Bab 38 "Rasa Sesak"

4.9K 294 6
                                    

Setelah masalah antara Herna dan sahabatnya akhirnya kelar berkat mulut manis Agasa yang pandai mengarang certia, Herna menjadi sedikit pendiam

Sejak dalam mobil menuju rumah sakit, Herna menjadi sedikit pasif, yang lebih sering terlibat obrolan malah Agasa dan Cika yang kebetulan ikut menebeng, dikarenakan mobil Cika dibawa Aji untuk kerja tadi pagi.

Herna lebih sering memalingkan wajah kearah jendela, dan hanya sesekali menimpali saat Cika maupun Agasa bertanya tentang pendapatnya.

Agasa sering kali mencuri pandang ke arah Herna dengan ekor matanya, Agasa tahu Herna sedang tidak mood untuk di ajak bersenda gurau, bahkan perasaan Agasa sedikit ikut kalut.

Apalagi kesalahannya kali ini? Apakah karena ucapannya itu? Apakah Herna tidak menyukai hal yang Agasa sampaikan pada temannya?.

Bahkan saat sampai di parkiran rumah sakit Herna lebih dulu pamit sebelum Agasa turun dari mobil dengan alasan sebentar lagi batas absensi digital di tutup.

Agasa sempat menawarkan untuk berjalan bersama karena mereka sejalur namun Herna memberikan Agasa pelototan dan mengingatkan Agasa tentang ucapam Cemy tempo lalu.

*****
Saat jam istirahat Herna segera melarikan dirinya dari segala gangguan yang akan membuat kepalanya serasa akan pecah, perasaannya sekarang tidak sedang dalam kondisi baik untuk merespon siapapun.

Bahkan didalam depo Farmasi, Herna hanya diam, mulutnya seolah berat untuk menanggapi segala candaan yang dilontarkan rekan kerjanya.

Seolah energinya yang tersisa sedikit itu akan habis jika digunakan untuk hal yang tidak terlalu penting saat itu.

Herna terus berjalan, Ia beruntung sekali rumah sakit ini sangat luas, Herna bahkan tidak sadar memasuki kawasan taman dilantai 2, Herna benar-benar takjub dengan desain rumah sakit ini yang unik dan terlihat asri dengan taman buatan yang terlihat alami.

Banyak sekali orang yang duduk atau berjalan ditaman ini disegala usia, ada seorang anak yang mendorong orang tuanya dengan kursi roda tak lupa dengan cariran infus yang terpasang.

Anak-anak yang Herna yakini anggota keluarga dari pasien bermain berlarian kesana-kemari.

Perawat yang berlalu lalang membawa berkas yang Herna yakini berkas rawat inap dari pasien.

Pandangan Herna tertuju pada sorang pria paruh baya dengan rambut yang sudah sepenuhnya memutih duduk disalah satu bangku panjang, dengan infus yang terpasang dilengannya tersenyum penuh kehangatan memperhatikan pemandangan orang-orang yang ada dihadapannya.

Cukup lama Herna berdiri dipinggir taman memperhatikan pandangan kakek tersebut, sudah hampir 10 menit namun tidak ada anggota keluaga yang mendekat.

Herna memutuskan untuk mendekat kearah kakek yang sendirian itu "saya boleh duduk disini kakek?" Herna sudah lebih dulu mendudukkan pantatnya diujung kursi lainnya.

Kakek itu menoleh dan memberikan Herna senyuman tulus, "dokter?"

"Apoteker" ucap Herna.

Herna menghadap ke arah depan "apa kakek suka memperhatikan interaksi dari keluarga-keluarga itu?" Memang sejak tadi pandangan sang kakek sering tertuju pada kumpulan keluarga yang menemani keluarganya yang sedang sakit.

"Iya, kakek teringat masa kecil saat bersama dengan orang tua kakek, hidup penuh kehangatan"

"Memangnya keluarga kakek yang sekarang tidak sehangat itu?"

Sang kakek itu terdiam sebentar, Herna kembali membuka suara.

"Membicarakan hal pada orang asing itu melegakan bagi saya, kareka kemungkinan untuk bertemu lagi itu sangat kecil, kita tidak perlu takut untuk mengucapkan apa yang kita rasakan" ucap Herna menatap kearah depan, Herna tidak menyimpan harapan bahwa sang kakek ini mau membuka suara, Herna hanya memberikan sedikit cuplikan buku yang pernah Ia baca.

Sekuat PesonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang