Bagian 11

472 71 7
                                    

Malam setelah kepulangan kawan-kawan Rayanza dan Malik. Kediaman Anjas dan Surya terasa sedikit sunyi.

Rayanza yang sudah masuk lebih dulu ke kamarnya  katanya ingin belajar. Sementara Malik masih nongkrong di teras sambil memainkan game kesukaannya. Sengaja menghindari Rayanza yang belajar karena takut menganggu.

Sementara tuan rumah malah menghabiskan waktu berdua diruang keluarga. Menikmati serial kesukaan mereka. Kesukaan Anjas sih, Surya tim ngikut aja.

"Dek sabtu depan kita kerumah mama yuk." Anjas yang sejak tadi fokus di TV langsung menoleh menatap suaminya. Kemudian mengangguk pelan.

"Boleh. Mama mas Surya suka apa?" Tanya Anjas.

"Nggak usah repot-repotlah yang penting bawa diri, " ujar Surya dengan wajah santai. Membuat Anjas cemberut.

"Yang bener aja atuh mas. Masa nggak bawa apa-apa."

"Mama suka menyulam, gimana kalau kita bawain alat menyulam aja, " kata Surya setelah berpikir sejenak.

Dengan  wajah cerah Anjas mengangguk. Kemudian dia menyandarkan kepalanya di bahu Surya.

Hening meliput keduanya hanya ada suara serial TV , meski mata mereka fokus pada TV namun tangan mereka tak pernah lepas satu sama lain. Surya mengusap lembut tangan kecil Anjas. Sesekali megencup kepala istrinya dengan ringan.

Setelah hening yang cukup panjang Surya mulai membuka suara.

"Dek, nanti mau punya anak berapa?" Pertanyaan tiba-tiba Surya membuat Anjas terdiam. Ia merasa tenggelam dalam mata teduh suaminya.

Wajah Surya juga nampak sangat menanti jawabannya. Perlahan Anjas melepas genggaman Surya membuat empuhnya heran. Tangan Anjas beralih membingkai wajah suaminya.

Mata teduh Surya membuat Anjas tersenyum lembut. Namun matanya terlihat bergetar.

"Mas, gimana kalau rencana punya anaknya kita tunda dulu."  Wajah Surya menjadi masam dan terlihat sedikit kecewa.

"Boleh mas tahu alasannya kamu mau nunda punya anak?"  Tanya Surya dengan nada penuh hati-hati.

Anjas mencoba menghindari tatapan suaminya yang terlihat menuntut.

"Aku masih mau kerja mas, aku juga belum siap jadi seorang ibu."

Mendengar jawaban Anjas membuat Surya mengangguk kaku. Padahal ia ingin sekali suara tawa anak kecil terdengar di rumah ini. Namun jika Anjas belum siap berarti ia harus bersabar.

"Kamu nggak marah kan mas?" Tanya Anjas.

Surya tersenyum lembut sebelum menggeleng tegas, tangannya segera mengusap surai istrinya yang halus. Bagaimana mungkin Surya bisa marah pada istrinya yang terlihat begitu menawan dengan wajah yang terlihat risau dihadapannya.

"Dek, gimana kalau kamu berhenti kerja Aja. Lagian gaji aku cukup bahkan lebih."

"Mas aku kerja bukan lagi soal uang. Aku pun tahu gaji kamu lebih dari cukup, cuman aku seneng aja sama pekerjaan aku, ketemu orang baru bahkan dapat relasi baru juga." Wajah anjas kini semakin masam ketika Surya menyinggung untuk berhenti kerja.
Surya kelabakan dan mencoba menenangkan istrinya.

"Iya maafin mas ya. Kamu bisa lanjut kerja kok." Tatapan lembut Surya membuat Anjas terenyuh.

Surya mengenggam erat tangan istrinya lalu mengusapnya perlahan. Tatapan matanya seolah terluka melihat istrinya yang terlihat sedih. Salahnya yang menyinggung perkara anak dan pekerjaan sedangkan dia sendiri tahu Anjas masih semangatnya meniti karir.

Kehidupan setelah menikah. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang