai karir sebagai bajak laut, tapi peningkatan harga kepalanya begitu drastis. Keonaran apa lagi yang sudah dia dan kru-nya lakukan?
“Kau mengikuti kabarnya?”
Tiba-tiba saja seseorang mengagetkannya dengan mengajaknya berbicara. Thalassa menoleh, mendapati seorang pria bertubuh gempal, tak lama gadis itu merespon dengan mengangguk sekilas.
“Dia ... Apa yang dilakukan olehnya kali ini?”
Pria yang Thalassa tebak adalah pemilik toko buku tersebut terkekeh. “Dia dan krunya berhasil menerobos Ennies Lobby dan menyatakan perang terhadap Pemerintah Dunia!”
Thalassa terdiam. Matanya—yang kini bukan lagi bewarna biru laut, melainkan berwarna hijau gelap—kembali menatap poster tersebut. Ujung bibirnya tertarik, menciptakan senyum misterius yang hanya dia seorang yang paham maksudnya.
“Begitu, ya?” Thalassa meraih poster tersebut, melipatnya dan memasukkan ke dalam saku. “Kau pernah melihatnya langsung?” tanya Thalassa sekali lagi.
Pemilik toko itu menggeleng. “Tidak. Lebih baik bagiku untuk tidak pernah bertemu dengannya. Bajak laut itu sangat bengis, Nona.”
Respon pria itu berhasil membuat senyum di bibir Thalassa memudar. Perlahan gadis itu mengangguk dan pamit. Baru beberapa meter berjalan meninggalkan papan pengumuman, dia tidak sengaja berpapasan dengan seorang pria tua berkacamata dengan tubuh tinggi serta rambut yang telah dipenuhi uban. Jubah putihnya bergerak saat pria itu berjalan dan tidak sengaja menyentuh bahunya. Sejenak Thalassa merasa pernah bertemu dengannya saat dia masih kecil dulu. Pria tua itu terlihat familiar. Tapi sayanya, gadis itu terlalu malas untuk sekedar menoleh. Toh, pria tua itu pasti tidak akan mengenalinya lantaran penampilannya yang berubah. Bukan lagi gadis berambut perak dan bermata biru laut seperti yang orang-orang awam lihat 11 tahun yang lalu.
“Tunggu!”
Tanpa pernah gadis itu duga, pria tua itu memanggilnya. Thalassa tidak berhenti melangkah, namun dia memelankan langkahnya. Menunggu respon selanjutnya.
“Apakah kita pernah bertemu—” Kalimat pria itu terpotong saat terdengar suara gaduh dari salah satu kedai makanan yang tak jauh dari posisinya. Sepersekian detik berikutnya muncul beberapa orang berpenampilan urakan mendekat dan mengepung pria tersebut.
Thalassa tidak menoleh sama sekali, justru terus berjalan meninggalkannya yang masih terpaku menatapnya. Itu mustahil. Tidak ada orang selain Garling dan Aldian yang mengenalinya meskipun dalam penampilan menyamar seperti ini. Gadis itu berbelok ke gang terdekat dan berhenti sejenak. Samar-samar dia mendengar orang-orang berandal tersebut yang mengumpat dan berkata kasar kepada pria yang berhasil mereka ringkus barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salt Of The Earth (on-hold)
FanficThalassa tumbuh dengan sebuah topeng protagonis di wajahnya. Dia bersikap baik, ramah, cerdas dan kuat. Orang-orang menganggap dirinya adalah kartu As yang dimiliki oleh bajak laut Topi Jerami, tanpa mengetahui jika di balik mata biru lautnya itu me...