Rayhan memutuskan cuti pada hari kamis demi mengantar Aisha melihat Pondok dan tanah. Awalnya hanya berdua dengan Aisha. Namun Rayhan merasa tidak nyaman, entahlah perasaan apa ini. Jadi Rayhan mengajak Desi dengan iming-iming es krim 3 macam.
Tujuan pertama adalah Pondok As Salam. Pondok sederhana yang paling dekat dengan rumah Yati. Dilanjut Pondok Al Huda, Nahrul Hayat, dan As Syifa'. Pondok kelima terhapus dari daftar pondok yang akan dikunjungi Aisha karena menurut Rayhan tidak bagus. Mereka sempat mengobrol dengan Musrif dan Ustadzah. Rayhan hanya memilihkan pomdok yang bagus, sisanya Aisha yang menentukan di Pondok mana akan belajar.
Setelah melihat empat Pondok, mereka melihat tanah yang direkomendasikan Budhe Aini yang kebetulan tempatnya paling jauh. Aisha kagum dengan pemandangan alam yang terbentang. Sedari tadi ia senyum seraya memandang pepohonan hijau yang indah.
"Aisha suka Mas. Ini bisa buat rumah dan kafe atau bakery gitu. Kalau sisa lagi bisa buat Homestay kayak punya Opa di puncak. Bagian belakang bisa dibuat kafe atau warung yang menghadap bukit itu."
Rayhan terpaku, bukan pada 'rencana' Aisha, tapi pada senyum bahagia gadis itu. Jilbab hijau tuanya berkibar indah membingkai wajah cantik. Senyumnya tak lepas dari bibir mungilnya. Pancaran semangat muncul dari bola matanya beda dengan beberapa tahun lalu saat datang kerumahnya. Semangat menyongsong masa depan dari seorang anak tanpa keluarga kandung.
"Aisha suka?"tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari wajah ayu Aisha.
"Suka banget, Mas Ray. Udaranya sejuk. Aisha membayangkan tiap pagi bikin kue lalu ada yang beli. Pasti menyenangkan."kata Aisha lagi.
Aku membayangkan punya rumah yang hangat lalu ada perempuan yang masak Sha.
Rayhan terhenyak, ada-ada saja pikirannya berkelana.
"Kalau aku mau buat rumah sama kafe disini, Mas Ray janji ya mau bantuin."
"Bantuin apa?"
Aisha terkekeh kecil, "bukan bantu uang kok Mas, ya bantu desain, cari tukang, kasih masukan, Mas Ray kan pinter."kata Aisha semangat.
"Oh... Aisha juga mau pelihara kambing yang ada susunya, susunya bisa dijual."
Otak bisnis keluargamu kayaknya nurun ke kamu, Sha.
Senyum Aisha belum luntur. Ia sampai merentangkan tangan saking bahagianya. Rayhan mengeluarkan Hp, ingin mengabadikan senyum dan semangat Aisha. Menyadari Desi memperhatikan mereka, Rayhan menyuruh Desi berfoto dengan Aisha lalu bergantian Rayhan dengan Aisha.
"Mas Ray sama Aisha ini kayak orang pacaran loh. Aisha tinggi banget sih soalnya."
Rayhan melongo, ada-ada saja pemikiran adiknya. Rayhan melihat Aisha, responnya biasa saja seakan tidak terganggu ucapan Desi.
Lalu Rayhan memberi pesan pada Budhe Aini untuk membuatkan janji temu dengan pemilik tanah.
Setelah itu mereka pulang kerumah setelah sebelumnya mampir makan di sebuah kedai kekinian yang menjual bermacam-macam makanan.
"Mas nanti kalau ada toko bahan kue, mampir sebentar ya, aku pengen beli sesuatu."
Rayhan mengangguk. Dalam hati salut juga dengan Aisha, masih 14 tahun tapi yang dibeli bukan baju atau aksesoris penunjang penampilannya melainkan bahan kue.
Ya bagus sih, buat keterampilannya.
Mereka sampai rumah ketika adzan Ashar berkumandang. Desi menenteng molen dan onde-one untuk oleh-oleh Yati. Aisha membawa bahan kue yang ternyata banyak menurut Rayhan, satu kardus dan satu kresek lumayan besar. Di kresek itu juga ada beberapa loyang baru.
![](https://img.wattpad.com/cover/363673795-288-k438033.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisha bukan Aisyah
Spiritual"Tolong jaga keponakanku, Ray. Dia yatim piatu. Kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan tragis. Ada banyak hal yang mesti gue urus dan selesaikan. Suatu saat kalau urusan gue sudah selesai, gue akan jemput dia." "Jangan gila, Fan. Gue masih kul...