STD. 51

389 19 17
                                    

Menghampiri, "Sejak kapan kamu ada di sini?"  tanya Johan ke Dival yang masih membantu Delia untuk duduk.

Menoleh, "Baru saja," jawab pemuda itu. "Kebetulan gua lewat sini tadi, sekalian aja gua lihat keadaannya."

Johan mengangguk pelan dan ber-oh ria, lalu ia memberikan sebotol air putih kepada Delia. Gadis itu menoleh dan mengambil botol berisi air tersebut dan meminumnya.

"Terima kasih," ucap Delia berbahasa isyarat.

"Sama-sama," jawab Johan. "Bagaimana keadaanmu, sudah mendingan?"

Delia mengangguk, lalu matanya beralih menoleh ke arah Dival yang juga sedang memperhatikan mereka dari belakang.

"Ada apa? Lo butuh sesuatu?" tanya pemuda itu.

Delia menggeleng, lalu menggerakkan tangannya. "Terima kasih untuk bantuannya," isyaratnya lalu tersenyum tipis.

Dival mengangguk, dan mulai menggerakkan tangannya. "Kalau merasa udah mendingan, segera lah balik ke kelas."

Setelah mengatakan hal itu, Dival meninggalkan ruangan itu. Di dalam ruangan Johan dan Delia sejenak saling terdiam, hingga akhirnya saat mereka saling lihat pandangan mereka saling bertemu. Mata indah Delia seketika mampu menggetarkan perasaan Johan, begitupun dengan Delia yang langsung berdebar. Segera mereka putuskan pandangan, dan suasana pun kembali canggung.

Menunduk menatap botol mineral yang diberi oleh pemuda itu sebelumnya, Delia senyum-senyum sendiri. Ia pun menoleh lagi dan mendapati bahwa pemuda itu masih saja merasa canggung, kembali ia menunduk.

"Ekhem" deham Johan yang tidak tahan dengan kecanggungan itu.

Delia menoleh dengan tatapan polos, mengangkat dan membentangkan telapak tangan kirinya lalu tangan kanannya bergerak di atas telapak tangan membentuk gerakan coretan.

Johan yang mengerti langsung mencari kertas dan pena, setelah mendapatkannya ia pun memberikannya pada gadis itu.

"Untuk apa?" tanya Johan.

Delia pun lantas segera menulis. "Komunikasi. Takut kamu enggak ngerti bahasaku."

Duduk di samping ranjang, Johan menghela nafas. "Aku ngerti. Karena ada seseorang yang harus aku temui menggunakan bahasa ini,"  ucapnya berbahasa isyarat.

Delia mendelik mendengar hal itu, ia tersenyum tipis dan jantungnya berdebar.

'Jadi selama ini dia belajar bahasa isyarat hanya untuk berbicara denganku?' batin Delia merasa senang.

"But, sekarang mungkin sudah tidak terlalu penting. Karena aku sudah menemukannya, dan dia adalah kembaranmu, Amel."

Seketika Delia tersentak, wajah yang sumringah menjadi sayu dan sendu. Debaran kebahagian berubah menjadi debar rasa sakit.

 Debaran kebahagian berubah menjadi debar rasa sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Surat Terakhir Delia ( on going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang