Part 38

4.8K 975 104
                                    

Part 38

"Aduh, jangan terlalu formal dong," Damian tertawa pelan. "Gatel kuping gue kalau lo sebut 'saya saya' kayak gitu," lanjutnya geli.

"Eh?" Seruni menatap Damian dengan terkejut.

"Lo. Maksud gue, jangan terlalu formal. Gue jadi merasa tua banget," Damian tertawa kecil. "Santai aja. Kita partner kerja dan bakal bareng-bareng ngurusin banyak hal. Nggak enak kalau terlalu formal." M

Seruni masih menatap pria itu dengan serius. "Asal tahu batas saja. Sa ... uhm ... gue nggak suka yang terlalu santai."

Damian tertawa lagi. Entah tawa yang keberapa dalam pertemuan singkat mereka ini. "Iya ... Seruni, iya ...." Pria itu mengangguk dalam-dalam.

"O ... ke ...." Seruni pun mengangguk.

"Dan lo juga dipersilakan banget kalau mau balesin joke gue," lanjut Damian.

"Ha?" Seruni membelalak heran. "Joke yang mana?" tanyanya dengan tak mengerti.

"Itu ...." Damian mengernyit. "Like ... kalau gatel, garuk aja," lanjut Damian sambil tertawa pada joke yang garing ini.

Oh, ini joke? "Uhm ...."

"Garing ya, Ni?" tanya Damian akhirnya.

Tuh, sadar! Seruni jadi geli. Eh, tunggu. "Ni? Ni itu gue?" tanya Seruni sambil menunjuk ke diri sendiri.

"Iya. Ni, dari Seruni. Bisa kan?"

"Ooh ...." Seruni baru paham. "Bisa saja. Terserah. Tapi gue belum terbiasa." Seruni nyengir. Kalau dipikir-pikir, Damian seru juga. Kata Pak Dipta Damian bukan anak baru. Bisa jadi mereka seumuran.

"Pak Dipta sudah panggil lo 'Run' dan gue pengin beda aja," kata Damian beralasan. "Nggak apa-apa kan?"

"Ya ... nggak apa-apa sih. Cuma kalau beda-beda, gue malah bingung. Uhm ... maksud gue, bisa-bisa gue lupa kalau panggilannya beda." Seruni buru-buru tutup mulut karena merasa cringe sendiri.

Untung Damian hanya tertawa. Kalau dipikir-pikir dia cukup menyenangkan.

"Lo nggak nyaman sama gue ya, Ni? Kayak grogi—"

"Kan gue baru kenal sama elo," potong Seruni. "Dan gue baru kali ini kerja bareng cowok—"

"Pak Dipta bukan cowok, Ni?"

"Dia bos, bukan teman," balas Seruni spontan.

"Eh?" Damian mengangkat alis. "Ah iya!" serunya sambil tertawa.

Tawa Damian jenis tawa yang bergemuruh dari dada gitu. Dan tawanya menular. Membuat Seruni tertawa juga.

"By the way, apa Pak Dipta secara khusus nunjuk lo buat bantuin gue?" tanya Seruni yang mulai nyaman dengan partner kerja barunya ini.

"Iya. Gue udah cukup lama kenal Pak Dipta. Sejak magang malah. Pindah-pindah. Dari Track Construction ke Dhanubrata Grup. Dan beberapa kali masuk di tim beliau."

"Oh," Seruni manggut-manggut. "Wajar kalau kalian saling kenal."

Damian mengangguk. "Paling enggak gue tahu beberapa kebiasaan Pak Dipta. Dulu."

"Termasuk cewek—" Seruni menelan ludah dengan susah payah. Entah kenapa dia jadi agak sensitif soal ini. Mungkin karena Damian cowok. Karena sebelumnya dia biasa saja menggosipkan hal ini dengan teman-teman kerjanya yang semua cewek itu.

"Pak Dipta udah terkenal—" Damian tertawa tanpa melanjutkan kalimatnya yang menggantung.

"Soal itu ... uhm ... sebenernya waktu pertama datang ke sini, ada dua orang di tim pemasaran. Gue dan satu anak magang dengan spek yang seperti lo bilang tadi. Cakep, seksi. Pak Dipta hanya perlu pilih salah satu buat jadi asistennya. Beliau pilih pertahanin gue karena, lo tahu sendiri, gue cukup aman. Nggak bakal bikin beliau terdistraksi."

Broken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang