Part 33 - Rocking The Bump

5.1K 1.1K 183
                                    

Di saat Dipta harus menyelesaikan beberapa urusan sekaligus bersama Havez, dia malah dibuat kesal karena Seruni berkotek melulu. Mending urusan penting. Si culun itu ribut mengkhawatirkan sesuatu yang nggak perlu dikhawatirkan sama sekali.

"Lo nggak khawatir sama kehebohan di kantor besok, Run? Lo malah heboh nggak berani ke rumah gue dan ketemu anak gue?" desisnya sambil mendelik pada gadis di sebelahnya. Yang sejak tadi dengan resenya nyolek-nyolek lengannya minta perhatian.

"Saya nggak berani ketemu anak Pak Dipta. Jadi nggak usah ya, Pak. Please."

"Tampang lo kurang melas. Nggak gue kabulin," balas Dipta sengaja.

"Pak ... ayolah. Please. Saya belanjain aja, nggak usah mampir ya, Pak."

Duh, malesnya Dipta mendengar rengekan Seruni. "Gimana gue bisa bawa lo belanja kalau pakai motor?"

"Ntar pulangnya pakai Gocar—"

"Jangan aneh-aneh!" potong Dipta sambil mendelik. "Emang lo tahu mau beli apa kalau nggak ke rumah gue dulu buat ngecek kebutuhan?"

"Emang Pak Dipta nggak tahu mau belanja apa? Kok aneh?" balas Seruni telak. "Terus Pak Dipta mau kasih perintah apa sama saya kalau nggak tahu—"

"Lo bisa diem nggak sih, Run?" hardik Dipta sampai memelototkan mata pada gadis yang terlihat resah itu. "Kita lagi sibuk!"

"Udah kelar, Pak," sahut Seruni sambil mengarahkan pandangannya pada beberapa orang di hadapan mereka yang terlihat mulai berberes. "Mereka juga udah mau bubar. Kan Pak Dipta sendiri yang bilang, sebelum jam lima harus kelar."

Dipta cemberut. Memang benar, orang-orang yang dipilih Havez untuk menjadi timnya itu sedang bersiap-siap untuk membubarkan diri. Hanya keberadaan Havez di antara mereka yang mencegah kelima orang tersebut untuk kabur. Mereka adalah orang-orang finance dan legal beserta para asistennya.

Dipta berdiri dari tempat duduknya karena akan menghampiri orang-orang itu. Namun, sesaat kemudian Dipta meraih iPad yang tergeletak di atas meja, meneliti kembali catatannya, lalu menoleh kepada Seruni yang masih menatap layar lapotopnya dengan serius. "Run, lo udah catat semua—"

"Udah, Pak!"

Dipta menghela napas panjang. Sialan, Seruni benar-benar menyebalkan kalau sedang bad moodbegitu. "Cek lagi. Awas kalau ada yang kelewat," ucapnya sambil berjalan menuju ke arah Havez berada.

"Kenapa asisten lo?" tanya Havez saat Dipta tiba di sebelahnya.

"PMS kali. Makanya rewel," balas Dipta cuek.

"Cium aja, pasti mood-nya menjadi lebih baik," ledek Havez.

"Setan, lo!" umpatnya.

Havez terkekeh sambil menepuk bahu Dipta. "Selow, Bro. Kerjaan lo bakal baik-baik saja," kata temannya itu menenangkan. "Nggak usah nervous begitu. Big Bos udah oke. Lo tinggal jalan aja. Takut apa lagi sih?"

Dipta mengedik. "Gue takut gagal karena usia gue udah ketuaan, Vez. Kalau yang ini sampai gagal, gue nggak tahu lagi harus mulai mengawali untuk kerjaan apa lagi."

Di saat kebutuhan hidup gue lagi tinggi-tingginya pula. Sementara tabungan belum aman. Menjadi pengangguran dengan jabatan terakhir yang tinggi dari perusahaan bonafide tidaklah mudah karena tidak banyak job yang tersedia di levelnya. Perusahaan baru bakal mikir seribu kali kalau harus menggajinya dengan standar terakhirnya.

"Lo bisa andelin gue," kata Havez meyakinkan. "Besok, orang-orang ini bakal langsung ngantor di tempat lo. Gua yakin, sore ini juga Pak Karnaka sudah meminta asistennya buat mengurus segala hal terkait Ivan dan stafnya. Lo tinggal jalan. Nggak usah khawatir."

Broken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang