Wilayah Timur

1K 147 7
                                        

Setelah menyelesaikan masalah penanggulangan sumur, yang mendapati titik terak dengan bocornya tanggul tempat pembuangan sampah, yang mengalir ke mata air Lacndres.

Itu membuat air yang mengalir ke setiap sumur warga tercemar, Jaemin bersyukur bisa cepat menangani masalah ini. Jika tidak mungkin akan lebih banyak rakyat menjadi korbannya.

Namun tak sampai disitu, Jaemin kembali harus pergi meninggalkan kediamannya. Ini disebabkan misi yang diberikan oleh Raja baru-baru ini.

Di wilayah Timur Artchkels, wilayah yang dipimpin Duke Kyunghoo mengalami krisis pangan yang sangat parah. Ini disebabkan gagal panen yang dialami selama dua tahun berturut-turut.

Raja menurunkan perintah agar Marquis berbaik hati, untuk membantu saudara yang membutuhkan. Raja berkata jika Jaemin hanya perlu menjadi perwakilan, dan Dana pertolongan sudah disiapkan oleh pihak kerajaan.

Namun saat Jaemin sampai disana, hanya tangan kosong yang menyambutnya. Duke Kyunghoo tersenyum miris dengan keadaan wilayah nya, namun apa yang bisa dikata. Ini terjadi karena iklim wilayahnya berbeda dengan wilayah lain.

"Apa pihak kerajaan masih belum datang membawa biji-bijian?" tanya Jaemin khawatir, hari ini sudah ditemukan tujuh orang rakyat yang mati kelaparan.

"Tidak ada yang datang, Marquis." Duke Kyungsoo menggeleng, dirinya sendiri pun frustasi melihat rakyatnya menderita seperti ini.

Jaemin terpaku sejenak, ini sangat berbeda dengan yang dijanjikan oleh ayahnya kemarin.
"Kakak ku mungkin lupa, bisa kah aku meminjam kertas untuk menghubungi nya?"

"Baiklah, Ramus ambilkan perkamen dan keperluan Marquis kemari." Pelayan yang diperintahkan segera menyerahkan perkamen dan pena bulu kepada Jaemin.

Wajahnya harap-harap cemas, cuma ini satu-satunya harapan mereka.

Kertas dikirim oleh pos, terhitung sudah sepuluh hari dari waktu Jaemin mengirimkannya. Seharusnya sudah ada balasan dan bantuan yang datang.

Jaemin menunggu diluar, jika hari ini masih tidak ada balasan, terpaksa Jaemin menghubungi Jeno untuk membawa makanan.

Seperti dugaan, tukang pos datang dengan sepucuk surat ditangan. Menyematkan lambang putra mahkota, Jaemin tersenyum lebar melihatnya.

Dibukanya surat itu cepat, hanya ada satu lembar didalamnya. Jaemin semakin penasaran.

Adikku, Jaemin.

Bagaimana kabarmu disana? aku harap kau tetap sehat sejahtera. Krisis pangan yang melanda memang sangat mengkhawatirkan, namun bendahara kerajaan tidak bisa mengeluarkan dana hanya untuk satu wilayah, seperti itu. Sangat banyak wilayah lain yang lebih membutuhkan dana sekarang, jika aku mengirimnya kesana sekarang, bukankah Ayahanda akan menerima kebencian?

Aku harap kau berhasil menangani krisis pangan disana dengan baik.


- Putra mahkota, Mark Artckels.


Jaemin meremas kuat surat tersebut, geram dengan dirinya sendiri yang terlalu berekspektasi lebih.

Sudah bukan rahasia kalau ayah dan kakaknya sendiri membenci dirinya, tapi mengapa Jaemin selalu berharap ada keajaiban yang terjadi.

Buru-buru ia masuk ke dalam, meraih perkamen dan pena bulu. Kali ini ia menulis surat untuk sahabatnya. Jaemin berdoa semoga Jeno bisa mencari solusi untuk mendapatkan dana yang cukup.

Surat langsung diterima oleh Jeno setelah memakan waktu empat hari. Disana tertulis bahwa sahabatnya, meminta anggaran dana tahunan wilayah Lacndres selama 5 tahun untuk dikirim pada wilayah Utara.

Jaemin juga menjelaskan kejadian yang terjadi disana, keadaan sudah sangat genting. Apabila Jeno tidak bisa mengirimkan dana serta pangan yang ada, maka rakyat disini hanya akan tinggal tulang.

Jeno yang mendapat kabar tersebut, pusing. Masalahnya baru beberapa bulan Jaemin mendapatkan status bangsawannya, harta kekayaannya masih tak seberapa. Apalagi kalau lima tahun anggaran wilayah diambil, bisa bisa setelah ini Lacndres yang akan mengalami krisis.

Namun tidak mungkin surat genting seperti itu, hanya dibalas kembali dengan surat. Jeno tidak mau dipecat oleh sahabatnya, mau tak mau dia harus mencarikan dana tambahan.

Ketika Jeno tengah berkutat dimeja kerjanya, Renjun masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu. Ia mendudukan pantatnya disofa dengan santai, menyilang kaki, langsung menatap Jeno.

"Ku dengar ada surat dari Jaemin." serobotnya langsung, Jeno tersenyum dan bangkit dari kursinya. Ikut duduk bersama Renjun disofa.

"Ya, benar. Namun kali ini yang datang adalah kabar buruk," tak sempat menyelesaikan kalimatnya, dapat dilihat Renjun segera bangkit dan berjalan menuju meja kerja.

Mengambil selembar surat, dengan stempel Marquis disana.

Matanya membelalak, darahnya seperti naik ke ubun-ubun.

Bisa-bisanya disaat genting begini, Raja dan putra mahkota masih saja licik. Ini menyangkut rakyat, seharusnya tidak bisa dimasukkan dalam trik politik. Sungguh menjijikan, pikir Renjun.

Sedikit banyak Renjun bisa menebak siasat Raja dan putra mahkota, jika Jaemin hanya datang dan pulang dengan tangan kosong, ia akan dinilai sebagai bangsawan sombong yang tak peduli akan kesulitan rakyat.

Namanya akan hancur, dan jika memulai bisnis akan memakan usaha yang besar untuk bangkit.

Dan itu tidak bisa dibiarkan, Renjun tidak mau menjadi Marchioness dari bangsawan yang mempunyai pamor yang buruk.

"Apa kau memiliki cek?"

"Ya?" Jeno terkejut, apa yang didengar nya sekarang benar?

"Aku punyai uang banyak, kalian meminjam padaku saja," saut Renjun malas, kini ia kembali duduk disofa.

Pemuda didepannya masih terlihat linglung, sulit untuk memproses apa yang baru saja ia dengar. Namun tak lama buru-buru ia berjalan membuka laci kecil dimeja kerjanya, dan pena bulu. Lalu memberikannya pada Renjun.

Ini sungguh penyelesaian masalah yang cemerlang, dari pada meminjam dengan bangsawan lain yang akan membahayakan reputasi Marquis, lebih baik berhutang kepada Renjun. Walaupun jika nanti dia menginginkan bunga yang berlipat, yang penting sekarang amanat Jaemin sudah terpenuhi.

Disisi lain, Renjun meraih cek dan pena bulu itu dengan santai. Lalu menuliskan 10.000.000 keping emas disana, beserta nama dan tanda tangannya. Mata sipit Jeno terbelalak lebar, nominal itu sangat melebihi ekspektasi Jeno.

Memang kedudukan keluarga Huang bukanlah main-main, Jeno percaya itu sekarang.

The Citrus can't hold meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang