Bab 41 "Calon Ibu yang Baik"

6.2K 430 39
                                    

"Herna"

Herna mempercepat langkahnya, sungguh sial, seharusnya Ia menahan saja hasrat buang air kecilnya, salahkan kamar mandi depo farmasi yang mampet, dan kenapa juga kandung kemihnya ini cepat sekali penuhnya.

Agasa mahluk aneh yang sejak tadi pagi itu terus mencari celah untuk memintanya mengulang perkataannya yang menyebutkan laki-laki itu sebagai suaminya didepan orang lain.

Herna menarik napas dalam, kemudian berbalik siap untuk menyemprot Agasa "memang apa spesialnya sih kata suamiku?!" Herna mengucapkannya dalam sekali tarikan napas.

Herna membuka kelopak matanya yang Ia tutup, namun sepertinya itu keputusan yang salah, bisakah seseorang menggali tanah untuknya? Ingin rasanya Herna mengubur dirinya sendiri.

Sementara itu Agasa menggigit daging pipi bagian dalamnya, ingin rasanya tertawa melihat wajah Herna yang mendadak pias.

Mada yang berdiri disamping Agasa mengerjapkan kelopak matanya, untuk sesaat Mada kehilangan kendali dirinya.

Mada melangkah mendekari Herna yang berdiri sekitar 10 langkah dari mereka, meninggalkan Agasa dibelakangnya yang langsung menggigit kepalan tangannya sembari memalingkan wajah.

"Herna kamu bilang apa tadi?" Mada merasa mendengar sesuatu yang janggal daru ucapan Herna.

Herna menyengir merespon Mada "Pak Mada?"

Mada tertegun, untuk pertama kalinya Herna menunjukan ekspresi diluar hubungan profesionalitas padanya, dan Mada suka itu.

Mada berdahem pelan "kamu bilang apa tadi?" Mada kembali mengulang pertanyaan yang sama.

Herna mengulum bibir atasnya, Agasa yang sudah berdiri tepat dibelakang Mada memelototkan matanya pada Herna, Agasa ingin menarik dagu itu agar berhenti melakukan tindakan menggoda itu dihadapan orang lain!

Herna menormalkan ekspresinya, tersenyum formal pada Mada "itu,, saya tadi melamun, saya kira yang manggil saya itu Cika, kami sempat berdebat masalah kecil tadi" Herna tersenyum dalam hati, bangga dengan dirinya yang selalu cepat mencari alasan untuk mengelabuhi orang lain.

"Mari, kita belum selesai membahas hal tadi" Agasa memotong obrolan dua manusia yang ada dihadapannya ini.

Agasa berjalan terlebih dahulu, Mada yang merasakan aura suram yang hilang beberapa hari kemarin dari Agasa segera mengikuti langkah Agasa, sebelum itu Mada menyempatkan untuk mengatakan sesuatu untuk Herna.

"Nanti kita makan siang bareng"

*****
Dari luar Herna terlihat tenang mengerjakan pekerjaannya, tersenyum jika ada yang mengajaknya berbicara, dan merespon seadanya.

Namun lain diluar lain juga didalam, jiwanya seolah ingin menghilang, Herna tidak tahu efek bertindak bodoh didepan Agasa membuat dirinya teramat malu, sangat sangat maluu.

Salahkan Agasa, sebelumnya laki-laki itu selalu mencari alasan untuk memintanya mengulang kalimat yang menurut Herna sangat menggelikan, bukahkah umur laki-laki itu sudah menginjak kepala tiga? Bagaimana bisa sikapnya seperti remaja puber?

"Mba Herna bisa tolong kesini sebentar?"  Jemma meminta Herna memeriksa berkas pasien.

Herna mendekat ikut mrmperhatikan setiap lembaran yang berjejer di atas meja Jemma.

"Apa tadi kita pernah mengeluarkan injeksi ondansetron?"

"Iya" ucap Herna.

"Sepertinya terlewat, Mba Herna bisa minta konfirmasi dokter Monic? Disini tidak tertulis"

Herna mengambil kertasnya, tanpa banyak bertanya Herna segera keluar dari depo farmasi dan masuk ke dalam ruang IGD.

Saat memasuki ruangan suasana IGD sangat ramai, teriakan pasien dari ujung sangat memekakan telinga, Herna mengedarkan pandangannya kesegala penjuru, mencari keberadaan dokter Monic.

Sekuat PesonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang