Author Pov
Kejadian Arfan Arhan di sekolah sudah diketahui orang tua Alfandy. Kedua orang tuanya marah, terutama Pak Hartowi karena Arfan Arhan adalah cucu laki-laki pertamanya. Pak Hartowi langsung ke sekolahan dan memutuskan semua donasi yang dia berikan.
"Lebih baik saya berdonasi ke sekolah yang memang kualitas pengajarnya baik. Sekolah apa ini sampai gurunya tidak ada yang tau kalau ada murid yang dirundung" Marah Pak Hartowi di ruang kepala sekolah.
"Kami minta maaf bapak atas masalah cucu bapak hari itu. Kami pihak guru dan saya sendiripun tidak mengetahui hal tersebut. Arfan dan Arhan juga tidak mengadukan kepada kami" Jelas kepala sekolah.
"Cucu saya bukan mental pengadu, masalah ini ketahuanpun itu karena cucu-cucu saya sudah tidak tahan menerima rundungan. Coba saja kejadian kemaren tidak ketahuan, sampai kapan cucu-cucu saya dirundung murid itu?" Ucap Pak Hartowi masih emosi.
"Kami atas nama sekolah meminta maaf sebesar-besarnya kepada bapak sekeluarga. Kami memohon agar bapak tidak menghentikan donasi untuk sekolah kami" Ucap kepala sekolah.
"Apa? Tidak menghentikan? Saya berdonasi ke sekolah ini awalnya karena saya mau anak-anak yang bersekolah di sini mendapat fasilitas bagus dan memadai. Ditambah lagi cucu-cucu saya masuk sekolah sini, saya makin yakin berdonasi di sini. Tapi melihat kejadian kemaren saya tidak akan melanjutkan, lebih baik saya berdonasi ke sekolah yang memang pantas menerimanya" Pak Hartowi langsung keluar dari ruang kepala sekolah setelah menandatangani surat dan juga mengambil surat pindah Arfan dan Arhan.
Alfandy Pov
Hari ini lagi-lagi aku mendapat tugas keluar kota setelah sekian lama tidak. Aku ragu untuk menerima tugas ini karena kondisi Almeera belum pulih sepenuhnya.
"Gimana Al kamu berangkat?" Tanya Romi temanku.
"Belum tau Rom, Almeera masih belum pulih takutnya nanti anak-anak gak ke urus" Jawabku.
"Kan ada Bi Minah, Bu Yani sama Anggun yang bantu jagain anak-anak kamu. Titip aja sama mereka pasti mereka bisa bantu dia jaga anak-anak kamu" Ucap Romi.
"Ya memang mereka pasti bantu cuma aku kadang masih belum percaya kalau misalkan aku tinggalkan Almeera sendiri" Jawabku.
Kalau anak-anak rasanya bisa saja dititip ke Bi Minah, Bu Yani atau Anggun karena memang tugas mereka juga terutama Bu Yani dan Anggun. Tapi yang aku khawatirkan itu Almeera, takutnya dia tersinggung lagi dengan ucapan anak-anak dan pergi lagi dari rumah.
"Nantilah aku pikir-pikir lagi Rom, kata komandan juga bisa dipikirkan dulu kalau mau berangkat ya berangkat kalau tidak paling gak naik pangkat" Jawabku padanya.
"Ayolah kita berangkat biar pangkat kita tetap sama. Aku berangkat ini, sebulan ini juga Al gak lama" Ajak Romi.
Aku hanya diam saja dan tak terlalu memperdulikan ajakan dia.
Author Pov
Jauh di desa sana tempat di mana dulu Almeera tinggal saat lupa ingatan, Ibram sedang kerepotan menenangkan Ica yang menangis meminta untuk bertemu Almeera.
"Udah ya tante Saleha gak akan balik sini lagi. Kamu jangan sibuk nyari dia terus" Ibram sudah frustasi dengan anaknya.
Mungkin karena Ica lama tidak punya ibu dan tiba-tiba saat itu datang Almeera, jadinya dia merasa memiliki Almeera sebagai ibunya.
"Mau Tante Saleha ayah, dia itu bunda Ica. Huhuhu" Tangis Ica menggema di dalam kamarnya.
"Udah udah nanti kita coba cari Tante Saleha ke kota tempat dia tinggal. Sekarang makan dan cuci mukanya" Ucap Ibram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anakku Bukan Anakmu #2
General FictionLanjutan dari cerita "Anakku Bukan Anakmu"