BAB 15

1.8K 96 4
                                    


Ting tong!

Ting tong!

Ting tong!

Setelah semenit lalu, ditekan bel rumah sang kakak sebanyak tiga kali, maka ia lakukan hal yang sama sekarang agar segera pintu dibuka.

Dan tentu usahanya membuahkan hasil.

"Selamat malam, Kak Hima Cantik," sapanya dengan suara seceria dan seramah mungkin.

Upaya menggagalkan kekesalan saudarinya.

Namun kalimat sapaan manisnya, tak akan bisa sepertinya mencegah kejengkelan sang kakak. Ia pun sudah ditatap dengan pelototan sadis.

"Sorry deh sorry, Kak Hima."

Secara tulus diluncurkan permohonan maaf.

"Masuk, Pram."

Perintah sang kakak lantas dilakukan. Ia gerakan kaki cepat melewati ambang pintu utama rumah saudarinya dan berjalan ke arah ruang tamu.

Sahima Paramesti Djaya mengikuti di belakang.

Pramuda lalu mendudukkan diri pada sofa. Dan sang kakak lalu menyusul, berbagi kursi dengan dirinya. Pasti dalam upaya menginterograsi.

Sudah tentu kedatangannya malam-malam akan menimbulkan curiga dan keheranan untuk sang kakak, apalagi disaat jam tidur yang pulas.

"Kenapa ke sini tiba-tiba dan larut malam?"

Saudarinya meluncurkan pertanyaan.

"Aku kepikiran Narsilla, Kak."

"Kenapa dengan Manajer Silla?"

"Dia akan menerima perjodohan." Pramuda pun bicara dengan nadanya yang sedikit getir.

Entah kenapa, ia merasa amat tak nyaman akan fakta disampaikan oleh wanita itu. Kebenaran yang rasanya membuatnya tidak tenang juga.

"Perjodohan? Manajer Silla? Kenapa bisa?"

Sang kakak rupanya terkejut.

Dan itu menjadi tanda jika saudarinya tak tahu menahu masalah pribadi Narsilla. Mereka tidak cukup akrab, seperti yang dirinya pikirkan.

"Iya, Kak Hima."

"Silla berencana dijodohkan oleh orangtuanya dan disuruh menikah dengan pria Bali agar Silla kembali tinggal di tanah kelahirannya."

"Silla belum merasa siap kembali, ia masih mau berkarier di sini. Menjadi manajer keuangan di perusahaan Kak Hima," terangnya lebih lanjut.

"Maka dari itu, Silla coba mendekatiku, dengan harapan dia bisa menikah denganku dan tetap bisa juga tinggal di Jakarta," tambah Pramuda.

Semua yang disampaikan oleh Narsilla padanya akan diberitahukan pada sang kakak secara jujur tanpa ada hal-hal lain ingin disembunyikan.

Saudarinya siapa tahu bisa membantu. Biasanya sang kakak menjadi tempat andalan menemukan solusi dan nasihat atas masalah-masalahnya.

"Menurut Kak Hima, Silla orangnya gimana?"

"Dia sopan, pintar, ramah, dan pekerja keras."

"Bukan tipe wanita sosialita yang gemar belanja barang mewah, walau gajinya besar."

"Kak Hima setuju aku jadikan Silla sebagai istri dan ajak dia segera menikah?" Pramuda minta kembali pendapat dari sang kakak.

"Setuju, setuju saja, asalkan kamu sudah mantap untuk memilih Silla untuk diajak menikah."

"Tidak ada perempuan yang sempurna, andaikan kamu ingin mencari calon pendamping hidup tanpa cela. Tiap perempuan ada kekurangan."

"Untuk Silla, Kakak percaya dia punya hati yang tulus dan tidak punya niatan yang buruk."

Pramuda pun diam sebentar, berusaha mencerna semua ucapan sang kakak demi mendapatkan pemahaman paling benar untuk otaknya.

"Kamu tidak berniat main-main dengan Silla, kan? Kakak tidak akan membiarkannya."

"Silla itu perempuan yang baik, kamu tidak akan Kakak kasih main-main dengan dia."

Pramuda memamerkan seringaian nakal, tatkala sang kakak memasang ekspresi yang serius. Tak bermaksud menanggapi dengan enteng, hanya saja obrolan mereka menegangkan untuknya.

"Aku kayaknya mulai suka Silla."

"Aku nggak rela dia bersama pria lain, Kak."

"Aku mau lamar Silla minggu ini. Gimana Kak Hima? Oke nggak rencanaku?"

"Minggu ini? Boleh juga, Pram."

"Kasih aku satu koleksi cincin berlian koleksi bisnis perhiasaan, Kak Hima. Mau aku pakai untuk melamar Silla menjadi istriku."

"Boleh, Pram."

"Kamu ingin cincin yang harganya berapa, Dik? Di atas 100 juta atau di bawahnya?"

Cinta Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang