Feromone

799 99 8
                                    

Setelah pertolongan Marquis pada wilayah Timur sukses, namanya kini menjadi perbincangan hangat.

Rakyat memuja dan mengelu-elukan Jaemin, karena sifatnya mulia yang selalu memikirkan rakyat. Konon buah tak jatuh jauh dari pohonnya, begitu lah Jaemin yang sangat mirip dengan Ratu terdahulu.

Nama Jaemin semakin besar di sisi rakyat, membuat Raja mau tak mau harus memberi penghargaan pada putra bungsu yang tak pernah ia anggap.

Berdekatan dengan peringatan berdirinya kerjaan Artchkels, Raja mengadakan kontes berburu, dan akan ditutup dengan pesta dansa.

Kontes berburu ini wajib dihadiri oleh seluruh pemuda dikerajaan Artchkels, baik Alpha, Beta, Omega. Hal ini karena Raja tidak ingin disangka membeda-bedakan status rakyatnya.

Dan disinilah Renjun sekarang, di tenda Marquis Na. Sebenarnya, dirinya sangat tidak ingin ikut andil dalam kontes perburuan ini, toh berburu atau tidak dirinya tetap bisa makan daging rusa.

Tapi ayahnya, yang selalu hidup dengan ambisi yang besar, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ketika pengumuman kontes di edarkan, ayahnya langsung saja memaksa Renjun untuk ikut.

Untunglah ia sempat belajar memanah dan mempunyai sedikit ilmu pedang, Renjun jadi cukup percaya diri untuk itu.

Sedari tadi ia mengelus busurnya, memanjatkan doa agar busurnya langsung mengenai sasaran. Karena peraturannya adalah, setiap peserta harus membawa satu hewan buruan.

Jika tidak, ia tidak akan di ijinkan keluar dari hutan sebelum waktu tengah malam.

Jangan tanya sedang apa Jaemin sekarang, pemuda itu masih saja sibuk rapat dengan para bawahannya.

Renjun selalu berpikir, kesibukan Jaemin bahkan sudah melebihi Raja.

Terompet dibunyikan, tanda perburuan akan segera dimulai. Renjun keluar dari tenda dengan anak panah tergantung dipunggungnya. Dengan malas, busurnya ia seret. Tidak ada sama sekali antusiasme di raut wajahnya.

Seluruh rombongan bangsawan sudah berpencar memasuki penjuru hutan, masing-masing dibekali dengan kuda dan prajurit kerjaan.

Prajurit tersebut bertugas menjaga hewan buruan yang sudah tertangkap.

Renjun mulai melajukan kudanya, menembus hutan pinus didepan mata.
Matanya menilik sekitar, mencari binatang kecil yang bisa ia panah.

Namun semakin jauh Renjun masuk kedalam, tidak ada satupun binatang yang bisa ia jumpai. Hanya ada pohon-pohon tua dengan daun yang rindang yang selalu menghiasi jalannya.

Renjun jadi sedikit merinding.

Tali kekang kuda diikat ke batang pohon pinus yang kokoh, Renjun memutuskan untuk berjalan mengendap. Mungkin jika begini, dirinya akan lebih mudah mendapat sasaran.

Kakinya terus melangkah mengikuti jalan setapak, ini adalah hutan kerajaan. Keamanannya pastilah sudah terjamin, Renjun yakin tidak akan bertemu predator disini.

Namun tanpa dirinya sadar, ia telah berpisah jauh dari prajurit yang bertugas mengikutinya. 

Suara gemerisik air sudah terdengar, yang bertanda Renjun telah mendekati kawasan hulu sungai ditengah hutan. Langit semakin gelap, sepertinya akan turun hujan.

Renjun semakin waspada, alarm bahaya aktif. Kepalanya tak berhenti berputar dari kanan, kiri, dan belakang. Sedari tadi Renjun bahkan tidak pernah menjumpai orang lain yang ikut berburu, seperti memang hanya dirinya sendiri yang berada dihutan ini.

Terdengar suara aneh dari semak tinggi didepan matanya, seperti suara hewan yang sedang mengunyah sesuatu. Mungkin seekor rusa atau kucing hutan, terkanya.

Renjun menyibak semak tersebut dengan tangannya, tanpa tau bahaya senang menunggu dirinya.

Ternyata bukan rusa, maupun kucing hutan. Yang menunggu Renjun disana adalah beruang besar yang memancarkan aura mencekam. Ditangan si beruang terdapat separuh badan rusa yang sudah tak terbentuk, dan moncongnya yang berlumuran darah.

Tanpa banyak berpikir Renjun sudah bisa menyimpulkan, mengapa dirinya sedari tadi tidak bisa menemukan satu hewan kecil pun disekitar sini.

Kakinya melangkah mundur perlahan, namun naas. Beruang itu sudah melihatnya, dan kini hewan itu berdiri dari duduknya. Renjun menerka jika tinggi beruang tersebut mencapai empat meter.

Gila, bahkan tinggi Renjun tidak setara dengan kakinya. Tidak ada cara agar selamat selain melarikan diri.

Renjun menambah kecepatannya, beruang itu pun melangkah semakin dekat. Rasa cemas sudah tak lagi bisa mendeskripsikan perasaan Renjun sekarang.

Tanpa sadar ia mengeluarkan feromone nya.

Beruang itu semakin dekat, tangannya sesekali mencoba meraih Renjun. Air mata sudah keluar dari pelupuk mata pemuda itu, hanya kematian yang terbayang dikepalanya sekarang.

Padahal ia belum mewarisi seluruh harta ayahnya, ia juga belum akur dengan Jaemin, ia masih ingin bermain dengan Alpha sekali lagi!

Renjun terjatuh dengan badannya yang semakin gemetar, matanya terpejam, sudah pasrah jika dirinya akan masuk ke perut besar binatang itu.

Namun suara tembakan senapan menyadarkan nya. Matanya terbuka lebar, melihat beruang itu yang mengamuk tak karuan dengan memegang tangannya yang tertembak.

Suara tembakan terdengar lagi, kini leher si beruang yang menjadi targetnya. Beruang itu tertunduk lemas, kemudian jatuh terkapar.

Renjun masih menangis sambil menatap
beruang yang terkapar didepannya. Tubuhnya direngkuh ke dalam pelukan seseorang. Lalu usapan terasa di punggungnya, menenangkan.

"Tidak apa-apa, sekarang sudah tidak apa-apa. Kau aman," bisikan Jaemin menyadarkan nya dari keterkejutan. Air matanya kembali meluap, rasa sesak yang tadi ia tahan kini tergantikan dengan rasa lega.

Tangisnya pecah dipelukan Jaemin. Bahkan tangannya sudah memeluk leher Jaemin dengan erat. Membuat pemuda itu kesulitan bernafas.

Feromone Renjun tidak lagi terasa di indra penciumannya. Tergantikan dengan bau laut segar yang menenangkan pikiran, seperti melihat ombak lepas didepan mata.

Bau itu melingkupi tubuh Renjun, menghalang feromone nya keluar. Jaemin tidak sadar telah mengeluarkan feromone nya sendiri sedari tadi, untuk menutupi feromone Renjun agar tak tercium oleh Alpha lain.

Kaki Renjun melingkari pinggangnya, dengan kepala yang bersender dibahunya. Pemuda itu kini terlelap, mungkin karena kelelahan.

Jaemin berjalan mencari keberadaan kudanya dengan Renjun yang berada digendongan.




‎ ‎
Sedangkan dilain sisi, prajurit yang bertugas mengikuti Renjun tadi sedang di introgasi.

"Apa kau yakin dia telah mendekati beruang itu?"

"Yakin tuan, saya meninggalkan nya ketika suara hulu sudah terdengar, seperti yang diperintahkan."

"Bagus ... " orang itu bergumam senang, senyum nya terkembang hingga ke mata. "Aku yakin beruang yang sudah kelaparan selama sebulan, bisa menuntaskan pekerjaannya dengan baik."

"Ya, tuan tidak akan kecewa." saut sang prajurit.

The Citrus can't hold meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang