BAB 21

1.3K 72 2
                                    


Narsilla mengetikkan jemari-jemarinya dengan lincah pada layar ponsel, mengetik pesan untuk Pramuda dan memberi tahu keberadaannya.

Ya, ia sudah sampai di areal parkir kampus guna menunggu si dosen tampan, sesuai janji mereka.

Tadi pukul tiga sore, Pramuda menanyakan jam berapa dirinya pulang kantor. Jika lembur, maka pria itu yang akan menjemputnya.

Namun karena pekerjaannya sudah dituntaskan semua sebelum jam sembilan, tentu dirinya yang pergi ke universitas guna menjemput Pramuda.

Sudah diberi tahu juga pukul delapan malam tadi dan pria itu memperbolehkannya ke kampus.

Kini, setelah sampai di tempat tujuan, tentu saja harus diberitahukan kembali pada Pramuda.

Mereka juga memiliki rencana makan bersama dan membahas mengenai rencana keberangkatan ke Bali, lusa besok yang telah dijadwalkan.

Ya, Pramuda sudah benar-benar yakin menemui kedua orangtuanya guna mengutarakan maksud mengajak dirinya untuk menikah.

Semacam penjajakan semi formal, sebelum pria itu membawa keluarga bertemu orangtuanya.

Walau sudah begitu mantap, ia perlu membahas kembali apa saja akan mereka rencanakan. Dan tentu harus sejalan agar tak berseberangan.

Pramuda berniat segera menikah, ia pun sama.

Jadi, tujuan mereka berdua sudah sejalan.

Dan tinggal bagaimana cara mewujudkan impian tersebut yang bisa membahagiakan semua pihak, termasuk kedua orangtuanya dan juga keluarga Pramuda. Itu akan sangat penting.

"Pram? Sama siapa dia? Perempuan?" Narsilla pun spontan berujar saat melihat sosok Pramuda berjalan beriringan dengan perempuan muda.

"Kayaknya benar seorang wanita."

Narsilla lalu mengerjapkan mata, mencoba untuk memperjelas pandangan. Masih tak percaya akan apa yang disaksikan kedua matanya.

Namun memang tidak salah netra menangkap sosok Pramuda bersama perempuan muda.

Otak Narsilla pun sudah dapat mencerna situasi dengan benar, menimbulkan segera gejolak di dalam hati yang membuat dada panas.

Cemburu? Sepertinya begitu tengah dirasakan.

Status mereka sebagai pasangan kekasih, tentu saja ia berhak tidak suka jika melihat Pramuda bersama wanita itu, walau hanya jalan bersama.

Drrttt ....

Drrttt ....

Drrttt ....

Narsilla melihat Pramuda tengah bertelepon, tapi tak disangka jika dirinya yang dihubungi.

Diputuskan untuk segera mengangkat.

Pramuda menyapa dengan mesra. Suara pria itu pun begitu lembut masuk ke kedua telinganya.

"Malam juga, Pram."

"Sudah selesai mengajar?" tanya Narsilla.

Pramuda segera mengiyakan di ujung telepon.

Lalu, dilanjutkan bertanya apakah mobil SUV berwarna putih dengan plat nomor dalam enam deret angka disebutkan lugas adalah miliknya.

"Iya benar mobilku."
Pramuda kembali mengajukan pertanyaan soal waktu kedatangannya di kampus.

"Aku belum lama sampai, Pram."

Jawabannya lekas dibalas dengan sebuah ucapan terima kasih yang terdengar manis. Lalu, pria itu mengatakan akan segera menuju mobil.

Dari sudut penglihatannya yang amat jelas, bisa disaksikan sosok dosen tampan itu berjalan ke arah kendaraannya tengah terparkir.

Tak lama, sambungan telepon mereka berakhir.

Saat Pramuda sudah berada begitu dekat dengan mobilnya, Narsilla pun bergegas keluar. Tentu saja ia hendak menyambut kedatangan pria itu.

Mereka berdua bertemu pada suatu titik, berdiri saling berdiri berhadap-hadapan, kemudian.

"Hai, Beb."

Tak hanya sapaan mesra, Pramuda langsung beri pelukan pada Narsilla yang sudah sejak pagi ia rindukan. Tentu, senang sekarang bisa bertemu.

"Gimana kabar kamu hari ini? Kangen aku?"

Pramuda sudah nyaman melontarkan kalimatnya yang berisikan godaan karena Narsilla juga tidak keberatan diguyoni dengan mesra.

"Kurang baik."

"Kenapa? Kamu sakit?" Pramuda seketika jadi cemas. Ia semakin melekatkan pandangannya.

"Aku nggak sakit."

"Terus kenapa kurang baik?"

"Lagi cemburu melihat kamu ngobrol dengan seorang perempuan. Siapa dia? Dosen? Ataukah dia mahasiswi yang suka kamu, Pram?"

"Fania? Dia adalah asisten dosen."

"Kamu benaran cemburu, Silla?"

Narsilla mengangguk mantap. Hendak berbicara lagi, tapi tak dilakukan karena keningnya sudah dikecup oleh sang kekasih. Ia tertegun.

Degupan jantung seketika kencang.

"Aku senang kamu cemburu, Silla."

Cinta Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang