Bab 39 "Ikut Dalam Permainan"

4.8K 268 3
                                    

Herna duduk di meja makan dengan Agasa diseberangnya, laki-laki itu hanya menunduk memegang gelas berisi air putih yang tinggal sedikit.

Agasa belum berani mengangkat kepalanya menatap Herna, masalahnya, Ia sendiri belum menemukan alasan kenapa perasaannya sekalut ini, marah? Jelas Ia marah tapi kenapa marahnya diikuti dengan rasa tidak enak yang membuat napasnya semakin berat, otaknya bahkan terasa ikut memberat membuat kepalanya sedikit pusing.

Herna melipat lengannya di depan dada, menghela napas keras "sekarang apa lagi?" Herna melirik jam didinding sudah jam 1:14 menit.

"Kamu tidur aja, aku akan diam disini sampai pagi, aku pergi setelah subuh, kamu bisa tidur sampai siang, aku udah minta jadwalmu di ubah" ucap Agasa dengan nada rendah, berusaha terlihat normal walau napasnya sedikit putus-putus saat membuka suara.

Hembusan napas kembali terdengar dari Herna "aku mungkin menyebalkan tapi aku bukan orang jahat, setidaknya untuk orang yang menyandang status sebagai suamiku" suami your ass Herna! Lanjutnya dalam hati.

Agasa akhirnya mengangkat wajahnya, menatap Herna yang memasang ekspresi malas, kini gantian Agasa yang menghela napasnya "kamu nganggep aku suami?" Ucap Agasa bertanya pelan.

Herna mendelik ke arah Agasa, kemudian berdiri dari duduknya memundurkan kursinya "cukup, aku udah ga bisa, semakin malam, kamu makin ga jelas"

"Aku mau berdiskusi seperti malam kemarin, tapi sepertinya bukan waktu yang tepat, boleh kita bicara besok?" Agasa menatap Herna dengan pandangan serius miliknya.

Herna yang masih berdiri mengedipkan kelopak matanya beberapa kali "o-oke?"

Herna kemudian menggeleng kembali menarik kursi dan duduk"soal yang tadi? Mas Bima? Itu sebenernya biasa aja, kami ngobrol hal remeh temeh karena Mas Bima sedang dengat dengan temanku si Sari"

Agasa diam, menggertakkan giginya pelan "kamu sadar itu perbuatan ga etis? Bahkan untuk orang yang masih lajang pun, itu sesuatu yang tabu Herna!" Agasa mulai mendapatkan emosinya kembali, meletakkan sikutnya pada meja dan mencondongkan wajahnya memangkas jarak dari Herna, Ia serius dengan masalah yang satu ini.

"Oke, aku tahu itu ga etis, tapi--"

"Ga ada tapi-tapian Herna, ini ga memiliki toleransi apapun, mau kamu bertanya pada siapapun jawabannya sudah jelas sama, ini mutlak salah, aku punya hak melarangmu karena aku suamimu, dan kamu punya jewajiban untuk menuruti permintaan suamimu"

Herna terlihat mengembungkan pipi kanannya "um" Herna menelan ludahnya kelu, tentu Ia setuju dengan ungkapan Agasa, namun egonya sebenarnya masih tersentil dengan fakta yang malas Ia ucapkan, mungkin tadi pagi Ia masih bisa berpura-pura tidak tahu karena Herna masih membutuhkan Agasa, namun sekarang?

"Oke, begini saja, jika dengan konteks perintah tidak bisa membuatmu menuruti ku, mungkin juga alasan suami istri belum bisa aku gunakan sepenuhnya, aku ganti dengan memohon" Agasa memegang telapak tangan Herna.

"Aku mohon jaga nama baikmu, kamu itu perempuan, semua perempuan berharga, kamu mungkin nggak perduli, tapi aku perduli, sungguh"

Herna melemaskan pundaknya, sudahlah, lagi pula, selagi Agasa tidak merugikannya, Ia hanya perlu mengikuti permainan Agasa kan? Suatu keuntungan juga baginya, Ia bisa menguatkan pertahanannya.

"Iya aku benar-benar akan menjaga sikapku dengan lawan jenis" akhirnya Herna kalah dalam perang ego ini.

Agasa merilekskan otot badannya, mengangguk menanggapi Herna, melihat jam lagi? Agasa sebenarnya masih ingin membahas seuatu, namun tidur larut malam tidak baik untuk, maka sebaiknya Ia simpan untuk hari esok.

Sekuat PesonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang