-Walking On Water-
Kim Ji Won
Gadis muda 26 tahun itu menuruni mobil setelah ia parkirkan di depan toko bunga miliknya pada salah satu sudut kota Seoul. Pulang dari bepergian mengantarkan pesanan bunga untuk langganannya, wajah Ji Won tidak nampak senang setelah menerima bayaran bunga itu di tangannya.
Menutup pintu mobil, Ji Won melepas kaca mata hitamnya sambil menghela napas. Kedua kaki mungil yang ia tolong dengan wedges coklat tak bersemangat untuk memasuki toko yang terbuka, dan kemudian mengerutkan kening melihat ada Range Rover serie terbaru terparkir manis di sisi mobilnya yang harus ia lewati menuju pintu toko.
Gadis muda itu membuang napas besar.
"Mengapa orang-orang bisa membeli mobil yang lebih mahal dari semua utang keluargaku dengan begitu mudah?" Decak wanita itu. Menatap miris mobil itu dan mobilnya secara bergantian yang Ji Won tahu harganya bisa membeli 50 unit mobil seperti miliknya.
Dengan langkah malas, gadis itu mengacak rambut coklat panjangnnya yang ia gerai indah. Tubuhnya yang mungil begitu enggan untuk masuk ke dalam toko, dress pink yang cerah memeluk tubuhnya tak bisa menolong kemuraman di wajah Ji Won yang sebenarnya sangat cantik dengan dandanan naturalnya.
Ji Won si feminim dengan penampilan sederhana bahkan setelah sangat bekerja keras, nyatanya tak lantas membuat hidup Ji Won lebih mudah untuk dijalani. Tidak punya standart hidup yang tinggi tidak bisa membuat Ji Won terhindar dari kerasnya semesta.
Semuda itu, Ji Won sudah dalam fase hidup terberat selama ia ada. Bisnis yang tidak begitu lancar, penghasilan yang tidak cukup menutupi warisan utang keluarga, menjadi tulang punggung keluarga dari 3 orang. Bagaimana Ji Won bisa menikmati hidup?
Sebenarnya sangat jenuh dengan semua ini. Rasa takut yang terus menghantui jika para penagih mendatangi tokonya lagi dan mulai memukuli ibu juga suami barunya.
Terutama rasa bersalah menekannya mengingat ia punya pilihan bisa menolong dengan menerima tawaran dari salah satu pelanggan setianya yang kaya raya, namun ia katakan tidak karena mengusik harga dirinya sebagai wanita.
Sebenarnya ini bukan salah Ji Won, bukan dia yang menumpuk semua utang ini. Dan tidak ada seorang pun yang menyalahkannya. Rasa di dalam dirinya saja yang merasa buruk mengingat ia bisa membantu, namun memilih mengatakan tidak.
Semalas apapun kembali masuk ke dalam toko, Ji Won tetap sampai. Melihat lampu tokonya menyala, sadar ditinggalkan ibunya kembali dalam keadaan terbuka. Entah pulang atau melarikan diri dengan dugaan penagih itu akan mendatangi tokoh mereka lagi.
Maka Ji Won memaksa langkah masuk, mendorong pintu kaca toko, lalu berjalan menuju meja kasirnya.
"Hei.."
Seketika Ji Won terperanjat, "Jesus Christ!!" Pekiknya dengan suara keras sambil mengusap dada sangat terkejut.
Menoleh kepada sumber suara, melihat dengan mata yang membesar sempurna.