Sesampainya Renjun disambut oleh kepala pelayan istana, ia diperlakukan dengan sangat terhormat. Biarpun nama Renjun sangat buruk di Kerjaan Artchkels, namun gelarnya tetaplah putra kesayangan Duke Huang.
Bangsawan-bangsawan disana terpaksa menutup mulut atas semua tingkah lakunya, karena reputasi keluarga Huang yang tidak main-main hebatnya.
Renjun diberikan kamar yang begitu indah, dengan hamparan taman Lavender dan danau kecil sebagai pemandangan yang bisa dilihat langsung dari balkon kamarnya.
Renjun membaringkan badannya dikasur, duduk dikursi kereta kuda seharian cukup menguras tenaga. Matanya menatap langit-langit berwarna kuning keemasan. Jujur saja, ini jauh lebih baik dari pada kamarnya yang berada di kediaman Marquis.
Tapi entah mengapa Renjun merasa kurang. Apa mungkin karena dirinya terlalu lelah? Renjun menghela nafas panjang. Dia hanya ingin melepas penat sekarang.
Tak terasa matahari sudah berganti bulan, Renjun sudah bersiap untuk ikut makan malam bersama dengan Raja dan Putra Mahkota. Sedangkan batang hidung Jaemin masih belum juga terlihat.
Renjun melangkah malas, tau begini dia tolak saja undangan Raja. Kehormatan ayahnya masih bisa diandalkan hanya untuk sebatas menolak uluran tangan Raja sombong itu.
Kini dirinya sudah didepan pintu besar keemasan, kepalanya mengangguk kepada penjaga diluar untuk menyebutkan kedatangannya.
"Marchioness Renjun memasuki ruangan!" jerit penjaga sembari membuka pintu itu lebar.
Renjun melangkah masuk, disana sudah ada Raja dan Putra Mahkotanya yang duduk bersisian, Renjun diarahkan duduk disamping Raja dan berhadapan dengan Mark, Putra Mahkota kerajaan Artchkels.
Mark tersenyum kalem menyapanya, sedangkan Raja menatap dirinya intens.
Renjun duduk dengan tenang, menjatuhkan pantatnya ke kursi tanpa menyapa Raja terlebih dahulu.
Raja berdehem, melirik pintu yang sudah tertutup kembali, "Jadi, Marquis tidak bisa hadir?"
"Benar, putra anda tengah sibuk merawat pasien di wilayah kumuh." jawab nya acuh tak acuh, tangannya bergerak menyentuh gelas Wine kosong. Memberi signal pada pelayan untuk mengisi gelasnya.
Raja terkekeh, entar benar merasa lucu dengan kelakuan Renjun, atau terkekeh dongkol atas kekurang ajaran menantunya itu.
"Anak itu memang sudah begitu dari dulu, selalu membuang waktu pada hal yang tak berguna."
Mata Renjun memejam, menikmati sensasi pekat dari anggur yang mengalir ditenggorokannya.
"Lalu bagaimana kabar ayahmu? kabar keberhasilan tambangnya sudah sampai ditelinga ku. Hoho aku ingin segera bertemu dengan ayahmu."
'Oh jadi ini yang kau incar?' Renjun mengulum senyum, menahan tawanya yang hampir keluar.
"Entahlah, hamba tidak tau bagaimana kabar ayah sekarang. Selama pernikahan hamba hanya mengurus rumah saja." lirih Renjun, raut wajahnya menjadi sendu.
Raja membelalak tak percaya, putra kesayangan Duke Huang bukannya biang onar? apa mungkin dia betah dirumahnya, apalagi bersama beta.
"Apa Jaemin tidak membiarkan mu keluar rumah?" walaupun bertanya demikian Raja sendiri tidak yakin dengan pertanyaannya, rasanya mana mungkin Jaemin bisa mengkontrol Omega pembangkang ini.
"Ya, dia mengurung saya dikamar sepanjang hari. Dan ketika dia meninggalkan rumah, itu satu-satunya waktu untuk saya beristirahat." suara malu-malu Renjun membuat kedua Alpha yang disana tersedak dengan air liurnya sendiri.
Mark memalingkan wajahnya yang memerah, sedangkan Raja membelalak menatap Renjun tak percaya, sungguh berani anak ini, pikirnya.
Tiba-tiba pintu besar keemasan terbuka, memutus perhatian mereka dari percakapan tak senonoh barusan.
Badan tegap tinggi Jaemin memasuki ruangan, langkahnya pelan namun pasti. Berjalan mendekat kearah meja makan panjang, dan membungkuk sopan ke arah Raja dan saudara laki-lakinya.
Dia melirik Renjun diseberang, dilihatnya gelas Renjun sudah terisi anggur yang tinggal setenguk saja. Lalu kembali fokus kepada Raja.
"Maafkan hamba terlambat hadir," tangannya berada didada dengan kepala yang menunduk. "Hamba sudah berusaha untuk datang tepat waktu, namun keadaan di wilayah kumuh sangat mengulur waktu." Jelasnya.
Raja mengangguk-angguk, lalu mengarahkan tangannya ke kursi disebelah Mark. "Duduk." perintahnya.
Jaemin mendudukan pantatnya, baru sadar jika dari tadi mata Renjun tak lepas dari dirinya. Alisnya naik, memberi gestur bertanya. Renjun malah mendengus malas, dan kembali meneguk gelas anggurnya.
"Sudah lama tidak bertemu, Jaemin." Mark mengusung senyum lebar, lalu menatap Renjun.
"Ternyata belahan jiwamu, lucu juga."
Jaemin mengangkat alisnya bingung, ia menatap Mark dan Renjun bergantian. Apa dia memang sangat terlambat sampai melewatkan banyak hal penting.
Dilain sisi Renjun berdecak kecil, menatap Mark lekat dengan kepalanya condong ke depan. "Kakak mu ini juga tak kalah lucu, Marquis."
Mark tersenyum membalasnya, dengan tangan yang diremasnya dibawah meja.
Raja berdehem mencairkan suasana, "Silahkan dimakan, Huang." ucapnya tanpa sadar, bahwa Renjun sudah bukan lagi berstatus Huang. Ia mulai menyantap makanannya.
Jamuan makan malam berakhir dengan tenang, walaupun terkadang Renjun mendapati ayah Jaemin sendiri sering kali memojokan anaknya.
Sebenarnya ada apa dengan keluarga ini? terasa sekali ada benteng tak kasat mata diantara Jaemin dengan ayah kandungnya.
Tak heran, mengapa Jaemin hanya mendapat gelar bangsawan Marquis. Padahal seharusnya Jaemin bisa mendapat gelar Grand Duke, atau paling tidak berstatus sama seperti ayahnya.
Sangat tidak adil untuk Jaemin menerima perlakuan berbeda seperti ini. Jika bisa, Renjun ingin mengutuk Beta, mengapa mereka harus hadir ditengah-tengah Alpha yang mengincar singgasana, dan Omega yang takdirnya melengkapi sosok Alpha.
Sungguh, makin kesini Renjun semakin penasaran dengan kehidupan yang dilalui oleh Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Citrus can't hold me
ФэнтезиRenjun tidak bisa berbuat apa-apa, selain menerima pernikahannya dengan Beta yang tak pernah dia harapkan. #bxb: jaemren omegaverse © copyright Langit
