Bab 16. Faris, si bijaksana.

327 46 4
                                    

Sesayang itu Ibu sama Aisha, sampai aku disuruh nikahin dia...

Rayhan masih heran dengan pemikiran Ibunya. Jarak usianya dengan Aisha tidak sedikit, 13 tahun. Bagaimana bisa Rayhan menikahi Aisha yang sudah ia anggap sebagai adik sndri?

Kenapa Pakdhe Aswan juga mendukung?

"Ris, menurutmu berapa jarak ideal antara suami dan istri?" Rayhan mencoba berdiskusi dengan Faris saat menunggu ustadz datang. Hari minggunya harus produktif, maka Rayhan datang ke kajian dekat kantor bersama Faris. Ibunya sudah pulang kerumah 3 hari yang lalu. Setiap hari sepulang dari kantor Rayhan menyempatkan pulang ke rumah Yati. Rayhan sudah rutin ke kajian setiap minggu setahun belakangan ini, Faris yang pertama kali mengajak.

"Ya ga ada patokan umur pasti sih, Han. Yang penting bagaimana kesiapan mental dan ilmunya aja. Ada yang udah 30an tahun ke atas tapi ga dewasa. Ada yang masih belasan tahun sifatnya udah dewasa dan siap nikah. Bukan siap fisik aja lho, tapi siap mentalnya. Karena nikah itu bukan hanya soal fisik, tapi lebih ke menta. Semua karena didikan orangtua, masalah hidup dan pengalaman. Banyak faktor pokoknya."

Rayhan masih diam. Beberapa shaf di belakangnya mulai isi. Panitia sudah mengecek sound dan microfon, tanda sebentar lagi kajian dimulai.

"Bosku dulu waktu aku part time di Resto, nikah sama perempuan muda seusia anaknya malah langgeng, Han. Si cewek bisa ngimbangin kedewasaan Bosku. Dan si Bos kayak lebih ngemong gitu ke istrinya."

Rayhan terkejut,"jadi Bos kamu nikah sama teman anaknya?"

"Iya. Padahal udah menduda belasan tahun loh. Dan mereka sekeluarga malah akur gitu. Ya karena kesiapan ilmu, mental dan harta, Han. Nikah muda kalau sama-sama belum siap ya riskan banget. Bisa bubar di tengah jalan."

"Kamu kok belum nikah, Ris? Kayaknya ilmu fiqih nikah sama parenting udah menguasai."tanya Rayhan penasaran. Karena Faris jarang dekat dengab perempuan, padahal tampangnya lumayan. Pekerjaan juga sudah tetap.

Faris tersenyum, "Aku lagi nunggu seseorang buat ku halalin. Lagi memantaskan diri, cari ilmu, juga modal Han."

Rayhan tertawa pelan, takut ditegur panitia jika berisik, "kayak mau perang aja, butuh persiapan banyak."

"Jelas dong. Karena menikah akan menghabiskan waktu seumur hidup dengan dia. Eh, ga seumur hidup juga sih. Pengennya sama ke surga juga."

Rayhan diam-diam membenarkan perkataan Faris. Sejak Gista menawarkan diri dan Rayhan mulai memikirkan pernikahan, dia mulai belajar banyak hal. Kata ustadz, untuk mendapatkan anak baik, dimulai dari mencari ibunya dulu. Maka Rayhan pun juga memantaskan diri. Salah satunya bergaul dengan orang baik dan ikut kajian.

"Kenapa sih dari tadi kayak mikir keras? Ada masalah berat? Disuruh ibumu nikah sama janda tua?"

Rayhan tertawan dengan pemikiran random Faris.

Bukan janda ... ini malah anak kecil, Ris.

"Ibu memang nyuruh aku nikahin seseorang, katanya suruh pertimbangin dulu."

"Terus apa masalahnya? Dia cantik?" Faris mulai penasaran.

"Cantik."

"Masih kebayang Gista?"

"Sedikit."

"Katanya setelah nikah itu semua rasa masa lalu akan hilang sendiri, Han."

Rayhan bingung menjelaskan pada Faris. Dia membutuhkan teman cerita, yang bisa mengerti perasaannya.

Faris kan udah tau Aisha.

"Dia lebih muda 13 tahun dari aku, Ris. Masih sekolah."

Faris tak kuasa menahan rasa terkejutnya. Faris ingin tertawa namun ustadz yang mengisi kajian sudah duduk di depan.

"Muda, kalau dewasa ya gapapa, Han. Semua kembali ke sifat dan sikapnya, bisa ga ngimbangin kamu. Yang seumur juga belum tentu dewasa." bisik Faris ke Rayhan.

***

Setelah kajian, Rayhan mampir kerumah ibunya sebelum pulang kost. Sebenarnya, lebih enak tinggal dirumah Ibunya ketimbang kost. Makan tinggal makan, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, tidak sepi.

Ibu rela menyuruhku kost demi Aisha, sesayang itu.

Ibunya tengah memasak di dapur. Biasanya dipagi hari ibunya masak sekalian untuk pagi, siang, malam.

"Tumben sore-sore masak, Bu?"

"Iya. Soalnya tadi pagi Aisha sama Desi yang masak. Ibu ndak sempet."

"Aisha masak?"

"Iya. Kelas 6 udah mulai libur, jadi ya banyak waktu senggang. Ibu suruh aja belajar masak."

Rayhan heran, "Aisha mau?"

"Mau. Malahan senang. Malamnya langsung pesan satu set oven sama loyang, sama bahan kue, ah..ada aneka coklat, tepung, margarin juga. Mereka berdua mau berkreasi di dapur ngisi liburan katanya."

"Bagus dong, malah bermanfaat,  daripada keluyuran."

"Iya. Jaman sekarang itu, anak-anak harus dikasih kegiatan yg disukai dirumah, kalau ga malah pergi-pergi ndak jelas. Kayak Selvi, anaknya Pak Jamil itu, pamitnya kerja kelompok, ternyata pacaran. Sekarang hamil lima bulan. Orangtuanya malu banget. Kamu tau Pak Jamil kan?"

"Iya bu, tau."

Alhamdulillah Ibu udah ceria. Semoga lupa sama keinginannya mau nikahin aku sama Aisha

"Masak apa bu?"tanya Rayhan.

"Sayur asem, ikan asin, sama tempe bawang uyah. Kamu suka kan? Sekali-kali tidur sini yo ndak papa to, Le."

Kalimat ibunya bukan seperti penawaran, melainkan perintah.

"Lala belum pernah pulang semenjak Rayhan Kost, Bu?"

"Belum. Kemarin video call sama Desi, katanya lagi sibuk jadi Asdos. Lumayan uangnya buat jajan katanya."

"Bu..."panggil Rayhan ragu.

"Hmmt ... ada apa? bilang aja."

"Aisha udah tau tentang permintaan Ibu?"Rayhan tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Belum. Baru kamu sama Pakfhe Aswan. Jadi gimana? Kamu setuju?"

Kalau Aisha sampai tau, gimana responnya?

Bahu Rayhan digoncang, "kok malah melamun?"

Rayhan menghembuskan nafas pelan.

"Kayaknya ga bakalan bisa deh, bu. Rayhan udah nganggep dia kayak adek kandung sendiri."

"Jarak bukan penentu bisa tidaknya, Han. Ibu bisa nyuruh nikahin dia karena Ibu sudah tau luar dalamnya Aisha. Ibu kasih waktu sebulan kalau kamu mau coba cari yang lain."

"Cepet banget Bu."gerutu Rayhan.

Emang Aisha bakalan mau sama aku misal sebulan ga dapet...

"Biar cepet juga Aisha jadi anak Ibu beneran."jawab Yati santai.

"Udah sana kalau mau istirahat dulu. Nanti habis maghrib makan bersama."

Rayhan mengangguk, minta dibuatkan kopi Ibunya, lalu berjalan ke kamarnya yang terletak tidak jauh dari dapur. Semenjak rumahnya di renovasi, setiap anak punya kamar sendiri walau hanya ukuran 3x3 meter. Hanya saja kamar mandi masih barengan, tidak di dalam kamar. Segini saja Rayhan sudah bersyukur kehidupan keluarganya lebih baik daripada saat ia kecil sampai kuliah dulu.

Sebelum mencapai kamar, pintu kamar mandi yang tidak jauh dari dapur juga terbuka, Rayhan langsung menoleh.

Deg.

"Aisha ..."

"M-mas Ray"

Aisha sedang tidak memakai jilbab. Rambut panjang dan hitam terlihat indah. Aisha buru-buru menutup rambutnya dengan handuk.

"Maaf mas, Aisha ga tau Mas Ray pulang."Aisha langsung berlari ke kamarnya.

"Astagahfirullah..."gumam Rayhan.

Sesampai dikamar Rayhan menutup pintu dengan cepat. Jantungnya berdebar tak karuan.

Perasaan apa ini?

***
Jngn lupa tekan bintang ya.


Aisha bukan AisyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang