16. Teka Teki

7 2 0
                                    

"Kalian tahu gak, kemarin Bu Sarah lapor ke gue beliau lihat ada orang yang manjat tembok rumahnya malam-malam."

"Kata Bu Sarah arahnya dari kosan."

"Hah? Maksudnya itu maling samperin kosan terus ke rumah Bu Sarah, gitu?" Tebak Bel cepat. Disambut dengan Silfi yang menggulung lengan bajunya hingga ke bahu. "Kurang ajar tu maling, gak tahu aja ada pengacara di kos an kami."

Gita mengangguk setuju. "Alamak diceramahin pasal se-KUHP sama Mbak Rana." Kekehnya.

"Kapan tuh, Sep?" Tanya Rana tak menanggapi Gita dan Silfi yang berlebihan. "Ada mungkin sekitar 3 hari yang lalu."

"Loh tadi katanya malam, sekarang hari. Kejadiannya pas siang apa malam nih?" Bingung Silfi menggaruk kepalanya yang belum keramas.

"Malam ege! Tapi gak cocok lah gue bilang 3 malam yang lalu." 

"Halah! Cocok in aja. Nanti kalo ditanya pas penyelidikan kan tempus delictinya gak tepat."

"Wooo tempus delicti dong, guys!" Seru Bel sambil bertepuk tangan. "Bahasa lo, Sil!" Silfi yang dipuji nampak malu-malu.

"Gue berasa dengar Mbak Rana sama Bang Fatir lagi diskusi kasus, haha." Kekeh Gita turut mengacungkan jempol.

"Lo anak hukum juga?" Tanya Fatir yang sedari tadi diam takut ia yang tiga hari lalu memanjat tembok rumah di sebelah kosan, ketahuan.

Sebenarnya Fatir tak ingin memanjat tembok lagi, namun apalah daya ia tak tega membangunkan anak kosan untuk membukakannya pintu depan. Alhasil, ia yang tak enak bermalam di kosan putri yang aturannya melarang laki-laki masuk memilih pulang saat hujan berhenti. Sialnya, pintu depan dikunci dan ia tak tahu kuncinya dimana. Beruntung pintu belakang hanya digerendel membuatnya mudah untuk keluar. Tapi, ia tak bisa keluar dari halaman kosan karena itulah ia memanjat tembok tetangga.

"Nggak Bang, SMA aja gue gak lulus apalagi kuliah."

Warung Abah yang tadinya ramai seketika hening. Rana dalam hati merutuki Silfi yang gemar sekali menciptakan suasana jadi canggung begini.

"Guuuys!"

"Kalian disini ternyata!"

Beruntung kedatangan Sella membawa kantung kresek besar mampu memecah atmosfer tak mengenakkan itu. "Apaan tu, Teh?"

"Nih buat kalian. Habisin ya, jangan sampai ada yang sisa." Silfi tentu menjadi yang pertama menerimanya. Matanya seketika berbinar melihat makanan disana.

"Ah gue tahu, ini pasti pemberian dari cowok-cowok yang besuk lo, kan?" Terka Bel yang diangguki Sella.

"Ini siapa yang bego banget deh? Jenguk orang malah kasi cola." Januar tertawa, membuka kaleng cola itu lalu meneguknya.

"Kenapa baru dikasi sekarang, Teh?" Tanya Zea penasaran.

Lima keranjang berisi buah-buahan yang terbungkus rapi dan beberapa bungkus roti serta susu dalam kalengan maupun kotak dengan berbagai varian rasa, serta minuman isotonic berbagai merk itu sudah ada di kosan selama tiga hari. Silih berganti cowok-cowok mengantarkan makanan untuk Sella. Dan Zea tak jarang menjadi penerimanya.

Makanan yang tak tahan lama akan Sella berikan pada anak kos agar cepat dikonsumsi. Dalam tiga hari itu juga anak kos dapat berhemat. Entah daari mana cowok-cowok tahu Sella sakit padahal Sella jarang menyentuh hp selama sakit.

"Ada yang perlu gue cek."

"Iih ada racunnya ya, Teh?" Gita yang tengah mengunyah jeruk sontak melepehnya. Rana tertawa melihatnya.

"Nggak ada. Mana mungkin gue kasi kalian makanan beracun."

"Atau ada guna-gunanya?" Lanjut Silfi menebak asal. Namun terus menyedot susu kotak rasa taro itu.

We NonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang