Rumah Pak Burhan sangat mewah dengan cairpot luas. Halaman luas dengan aneka tanaman hias, kolam ikan, gazebo dengan kayu mengkilap dan ayunan. Rayhan melihat ada 3 mobil mewah yang tidak sepadan jika disandingkan dengan Avanzanya. Tidak, Rayhan tidak minder. Rizkinya sudah diatur, tentu tidak sama dengan Pak Burhan yang mungkin lahir dari kalangan old money.Rayhan sebenarnya enggan makan malam malam dengan Pak Burhan, karena ia tidak biasa bergaul dengan direksi atau keluarganya. Ia sadar diri, ia bukan kalangan mereka.
Seorang satpam menyapa Rayhan ketika turun dari mobil.
"Mas Rehan ya? Mau makan malam sama Bapak? Sudah ditunggu di dalam."
Kayak aku pejabat aja sampai disambut.
"Oh ya."jawab Rayhan tersenyum.
Pilar-pilar besar rumah Pak Burhan terlihat gagah. Pintu putih terbuka lebar. Seorang ART mempersilahkan Rayhan masuk.
"Bapak ada di ruang tengah, Mas. Mari saya antar." kata pelayan itu.
Rayhan menemukan Pak Burhan duduk di sofa ruangan itu. Ruangan besar yang di dominasi warna krem dan emas. Rayhan takjub dengan pemilihan warna yang menampakkan kemewahan.
Kalau aku punya rumah, pengennya bukan mewah, tapi hangat dengan warna soft.
Rayhan menggeleng, tiba-tiba bayangan Aisha dengan warna soft adalah sebuah keserasian. Untuk mengusir bayang-bayang Aisha, Rayhan langsung menyalami Pak Burhan.
"Selamat malam, Pak."sapa Rayhan ramah.
"Rayhan, saya senang kamu datang." jawab Pak Burhan sumringah.
"Terimakasih Pak." jawabnya. Rayhan mencari ketulusan dari mata Pak Burhan. Namun sayangnya belum ia belum menemukan.
Apa ada maksud lain Pak Burhan mengundang makan malam?
Selang beberapa menit, Pak Burhan mengajak Rayhan ke meja makan. Disana disambut aneka hidangan mewah menggoda selera. Pak Burhan menyuruh ART memanggil putri dan istrinya.
"Nah, itu anak dan istri saya."kata Pak Burhan.
Rayhan menoleh, gadis cantik dengan rambut panjang dan gaun ungu bersama ibunya yang masih cantik menurut Rayhan turun dari tangga.
"Kenalkan Cel, ini salah satu karyawan terbaik Papa, namanya Rayhan."
"Oh, ini yang namanya Rayhan? Papa kok seleranya gini sih, ga bisa ya cari mantu yang bagus dikit."ucap wanita setengah baya yang Rayhan yakin adalah istri Pak Burhan.
Pak Burhan terkejut, "Hush, Mama ini yang sopan sama tamu. Celine, salim sama Rayhan."
Gadis itu mengangsurkan tangan, "Hai, aku Celine."
Rayhan berusaha tenang, tidak membalas tangan Celine. Rayhan tersinggung, dirinya tidak pernah direndahkan seperti ini, egonya tersentil. Demi menghormati Pak Burhan, Rayhan bersikap biasa-biasa saja walau dalam hati ingin segera pulang.
"Rayhan."Jawabnya berusaha tenang.
Gadis itu duduk berseberangan dengan Rayhan.
"Mari kita makan."ajak Pak Burhan.
Selama makan Rayhan hanya diam. Menu yang tersaji dengan mewah, tapi tidak menggugah seleranya. Ia hanya mengambil sedikit. Nyonya rumah alias Ibu Celine terlihat acuh dan tak peduli dengan Rayhan.
Selesai makan, Pak Burhan menyuruh Rayhan dan Celine mengobrol di taman belakang. Sungguh, Rayhan menyesali keputusannya malam ini.
Andai saja kemarin tegas menolak undangan Pak Burhan

KAMU SEDANG MEMBACA
Aisha bukan Aisyah
Espiritual"Tolong jaga keponakanku, Ray. Dia yatim piatu. Kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan tragis. Ada banyak hal yang mesti gue urus dan selesaikan. Suatu saat kalau urusan gue sudah selesai, gue akan jemput dia." "Jangan gila, Fan. Gue masih kul...