43.obsesi

8 1 8
                                    

Jangan lupa vote dan komen, jangan lupa tinggalkan jejak
.
.
.
.
.
.

"Sekarang sudah genap 1 bulan mereka di desa antah berantah ini," ujar Muhtar kepada istrinya.

"Bu, sudah bu, ibu tidak kasihan dengan Vira," ujar Muhtar melanjutkan

"Justru karena kasihan, ibu biarkan Vira tidak ingat kembali dengan orang tuanya," ujar Saroh dengan penuh emosi

"Ibu hanya obsesi saja, bu. Sadarlah," ujar Muhtar mencoba lembut kepada istrinya.

"HANYA? HANYA OBSESI, bapak bilang? Bapak tidak merasakan apa yang ibu rasakan selama ini. Gak bisa punya anak selama lamanya. Tetangga selalu ngomongin ibu, pak. Ibu lelah, pak," ujar Saroh dengan suara tercekat  oleh tangisnya.

"Bapak menerima ibu apa adanya dan menerima semuanya dengan ikhlas, bu," ujar Muhtar dengan lembut.

"Tapi, buk, tidak. Ibu tidak bisa menerima itu semua dengan ikhlas. Dengan adanya Vira di sini, setidaknya luka ibu terobati," ujar Saroh dengan muka sayu

"Ibu ingin Vira selamanya disini sama kita. Lalu jadi anak kita selama lamanya, pasti menyenangkan, pak," ujar Saroh tersenyum sambil membayangkan kedepannya.

"Itu namanya ibu egois. Ibu, pasti Vira merindukan orang tuanya disana" ujar Muhtar dengan sabar.

"Tidak, ini bukan egois, ini kasih sayang. Ibu sudah menyayangi Vira seperti anak kita sendiri. Vira bisa menganggap kita orang tuanya. Simpel kan," ujar Saroh tersenyum bahagia.

"Buk-" ujar Muhtar terpotong.

"Sudah lah, bapak tidak mengerti. Jadi bapak diam saja," ujar Saroh sambil beranjak pergi.

"Tapi buk-" ujar Muhtar terpotong lagi.

"Bapak ingin ibu bahagiakan?" tanya Saroh. Muhtar mengangguk.

"Ya, ini adalah jalan supaya ibu bahagia," ujar Saroh kembali ke dapurnya lagi.

Dia akan menyiapkan makanan istimewa untuk anaknya Vira.

Pasti balik dari bermain di sawah, pasti dia lapar, pikir Saroh sambil tersenyum.

"Ya Allah, bagaimana ini," gumam Muhtar dia prustasi akan masalah ini, bagaimana dia harus menyadarkan istrinya itu.

...

Beberapa saat kemudian Vira pum pulang, dia melihat Pak Muthar sedang termenung di ruang tamu.

Sepertinya sedang banyak pikiran.

Vira pun menegur Pak Muthar, "Assalammualaikum, pak," ujarnya.

"Waalaikumsalam. Ehh, Vira udah pulang, nak?" ujar Pak Muthar terkejut akan kedatangan Vira.

"Sudah, pak. Ibu mana, pak?" ujar Vira sambil menyalim tangan Pak Muthar.

"Di dapur, nak. Sedang memasak," ujar Pak Muthar sambil menunjuk ke dapur.

Mendengar itu, Vira pun bergegas ke dapur guna membantu ibu Saroh memasak, sambil menenteng plastik yang berisi belut dan ikan-ikan lainnya.

"Assalamualaikum, buk," ujar Vira setelah sampai di dapur.

"Waalaikumsaalam, udah pulang toh," ujar Ibu Saroh menyambut Vira dengan baik.

"Baru aja pulang, buk. Ini aku juga bawa belut dan ikan. Pasti jika digoreng campur cabe rawit pasti enak nih, buk," ujar Vira membayangkan sambil ngiler.

"Yaudah, nanti ibu masakin. Sekarang kamu mandi terus bantuin ibu," ujar Ibu Saroh Lembut, Vira pun mengangguk sambil menuruti perkataan Ibu Saroh. Begitu pun Ana.

...

Sesampainya di rumah, dia memberikan hasil tangkapannya kepada Ibu Ratih. "Bu, Ana cari belut tadi," ujarnya sambil menyerahkan sekantong plastik belut dan ikan-ikan lainnya.

"Oo, bagus lah, bisa buat makan kita nanti. Yaudah, kamu langsung mandi terus makan sama ibu," ujar Ibu Ratih ke Ana dengan lembut.

"Oke sip, tapi Ana bantu ya, buk," ujar Ana memohon.

"Iya iya, sekarang kamu mandi dulu, bau nih," ujar Ibu Ratih sambil menutup hidung pura-pura bau.

"Seriusan, buk, yaudah deh, Ana mandi dulu," ujarnya bergegas ke sungai mandi.

Ibu Ratih terkekeh melihat kelakuan Ana yang sudah dia anggap anaknya sendiri itu.

"Ibu berharap kamu selalu bersama ibu, nak. Maaf, ibu sudah menyayangimu. Ibu tidak ingin kamu bertemu keluargamu dan pergi jauh dari ibu," pikir Ibu Ratih sambil mengusap air matanya yang entah

...

sejak kapan menetes See you beb Jangan lupa vote dan komen 😘

dua wanita dan suami gusnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang