"Nyanyanyanya ....""Nyanyanyanya ...."
"Nyahnyaanyahnya ..."
Pramuda sudah berulang kali tergelak, namun ia masih bisa terbahak kencang tatkala keponakan kecilnya kembali berceloteh dengan nada lucu.
Yansia Adyatama Djaya namanya.
Bayi perempuan berusia delapan bulan sembilan hari itu adalah buah hati pertama kakaknya.
"Nyanyanyahh ...."
"Nyanyahnyanyah ..."
Yansia belum lelah mengoceh, suara manis sang bayi justru keluar dengan semakin kencang.
Pramuda tak hanya merasa terhibur dengan aksi keponakan kesayangannya, tapi merasa gemas pula akan tingkah Yansia yang tengah duduk di atas pangkuannya sambil memeluk boneka.
"Bilang apa sih kamu ini, Bayik?"
"Om nggak ngerti kamu bilang apa, Yayan."
Bugh!
Pramuda menerima lemparan bantal dari kakak perempuannya yang menempati single sofa di seberang meja, untung saja dirinya tak kena.
"Udah dikasih tahu jangan panggil Yayan."
Sahima kurang suka akan nama diberikan oleh adik laki-lakinya pada sang buah hati.
Pramuda malahan tergelak. Tidak merasa takut akan pelototan ditunjukkan saudarinya.
"Lucu lho Kak Hima namanya Yayan."
"Panggil Yansia." Sahima menegaskan. Tentu saja ini adalah perintah. Wajib ditaati sang adik.
"Oke, oke." Pramuda akhirnya mengalah karena tak mau mendengar lebih banyak omelan.
Atensi kembali difokuskan ke sosok Yansia kecil yang belum ingin berhenti dengan ocehan lucu dan ekspresi wajah menggemaskan dipamerkan.
Pramuda mengecup sayang pipi tembam bayi itu untuk sekian kali. Yansia pun cekikikan.
"Ngomong apa dari tadi, sih?"
"Om Pram nggak paham ini Yansia."
"Yansia nanya kapan Om Pram punya pacar."
"Masa mau jomlo terus. Nggak cari-cari pacar."
Jawaban-jawaban tersebut berasal kakaknya.
Pramuda langsung terkekeh geli.
Dilempar balik bantal pada saudarinya itu.
Sayang, tidak kena.
"Om Pram mana pacarnya?"
"Om Pram sembunyikan dimana pacarnya?"
"Belum ada, Kak. Belum ada." Pramuda dengan santai menyahuti pertanyaan-tanyaan sang kakak.
"Sungguh? Atau pacarnya disembunyikan?"
"Nggak ada, Kak Hima. Seriusan."
"Ngapain aku sembunyikan dia? Andai aku ada pacar, aku akan kenalkan ke Papa dan Mama."
"Ke Kak Hima juga," imbuh Pramuda.
Tentu sang kakak harus percaya penuturannya.
"Kayaknya banyak mahasiswi yang suka kamu, Pram. Ada beberapa yang chat Kakak juga."
Pramuda terkejut kali ini.
"Seriusan, Kak Hima?"
"Mereka bertanya apa saja ke Kakak?" Pramuda jellas harus tahu karena hal ini cukup penting.
"Nanya kamu sudah punya pacar atau belum."
"Kak Hima jawab apa?"
"Kakak nggak jawab. Kakak nggak balas karena Kakak pikir itu ranah kamu untuk menjawabnya, bukan hak Kakak mewakili kamu, Pram."
Pramuda seketika bernapas lega.
"Makasih, Kak Hima."
Di kampus, katanya ia memang menjadi salah satu dosen favorit. Banyak pengajar lain ataupun profesor-profesor senior yang memberi tahu.
Saat mengajar di beberapa kelas pun, pasti ada saja mahasiswi-mahasiswi yang berusaha untuk menggodanya. Cara mereke berbeda. Tak dapat membuatnya nyaman. Diputuskan mengabaikan.
Dan tidak cukup disangkanya, ada saja di antara mereka yang mencoba mencari informasi secara rahasia pada kakak perempuannya.
Apa mereka punya obsesi dengannya?
"Kakak, Mama, dan Papa, tetap menunggu kamu bawa pacar ke rumah untuk dikenalkan, ya."
"Beres, Kak Hima!" Pramuda enteng memberi balasan atas permintaan tersirat saudarinya.
"Kapan itu, Pram?"
"Kapan-kapan, Kak." Pramuda menyengir.
"Kayaknya masih lama ini, ya, Pram."
"Belum bisa dipastikan kapan aku bawa dia ke rumah karena dia belum muncul di hidupku."
"Tapi, kami maunya segera. Gimana, Dek?"
Pramuda mengendikkan bahu seraya masih tetap memamerkan senyuman yang santai.
"Nggak gimana-gimana juga, Kak."
"Mau Kakak bantu carikan calon pacar?"
"Wih, ada apa nih tiba-tiba, Kak?"
Jelas muncul rasa curiga, tapi tetap akan dirinya hargai apa yang diminta saudarinya.
"Boleh juga, Kak."
"Bukan calon pacar, tapi calon istri." Pramuda menambahkan. Menekankan maksudnya.
"Aku pasti disuruh nikah cepat-cepat."
"Baik, Kakak akan seleksi calon istrimu, Pram."
"Bebas, Kak Hima."
Tanpa Pramuda dan juga Sahima ketahui, di luar ruangan, Narsilla mendengar semua percakapan tanpa sengaja karena ia urung mengetuk pintu.
Narsilla seketika mendapatkan pencerahan luar biasa atas kemelut masalah pribadinya.
Surat resign yang akan diserahkan pada Sahima Paramesti Djaya selaku direktur, tentu saja akan dirinya batalkan. Rencana mendadak berubah.
Awalnya ingin berhenti bekerja, namun kini ia bertekad untuk memenangkan hati sang direktur agar dirinya dipilih menjadi kandidat calon istri dari Pramuda Dwima Djaya.
Lagi pula, ia cukup mengenal pria itu karena mereka adalah teman satu jurusan dulu.
Narsilla senang bukan main!
..........
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pak Dosen
Aktuelle Literatur[Follow dulu untuk bisa membaca part dewasa 21++] Demi tak diminta keluarga besarnya untuk kembali ke tanah kelahiran hanya demi menikah, Narsilla Anggrami bertekad kuat mengajukan diri menjadi kandidat utama calon istri dari seorang dosen muda bern...