Rayhan sedikit menyesali keputusannya menginap dirumah Ibu. Ia jadi melihat Aisha. Rayhan jadi melihat sisi lain Aisha. Wajah cantik yang tidak membosankan, senyum malu, rambut panjang indah, kenapa selalu mampir dalam pikirannya. Padahal kemarin Rayhan mengaggap Aisha seperti adiknya, Desi dan Lala.Tidak mungkin kan aku suka Aisha, dia masih kecil
Di dalam kamar, Rayhan membuka foto-foto lama Aisha. Ketika pertama datang, ketika jalan-jalan, ketika pertama sekolah, ketika masuk islam, masih Aisha yang kecil. Sejak datang Aisha sudah memperlihatkan sisi cantiknya. Cantik alami yang terawat. Cantik gadis kota yang kehidupannya seperti putri. Walau akhirnya sekarang tinggal di desa, kecantikannya tidak berkurang.
Suara ketukan pintu membuat Rayhan menoleh.
"Makan dulu, Han. Ditunggu adik-adikmu" perintah ibunya.
"Ya Bu." Rayhan beranjak meninggalkan Hpnya.
Dimeja makan sudah tersedia menu yang menggugah selera. Tersedia juga pisang ambon besar. Kata ibunya itu adalah pisang yang panen di kebun belakang.
Sebenarnya dulu jarang sekali mereka makan bersama di meja makan. Tapi beberapa bulan lalu, ibunya membeli satu set meja makan. Katanya kalau calon istri Rayhan datang, Yati ingin menjamu dengan jamuan yang terbaik.
"Kalau Ibu sudah punya besan, mau makan atau lesahan, yang penting sudah ada mejanya."katanya kala itu. Memang sesederhana itu masa kecilnya, sampai mempunyai meja makan di usianya yang sudah dewasa.
Yati pertama mengambil nasi, disusul Rayhan lalu Desi dan Aisha. Aisha mengenakan jilbab biru muda, sangat pas di warna kulitnya.
Memang Aisha pantas pakai jilbab apa saja kok.
"Mas Ray ... Aisha pengen mondok pas SMP besok."kata Aisha tiba-tiba.
Uhuk uhuk
Kedua kalinya Rayhan tersedak karena ucapan Aisha yang tiba-tiba.
"Pelan-pelan to, Le. Kayak ndak makan seminggu aja."kata Yati.
Rayhan meringis mendengarnya.
"Emang Aisha sudah tau pengan mondok dimana?"
"Pengen di tempatnya mbak Gista. Tapi kalau kejauhan, ya di Magelang aja Mas."jawab Aisha kalem.
Lah ... dulu yang pengen mondok Desi, sekarang Aisha.
"Mondok itu ga bebas loh, Sha. Peraturannya ketat. Kalau musyrifnya galak, nakutin banget." kata Desi. Sejujurnya Yati juga meragukan apakah Aisha kuat dan sabar jika belajar di Pondok.
"Iya. Tapi kalau udah biasa disiplin kan di pondok ga masalah. Aku pengen belajar agama yang banyak. Pengen menghafal Al qur'an, belajar hadist. Bukankah di pondok belajar sama ustadzah yang berkualitas Mas?"
Rayhan tercengang dengan pemikiran Aisha. Cita-cita terhadap agama sudah sejauh itu. Dirinya saja hafalan belum banyak. Baru semangat menghafal sejak bertemu Faris.
"Aisha beneran yakin?"tanya Rayhan lagi.
Jangan-jangan cuma keinginan sesaat
"In syaa Allah Mas."
"Kalau menurut ibu gimana?"tanya Rayhan. Bagaimanapun, Yati yang berhak memutuskan. Karena Ibunya yang paling tua dan berpengalaman.
"Ya gapapa. Ibu ndak masalah. Tapi Ibu berharap Rayhan terima permintaan Ibu."
"Bu ... jangan bahas itu dulu, depan anak-anak."
Yati tersenyum, "Anak-anak ini sudah lebih dewasa pemikirannya dari yang kamu ketahui, Han. Sekarang tuh anak-anak cepat sekali dewasanya."
![](https://img.wattpad.com/cover/363673795-288-k438033.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisha bukan Aisyah
Spiritual"Tolong jaga keponakanku, Ray. Dia yatim piatu. Kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan tragis. Ada banyak hal yang mesti gue urus dan selesaikan. Suatu saat kalau urusan gue sudah selesai, gue akan jemput dia." "Jangan gila, Fan. Gue masih kul...