Part 4: Career Path

6.4K 1.4K 138
                                    

Not bad.

Akhirnya Seruni meninggalkan kantor bos barunya dengan lega. Setelah beberapa hari terakhir dia nervous berat karena ketakutan akan dipecat. Yang membuatnya tidak bernafsu melakukan apa pun. Dan hidupnya terasa sangat suram.

Sekarang, ketakutan akan kehilangan pekerjaan memang masih ada. Namun bagian terburuknya sudah lewat karena sudah bertemu dengan Pak Dipta yang akan menggantikan Pak Steven di sini. Percayalah, kesan pertama, Pak Dipta ternyata jauh lebih baik dari Pak Steven!

Bukan berarti bos barunya memperlakukannya dengan baik. Bukan. Tapi Pak Dipta tidak merendahkannya atau mengabaikannya secara terus terang. Ketika Pak Dipta bertanya tentang anak magang, artinya beliau sudah tahu tentang skandal yang membuat Pak Steven dipindahtugaskan. Berarti Pak Dipta juga tahu kalau Gaby "bisa dipakai" kan? Yang aneh, bisa-bisanya pria itu mengira dia si "anak magang". Yang bener saja, Pak! Di saat dia mengenakan jaket wanita berukuran pendek dari bahan jersey dengan celana angkle high rise yang rapi.

Lalu pintu ruangan Pak Dipta yang terbuka mengejutkan Seruni. Udah selesai ngomong sama Gaby?

"Run," panggil Gaby dengan wajah kesal. "Masuk."

"Gue?" Seruni balas bertanya karena heran. Bentar amat sih mereka ngobrolnya? Udah kelar dealing mereka berdua? "Beneran gue disuruh masuk?"

Gaby mendengkus sebal sambil memelototinya. Lalu balik badan dan masuk lagi ke ruangan sang atasan. Namun kali ini pintunya tidak ditutup, tanda Seruni harus ikut masuk.

Pak Dipta menyuruh keduanya duduk di kursi yang ada di seberang meja. Sementara pria itu mengutak-atik sesuatu di layar iPad-nya. Dalam posisi membelakangi dinding kaca yang menampakkan pemandangan kota Jakarta yang sibuk, visual Pak Dipta memang luar biasa kerennya.

Bukan berarti tampilan fisik penting bagi Seruni. Baginya, kelebihan orang-orang bertubuh bagus dan berparas menawan itu hanyalah sekadar deskripsi visual di matanya. Karena, bahkan Seruni terlalu minder untuk sekadar fangirling. Karena menurutnya dia tak layak melakukan hal itu.

"Tunggu bentar ya, kalian berdua," ucap Pak Dipta tanpa melihat mereka.

Seruni mengangguk, sementara Gaby menjawab dengan suaranya yang seksi itu. Namun melihat Seruni yang tanpa sadar mengamatinya, Gaby mendelik untuk menegurnya.

Etika Gaby memang payah banget sejak jadi favorit Pak Steven. Padahal Seruni seniornya. Namun karena merasa posisinya lebih aman dengan menjadi selingkuhan bos, Gaby suka memperlakukan Seruni seenaknya. Tidak sopan meskipun memperlakukan orang lain dengan baik adalah common sense yang harusnya dilakukan tanpa diminta. Yah, tapi Seruni maklum kalau attitude Gaby emang jelek. Kalau enggak, mana mau dia jadi selingkuhan kan?

"Nah, Uniqlo—"

Seruni kaget karena Pak Dipta memandangnya. "U ... uniqlo?" tanyanya heran. "Saya, Pak?" tanyanya sambil menunjuk ke diri sendiri.

Dan lagi-lagi dia mendengar suara Gaby mendengkus di sebelahnya.

"Iya," jawab Pak Dipta santai. "Siapa lagi? Gue lihat lo kan? Bukan lihat ke arah dinding?"

"Kenapa jadi Uniqlo?" tanya Seruni heran.

"Pakaian yang lo pakai sekarang merek itu kan?"

"Iya—" Seruni linglung.

"Berarti gue nggak salah dong!"

Idih! Sayangnya sebelum Seruni bisa bertanya lebih lanjut, ponsel Pak Dipta berbunyi dan pria itu menjawabnya tanpa menunggu lama.

"Moy! Lo ngapain telepon gue lagi, Cantik?"

Pak Dipta pasti sedang berbicara dengan seorang perempuan. Istrinya mungkin. Pak Dipta sudah cukup tua pasti. Usia 30? Atau 40? Yang jelas beliau terlalu menarik untuk tetap single.

Broken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang