2 hari kemudian, kabar baik bagi Jeana. Karena dia sudah boleh pulang, dan Azriel sudah sadarkan diri. Dengan plester bekas infus ditangannya ia menjenguk sahabatnya yang duduk diatas kasur.
Azriel tidak henti menatap tangannya itu. Seraya menghela nafasnya, ia berkata.
"Itu tangan lo kenapa?."
"Jeana—." Ucapan Celine dipotong Jeana.
"Gue jatuh tadi, hehe."
"Bohong, dari dulu lo nggak pinter bohong, Na."
Akhirnya Gadis itu meringis.
"Biar gue jawab, Jeana Maag nya kambuh. Ya, lo tau sendiri, Zriel. Dia nggak makan tepat waktu. Dibilangin jawabnya nanti-nanti. Akhirnya drop, dirawat di RS. Yang lebih ngeselin itu.. HIIIH.." Di kalimat terakhir, ia menatap kesal Jeana yang meringis.
"Kenapa?." Tanya cowok itu penasaran.
"Dia nggak ngabarin gue, dia diem aja. Siapa yang nggak kesel coba. Mana jalan sendiri ke Rumah Sakit, terus pingsan di pinggir jalan. Coba aja kalo nggak ada Kak Zaferino, nggak tau apa jadinya sekarang."
Azriel menatap tajam, Jeana. Gadis itu mengalihkan pandangan, dengan berjalan pelan menuju jendela seolah tidak mendengar apapun.
"Wih, bagus juga pemandangannya." Ujarnya.
"Jeana!." Panggil laki-laki itu.
"Hah?." Ia membalikkan badan.
"Gue butuh penjelasan."
"Nggak mau ngerepotin." Jawabnya simpel.
Azriel terkejut mendengarnya, akhirnya ceramah panjang darinya harus Jeana dengar. Bukan 10 atau 15 menit. Tapi 1 jam, Celine saja bosan mendengarnya.
"Denger nggak apa yang gue bilang tadi?."
"Iya-iya denger."
"Jangan iya-iya doang, tindakan juga perlu."
Gadis itu menundukkan kepalanya, patuh.
"Iya deh."
"Oh ya, Zriel. Pas dia dirawat, ada Badut datang tau."
Wajah Azriel kebingungan mendengarnya.
"Disuruh orang buat ngehibur Jeana."
Laki-laki itu tertawa kecil.
"Random banget, siapa yang nyuruh?."
"Nggak tau juga sih." Sahut Jeana.
"Jawabnya Mas-mas, tapi nggak ngaku."
Karena mereka hanya bertiga disana, jadi nyaman ngobrol.
"Cel, lo anter Jeana pulang. Baru juga sembuh, lo perlu istirahat. Harusnya lo langsung pulang, bukan kesini dulu."
Celine mengangguk paham.
"Yaelah, gue juga excited kali liat lo siuman. Lo pikir gue lemah?."
"Bukan masalah lemah atau nggak. Lo perlu istirahat yang cukup."
"Iya-iya, bawel banget." Jawabnya sambil memutar bola matanya.
Handphone milik Jeana berdering. Ia menjauh sebentar untuk menerima telepon.
"Halo? Siapa ya?."
"Sehat belum lo?."
"Ini siapa?."
"Gue? Lo lupa sama gue?."
"Tinggal bilang siapa!."
"Gue Rajevan, siapa lagi?."
"Gue berharapnya orang lain sih, hehe."
"Harusnya lo bersyukur, karena gue telpon lo."
"Lo pikir diri lo Artis?."
Disisi lain, Rajevan berada di Balkon kamarnya.
"Soal Badutnya—."
"What? Lo yang ngirim dia? Kalo dipikir-pikir kok lo tau gue di Rumah Sakit?."
"Zaferino yang ngasih tau, nggak tau juga tiba-tiba gue kepikiran ngirim Badut."
"Hahahaha, random banget. Itu Badut, boti!."
"Gue tau, intinya secepatnya lo harus kasih tau gue. Lo setuju nggak, soal apa yang kita obrolin kemarin."
"Gue——."
Tuuutt..
Kembali di Jeana, ia melongo melihat layar ponselnya. Karena Rajevan langsung menutup teleponnya, sebelum ia selesai berkata.
"RAJEEEVAN GAJEEEEEEEEE!!!."
***
Beberapa hari kemudian, Jeana sudah kembali bersekolah. Tapi Azriel masih belum, karena ia belum pulih sepenuhnya. Ditambah ia harus menyelesaikan laporannya ke Kantor Polisi.
Celine dan Jeana berjalan berdampingan masuk ke gedung Sekolah itu. Mereka berdua mengobrol sesuatu.
Ditengah obrolan mereka, Zaferino berjalan melalui mereka.
"Apa gue minta maaf ya, menurut gue kemarin itu kasar."
"Bentar, Cel."
"Lo mau kemana?."
Gadis itu berlari menahan tangan Zaferino. Laki-laki itu menghentikan langkah. Lalu menatap Jeana dengan kebingungan.
"Gue mau——."
"Maaf, Gue sibuk." Potongnya.
Tangannya juga ia lepaskan dari genggaman Jeana. Gadis itu mematung ditempat. Laki-laki itu pun melenggang pergi, meninggalkannya.
Celine menghampiri sahabatnya.
"Lo kenapa? Kak Zaferino mana?."
"Padahal gue cuma mau minta maaf, karena gue kasar sama dia kemarin." Jawabnya tanpa menatap.
"Terus dijawab gimana?."
"Katanya lagi sibuk. Tapi, kayak nggak minat bicara sama gue."
"Mungkin emang sibuk banget kali, Na. Gapapa, jangan dipikir keras. Mending kita ke kelas."
Celine menggandeng tangan Jeana dan menuntunnya ke kelas. Sampai di kelas mereka jadi kerumunan yang mencuri perhatian.
Jeana dikerumuni oleh teman-teman sekelasnya dengan banyak pertanyaan.
"Lo kemana aja, Jeana?."
"Kok baru muncul?."
"Oleh-oleh dong, abis jalan-jalan ke luar negeri ya?."
"Jeana! Ke Korea Selatan kah?."
"STOOOOOOOOPP!!." Teriak Jeana, pusing mendengarnya.
Seketika teman sekelasnya diam tak berkutik. Gadis itu mengangkat tangannya yang masih ada bekas infus.
"Liat ini!! Gue keliatan abis jalan-jalan, hah??? Melek kocak! Gue abis sakit!!! Minta oleh-oleh!! NOH OLEH-OLEH PIL KOPLO!!."
***
Update dikit🥺💙
KAMU SEDANG MEMBACA
See The Moon
Teen Fiction"Kenapa kita selalu bertemu, dibawah cahaya Bulan?." Jeana Pramoedya, menghadapi segala ujian dalam hidupnya. Selama ini ia mandiri, dan tiba-tiba saja ia bertemu dengan seorang laki-laki, berhati malaikat. Apakah keduanya akan bersatu? "Jeana! Buka...