BAB 24

1.5K 82 2
                                    


"Hancip ... hancip ... hancip."

Hidung Narsilla terasa sangat gatal karena desir angin pantai yang berembus cukup kencang.

Indera penciumannya memang cukup peka. Dan tentu mudah terangsang hingga bersin-bersin.

"Pakai jaketku, Sayang."

Narsilla merasakan panas seketika di wajahnya karena ucapan manis sang kekasih. Disamping juga aksi Pramuda yang menyerahkan jaket kulit padanya. Langsung disampirkan di bahunya.

Tindakan penuh perhatian dan romantis.

Sebagai wanita, Narsilla tentu senang mendapat perlakuan seperti ini dari kekasihnya.

"Hancip ... hancipp."

Narsilla bersih kembali, hidung masih gatal.

"Kamu punya alergi? Dengan debu misalnya?"

Pertanyaan diajukan oleh Pramuda, lekas saja ia balas dengan gelengan. Tentu akan diberikannya juga keterangan sebagai balasan lanjutan.

Namun lantas tak jadi karena terperangah akan aksi pria itu yang memijat-mijat tengkuknya.

Dan gatal hidungnya perlahan dapat berkurang.

Ajaib juga efeknya. Kenapa bisa? Apa karena wajahnya sedang panas sehingga mengantarkan pula rasa hangat ke indera penciumannya?

Jika dilogikakan, sedikit tak masuk akal. Namun tapi ampuh membuatnya berhenti bersin.

Aneh namun benar-benar terjadi.

"Sudah?"

Narsilla mengangguk mantap seraya ucapkan kata terima kasih tepat ke telinga Pramuda.

Dan ia juga mengungkapkan secara blak-blakan jika pijatan pria itu sukses menghentikan rasa gatal pada bagian hidungnya dengan cepat.

"Hahahaha."

Pramuda tertawa cukup kencang.

Apa pria itu berpikir ucapannya konyol? Atau terkesan tidak masuk akal? Memalukan.

Ingin sekali diralat, namun karena tidak akan mungkin dilakukan, maka dipasrahkan saja.

Mungkin menunggu bagaimana reaksi dari sang kekasih lebih dulu, baru kemudian akan diberi tanggapan lanjutkan agar tak salah kaprah.

Pramuda masih tertawa. Ia pun semakin fokus dalam menikmati ketampanan dosen muda itu.

Namun saat pandangan Pramuda telah kembali terarah padanya, maka debaran jantung seperti tak dapat tertolong lagi. Sangat kencang.

Dan ketika gelakan Pramuda sudah benar-benar tak terdengar, didapati kesunyian mengisi karena mereka berdua tidak saling berbicara.

Narsilla cukup tegang dengan situasi ini, namun ia belum menemukan topik bagus guna memulai lagi obrolan di antaranya dan Pramuda.

"Aku salting terus kamu tatap, Silla."

Keheningan di antara mereka, tak cukup dapat membuatnya nyaman, maka dari itu guyonannya dikeluarkan guna memulai lagi obrolan.

Tanggapan dari Narsillla? Tentunya berupa tawa yang sarat akan kegelian. Sementara, detakan jantung mengencang karena ucapan Pramuda.

Dirinya tahu sang kekasih hanya bertujuan untuk menghibur, nyatanya ia sukses merasa malu.

Balasan akan diluncurkan, tidak bisa menerima satu arah saja candaan dari Pramuda.

"Apa aku tutup mata saja agar kamu nggak salah tingkah, aku terus tatapa, Pram?"

Narsilla merasakan wajahnya semakin bersemu saja, setelah sadar balasannya terkesan bagaikan godaan. Padahal, ia tak bermaksud memancing.

Pramuda pun terkekeh kencang.

"Jangan tutup mata, aku suka sama mata cokelat kamu yang menatapku dengan lembut."

"Kamu nutup mata pas aku cium saja, Sayang."

Otaknya yang sedang tak beres, seketika dapat membayangkan momen dirinya dan Pramuda saling menempelkan bibir satu sama lain.

Astaga, benar-benar pemikiran yang mesum.

"Kenapa? Seriusan mau aku cium?"

Lagi-lagi, Pramuda mengeluarkan kalimat sarat akan godaan. Pasti pria itu sadar akan tak beres isi otaknya, sehingga mengguyoninya kembali.

Sang kekasih tambah erat memeluk dirinya, dan tentu memangkaskan jarak yang membentang.

Dengan kedekatan begitu intim di antara mereka berdua saat ini, sangat sukses dalam membuat detakan jantung Narsilla berdegup kencang.

"Silla ...,"

"Ya? Kenapa, Pram?"

"Aku belum siap dicium, tunggu aku tenang dulu, baru kamu bisa cium aku, ya." Narsilla pun coba mengungkap jujur kecemasannya.

Pramuda jelas tertawa mendengarkan pengakuan apa adanya dari sosok si manajer keuangan yang merupakan calon istri polosnya. Ia suka dengan keluguan dan kejujuran sikap Narsilla.

"Oke, Beb."

"Aku akan tunggu kapanpun kamu siap."

"Silla ...," panggil Pramuda kemudian. Ia belum mengutarakan maksud hendak disampaikan.

"Iya, Pram?"

"Aku mulai sayang kamu, Silla."

Cinta Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang