Seiring kesibukan Pak Dipta dengan tim profesionalnya, membuat urusan pop up market bersama agensi, pihak universitas, dan panitia lokal mal, menjadi urusan Seruni bersama Damian. Tak jarang mereka harus seharian di lokasi untuk memastikan beberapa persiapan berjalan sesuai perencanaan. Bahkan tidak jarang Seruni dan Damian melakukan survei secara langsung, bertemu dengan para pedagang mal, pengunjung yang datang, yang mereka temui secara random, hingga pemilik kendaraan bermotor di tempat parkir.
Ini sesuai banget dengan ajaran Pak Dipta. Bahwa sebagai tim marketing, tidak cukup hanya duduk di belakang laptop saja. Data riset nggak bisa 100% bisa dipercaya dari laporan berupa angka-angka semata. Mereka perlu keluar dan bertemu secara langsung dengan masyarakat, baik pengguna maupun bukan pengguna jasa.
Namun hari ini ternyata Pak Dipta memutuskan lain.
"Damian pasti udah bisa kalau dilepas sendiri. Dia biar dibantu sama Rezvan saja," kata Pak Dipta pada briefing pagi ini.
Rezvan yang disebut namanya adalah cowok pendiam anak buah Pak Hudi dari finance.
"Seruni balik ke gue. Sedangkan Pak Hudi bakal panggil satu staf lagi dari kantor Pak Havez buat gantiin Rezvan. Gimana?" Pak Dipta memandang pada Pak Hudi.
"Gampang gue mah, kalau emang Pak Dipta putusin begini. Rezvan bisa langsung koordinasi sama Damian." Pak Hudi menyeringai malas.
"Dan Damian, lo bisa kasih laporan saja sama Seruni. Nggak perlu bawa dia ke lapangan lagi. Jelas?" Pak Dipta menatap Damian.
Damian mengangguk. "Siap, Pak."
Di tempatnya, Seruni cuma menghela napas panjang. Jadi begitu saja diputusin? Nggak ada yang merasa perlu buat nanya gue? Batinnya kesal. Kekesalan yang sepertinya terlihat dari ekspresinya. Membuat Pak Dipta tertawa geli.
"Gue hampir lupa," katanya. "Kita malah belum nanya pendapat Bu Seruni," ejeknya.
Telat, Pak! Telat. Udah males gue. "Saya oke saja," jawab Seruni, lalu segera memalingkan wajah ke arah yang lain. Seolah pemandangan di luar jendela ada yang begitu pentingnya sampai-sampai dia ogah melihat pada Pak Dipta terlalu lama.
"Bu Seruni kayaknya malu-malu," komentar Pak Dipta nggak penting banget.
"Coba tanya Damian," seloroh Pak Leon. "Pak Dipta jangan asal memutuskan saja. Kali aja di antara mereka berdua ini terjadi sesuatu."
"Ah, bener. Coba tanya Damian," Pak Hudi ikut berseloroh.
Bagus! Jadikan kami bahan candaan sesuka kalian! Seruni semakin cemberut. Diliriknya Damian yang cengar-cengir ke arahnya.
"Sekarang gue yang malah nggak paham, ini sebenernya ada apa," kata Pak Dipta tiba-tiba.
Membuat yang hadir di ruangan tertawa.
"Lo kayak nggak pernah muda aja, Dip," sahut Pak Hudi geli. "Biasa. Damian sama Seruni bisa jadi punya rencana lain—"
"Hah?" Pak Dipta melongo. "Emang bener, Run? Lo ada rencana apa sama Damian?"
Seruni merasa darah tersembur ke mukanya dan ingin menoyor muka atasannya ini. Sementara orang-orang yang mengikuti acara briefing pagi ini tertawa terbahak-bahak.
"Dipta!" Pak Hudi akhirnya berbaik hati mengakhiri kegrogian Seruni dengan menegur Pak Dipta secara langsung. Bahkan panggilnya pun tanpa embel-embel "Pak" lagi. Mungkin karena sudah habis kesabarannya. "Lo emang udah tua, Dip. Tapi bukan berarti lo nggak nyambung urusan beginian. Kayak lo nggak pernah kejar-kejar sekretaris lo aja."
"Emang nggak pernah," kata Pak Dipta lugas. "Lo pernah, Hud?"
"Setan, lo!" maki Pak Hudi.
"Run, sekarang gue tanya. Emang lo sama Damian ada apa? Ada hubungan khusus yang gue nggak tahu?" Pak Dipta memang sengaja banget mengerjainya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Flower
RomansaDipta adalah seorang pengecut yang gagal. Rumah tangganya berantakan, anak perempuannya hampir mengakhiri hidupnya sendiri, dan perempuan yang menjadi pasangannya memutuskannya setelah mereka kumpul kebo bertahun-tahun. Seolah belum cukup, karena ke...