"Jangan lupa besok ada jadwal interview kandidat yang diminta Pak Joseph ya, Han."Ucap Pak Malik, atasan Rayhan."Iya Pak. Saya sudah mengingatkan kandidat yang lolos agar tidak lupa."
"Ada berapa kandidat, Han?"
"Tiga Pak. Yang daftar ada tiga puluh satu tapi yg lolos berkas dan tertulis cuma satu Pak."
"Pak Joseph minta posisi apa saja? Besok beliau ikut ngetes interview kan?"
"Posisi yang diminta, Teknisi semua Pak. Karena yang dua finish kontrak, yang satu kabur"
Malik mengangguk. Tidak salah dirinya merekrut Rayhan. Dia bisa diandalkan dan bagus kinerjanya. Tidak banyak bicara namun tahu kapan waktunya bicara.
"Kamu jadi cuti lusa, Han?"
"Jadi Pak, In syaa Allah." Jawab Rayhan tersenyum.
"Hampir lima tahun disini, kamu jarang cuti ya. Ngumpul dong cutinya?"
Rayhan tersenyum lagi. "Saya jarang ada keperluan yang mendesak soalnya Pak. Total cuti saya masih tiga puluhan, Pak."
"Emang besok mau kemana?" tanya Malik ingin tahu.
"Ke Banjarnegara Pak."
"Jalan-jalan?"
"Iya Pak. Ibu saya lagi pengen jalan-jalan."
"Have fun dan hati-hati ya. Salam buat Ibumu."
Rayhan mengangguk. Namun tidak mengatakan yang sebenarnya alasan ia mengambil cuti. Hatinya sumringah. Ia bahagia, akhirnya Ibunya merestui Rayhan dengan Gista. Maka, lusa adalah acara silahturahmi keluarga Rayhan pada keluarga Gista. Rayhan sudah mengabari Gista. Gadis itu tak henti memanjatkan syukur. Penantian sejak awal kuliah tidak sia-sia. Lelaki yang diidamkan, akan segera melamar.
###
Dari Magelang menuju Banjarnegara melewati Temanggung dan Wonosobo. Jalanan yang curam dan berkelok membuat Aisha, Desi, dan Lala takut. Namun pemandangan sepanjang jalan yang indah membuat mereka terpesona.
Rayhan menyewa satu mobil satu paket dengan sopir. Ia bisa menyetir, namun masih takut jika jarak jauh, apalagi jalanan terjal. Yati sangat semangat membuat aneka kue untuk oleh-oleh. Lemper, wajik, jadah, mendut, dan aneka keripik menjadi buah tangan. Rayhan sudah menyuruh Ibunya agar membeli saja. Namun Yati bilang, membeli memang praktis, namun tidak istimewa.
Rayhan tentu saja senang, Ibunya tampak bahagia. Semoga Ibunya cocok dengan Gista, doanya.
Pondok pesantren Al Furqon sudah di depan mata. Rayhan mengira, bangunannya tua dan seperti pondok di dekat desanya yang kuno. Ternyata bangunannya tampak modern dan asri. Masjidnya juga besar dengan teras yang luas. Tampak beberapa santri berlalu lalang di depan masjid.
Mereka tiba pukul sepuluh. Matahari tidak terlalu panas juga tidak hujan. Gista memberi kabar agar mereka langsung menuju sayap kanan masjid.
Ada dua buah rumah yang berdampingan disana. Keluarga Gista menyambut dengan suka cita.
Wanita berjilbab coklat muda langsung memeluk Yati. Sementara laki-laki berjenggot dan sudah lumayan sepuh memeluk Rayhan. Rayhan menduga lelaki itu adalah Ayah Gista.
"Monggo, silahkan masuk. Kita ngobrol di dalam." Ajak lelaki itu.
Tidak ada kursi atau sofa mewah disana. Namun ada karpet empuk dan meja kecil tempat makanan.
Gista hanya mampu menunduk malu. Setelah sekian lama tidak bertemu Rayhan, laki-laki itu terlihat lebih dewasa dan gagah dalam balutan kemeja batik.
Rayhan yang tidak ada pengalaman sama sekali berhubungan dengan wanita, merasa canggung dan malu. Namun tak dipungkiri, hatinya bahagia. Jantungnya berdebar tidak karuan, namun ia menutupi dengan bersikap tenang.
![](https://img.wattpad.com/cover/363673795-288-k438033.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisha bukan Aisyah
Tâm linh"Tolong jaga keponakanku, Ray. Dia yatim piatu. Kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan tragis. Ada banyak hal yang mesti gue urus dan selesaikan. Suatu saat kalau urusan gue sudah selesai, gue akan jemput dia." "Jangan gila, Fan. Gue masih kul...