Part 24 - Let It Be

5K 1.1K 98
                                    

Sampai di tempat kosnya, kemarahan masih berkobar di dada Seruni.

Bisa-bisanya laki-laki tua brengsek itu menghinanya!

Seumur hidup Seruni selalu terlindungi. Mama dan Dahlia tak pernah sekali pun mengatakan kata-kata yang berpotensi untuk melukainya. Karena mereka sadar betapa rapuhnya Seruni. Kini Seruni merindukan Mama, merindukan Dahlia. Dia ingin mencari ketentraman dalam lingkaran kedua orang yang sedarah dengannya itu. Saat benar-benar berjauhan dan menyadari kalau tak mungkin mengulang kembali, baru terasa bagi Seruni betapa berartinya mereka. Karena, meskipun Mama dan Dahlia sibuk, Seruni tahu mereka akan selalu pulang ke rumah. Mereka akan makan bersama, dan melalukan segala hal bersama-sama. Rumah juga terasa hidup karena ada sepatu Mama yang memenuhi rak, juga oleh joroknya Dahlia. Dan Seruni merindukan perasaan kesal saat membereskan semua kekacauan itu. Beda dengan di kos-kosannya yang rapi, tapi sepi dan kosong.

Semua tak mungkin terjadi saat ini. Seruni tak lagi bisa menjangkau mereka semaunya. Apalagi sekarang. Karena sejak beberapa hari lalu dia melihat status WhatsApp Mama yang sudah kembali aktif melakukan beberapa seminar. Dia melihat status Dahlia yang sedang bulan madu ke Tokyo. Itulah kenapa sejak beberapa hari terakhir ini dia merasa benar-benar terpuruk.

Dalam kondisi penuh emosi seperti saat ini, Seruni meluapkannya dengan mengobrak-abrik isi lemari pakaian. Melempar baju-baju Uniqlo-nya yang sebelumnya tertumpuk dengan rapi. Karena tiba-tiba dia benci sekali dengan pakaian itu. Karena Uniqlo membuat pikirannya tertuju pada Pak Dipta kembali.

Tentu saja luapan emosi yang membabi-buta ini adalah hal baru baginya. Selama ini dia terbiasa memendam semua. Saat marah, dia akan memilih diam dan menjauh. Namun reaksinya yang berlebihan saat ini adalah karena Pak Dipta menyakitinya lebih dari yang selama ini dia terima.

Energi yang menggelegak memancing Seruni untuk mengeluarkan semua yang menyesakkan dada. Puas mengobrak-abrik kamarnya, Seruni membanting diri di atas tempat tidur dan menutup mukanya dengan bantal karena tidak ingin tangisannya didengar tetangga kamarnya. Setelah tadi menangis konyol di depan Pak Dipta, kini dia menangis tersedu-sedu sambil menggigit bantal. Sambil menatap benci ke arah ponselnya. Sebenci dia pada Pak Dipta. Biang kerok semua ini. Pria yang berhasil memancing keluar semua sisi jahat dari dirinya.

"Iya! Emang gue jahat! Emang kenapa?" makinya dengan mendesis di depan ponsel yang mati.

Makian itu ternyata menjadi keran yang membuat kepalanya dibanjiri oleh kemarahan yang selama ini terpendam. Marah pada keadaan. Marah karena Mama yang telah membuat papanya pergi, marah karena dia harus mewarisi sifat resesif kedua orangtuanya, yang membuatnya lemot, tidak cantik, menyebalkan, dan semua yang berkebalikan dari Mama serta Dahlia. Seruni juga akhirnya bisa mengakui kalau selama ini dia sungguh iri dengan Dahlia. Pengakuan jujur yang selama ini dia pendam, karena tidak mau menjadi orang yang dengki pada saudara sendiri. Dan terakhir, dia juga benci kepada dirinya sendiri yang ternyata sejahat ini.

"Lo nggak capek apa marah-marah terus?"

Suara Pak Dipta yang terdengar malas membuat Seruni syok. Cepat-cepat dipelototinya ponsel yang ternyata sejak tadi dia genggam dengan erat. Yang ternyata juga berada dalam posisi on call.

YA TUHAN YANG MAHA KUASA! Karma apa ini yang terjadi padanya? Karena ternyata dalam luapan kemarahannya, tanpa sadar dia telah menghubungi Pak Dipta dan mencurahkan semua uneg-unegnya.

"Lo baru sadar kalau sejak setengah jam lalu lo maki-maki gue? Lalu lo maki-maki nyokap lo, adik lo, dan barusan lo memaki diri lo, akhirnya."

Seruni memejamkan mata sambil menghela napas panjang.

"Sekarang, kalau lo malu, banting aja HP lo. Jangan lupa, banting juga badan lo di kasur. Kali aja bisa bikin tidur lo nyenyak. Meskipun gue ragu. Orang kayak lo layak tidur dengan dihantui mimpi buruk dikejar-kejar setan—"

Broken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang