Part 16: The Visit

5.3K 1.1K 136
                                    

"Pak, sebenarnya kan, acara jalan-jalan ini kemauan Pak Dipta, ya. Bukan kemauan saya," celoteh Seruni yang duduk di sebelah Dipta yang sedang mengemudi.

"Kayak lo punya acara penting aja, ngomong kayak gitu," ejek Dipta cuek. Masih heran oleh kemampuan Seruni berpindah tema obrolan bahkan tanpa aba-aba sedikit pun. Baru saja cewek ini mengejeknya sebagai duda. Sekarang dia menyalahkannya karena mengajaknya jalan meski dia tidak mau. "Jadi lo merasa terpaksa gitu?"

"Soalnya kan, Pak Dipta atasan saya. Mana berani saya nolak, Pak?" katanya ngeles.

"Orang yang terpaksa tuh, nggak bakal sempat pakai lisptick yang warnanya merah kayak sambalado, Run!"

Seruni cemberut. "Dibilang tinggal sisa warna ini doang!"

"Nah. Kan? Itu tandanya lo juga suka rela ngikut gue. Buktinya lipstick sisa sewarna lo jabanin."

Seruni mencibir. "Pokoknya saya nggak mau kalau ke mal kecil yang gerai Uniqlo-nya nggak lengkap," katanya. "Karena kalau koleksinya sedikit, khawatirnya semua koleksi udah saya punya."

Tuh, gaya bener ini si asisten paling gabut sedunia! "Emang lo mau ke mal yang mana sih? Bilang sama gue, biar gue sopirin lo ke sono."

Dan dalam sekejap, Seruni sudah berceloteh riang tentang beberapa mal yang seharusnya mereka kunjungi karena memiliki gerai dengan koleksi Uniqlo terlengkap. Dipta mendengarkan dengan saksama sampai dia menyimpulkan kalau lokasi mal-mal yang disebut Seruni terletak tak terlalu jauh dari kantor mereka.

"Wait, Run! Kenapa lo pilih tempat-tempat itu? Ayo, ngaku! Ada apa?" tembaknya to the point.

Benar saja. Seruni memang modus. Kini cewek itu cengar-cengir dengan bibirnya yang merah merona bikin Dipta sebel karena tumben-tumbenan terlihat menggoda. Duh, sudah konslet bener otaknya karena hanya melihat warna pemerah bibir asistennya saja membuatnya mulai puyeng. Sialan.

"Mau survei kos-kosan, Pak. Sekali jalan," Seruni mengaku sambil cengengesan. "Udah nemu beberapa tempat."

"Jauh nggak lokasinya?" tanya Dipta penasaran. Dia memiliki waktu luang cukup banyak karena Rhena mengatakan agar Dipta sekalian pulang malam saja.

"Di sekitara kantor, Pak—"

Sudah Dipta duga!

"—beberapa memang agak jauh. Tapi nggak jauh-jauh amat. Ongkos ojeknya masih terjangkau gaji minimalis saya pokoknya."

"Buset! Emang lo mau survei berapa banyak sih, Run?" komentarnya kaget. Dia tidak tahu berapa normalnya referensi tempat yang dibutuhkan saat berburu kos-kosan.

"Lima lokasi aja kok, Pak," jawab Seruni santai.

"Gile! Serius bener mau ngekos." Dipta menggeleng-geleng takjub.

"Yang bilang bercanda siapa?" balas Seruni tak terima.

"Ya udah, sebutin mana aja. Ntar biar gue rancang jalurnya biar kita sekali jalan." Sekalian. Mungkin akhirnya dia bisa pulang malam beneran seperti permintaan Rhena.

Tapi Seruni bergeming.

"Run? Lo kenapa?" Dipta bertanya heran.

"Terus terang Pak Dipta yang terlalu baik begini, bikin saya curiga," kata Seruni terus terang.

Sialan si culun satu ini! "Enak aja. Dikata gue kriminal!" umpat Dipta.

"Baiknya agak nggak ngotak. Makanya kayak kriminal." Seruni setuju pula dengan istilahnya!

"Run, di mana-mana kriminal itu konotasinya kepada kejahatan. Ini gue nggak ada jahatnya sama elo. Gue baik kayak malaikat gini lho," Dipta membela diri.

Broken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang