18. Lunch bareng?

5 1 0
                                    

"Astaghfirullah, aurat neng!"

Bel yang mendengar Silfi langsung istighfar melihatnya pun mendelik. Padahal celana sedengkul dan crop top yang kini dipakainya masih terbilang sopan. "Gue mau olahraga ya! Yakali gue pakai gamis!"

"Katanya mau olahraga ini malah nyomot snack gue!" Silfi segera mengamankan snacknya di atas meja. Cukup satu saja makanannya diambil Bel.

"Olahraga juga butuh energi kali"

"Tapi gak nyomot punya gue juga kali!"

"Iya nanti gue ganti elah, pelit amat." Sahut Bel kemudian melenggang keluar meninggalkan bungkus jajanan yang dimakannya di atas meja. "Bangsat emang tu orang, udah ambil jajan gue tanpa minta sekarang malah ninggalin sampahnya."

"Kak Bel emang begitu"

Zea yang sedari tadi menonton tanpa mengeluarkan suara pun menoleh pada Gita yang menjelaskan tanpa diminta.

"Aku bukannya ngebela kak Bel, cuma pelitnya Kak Silfi keterlaluan gak sih?" Zea duduk di samping Gita dengaan sesekali memperhatikan sekitar takut Silfi yang tadi pergi membuang sampah keluar malah tiba-tiba di dekatnya.

"Cuma satu jajan loh yang dimakan Kak Bel itu pun harganya gak sampai sepuluh ribu, berlebihaan banget sampai disuruh ganti gitu."

Tanpa mengalihkan pandangannya dari hp, Gita membalas. "Iya kalau itu yang pertama. Kak Bel sering begitu. Bilang mau ganti tapi nanti dia lupa deh."

"Masa sih?" Gita seketika berdecak melihat Zea meragukan informasi darinya. Sia-sia rasanya ia berbicara panjang lebar.

"Yaudah kalo lo gak percaya."

Zea yang ditinggalkan sendiri di kos langsung mengikuti Gita yang keluar menemui Silfi yang ternyata berdiri di dekat tong sampah entah sedang apa.

"Yang buang sampah tadi pagi siapa?"

"Aku, Kak" Jawab Zea dengan telunjuk Gita mengarah padanya. "Kok gak dipisah?"

"Dipisah? Apanya?"

"Sampahnya lah, yakali lo sama Haris" Zea yang mendengar ucapan Silfi melotot ke arah cewek itu yang nyengir saja.

Walaupun tetap fokus pada ponselnya Gita rupanya memasang telinga dengan baik. "Kalo mereka mah gak perlu dipisah Kak, kan mereka gak pernah bersatu."

"Wadooh suka benar!" Silfi tertawa ngakak mendengar ledekan Gita. Zea pun memukul cewek itu agar diam dan membantunya memilah sampah berdasarkan bahannya.

"Mbak Rana kemana ya, Kak? Sampai sekarang gak balik-balik" Tanya Zea disela-sela kegiatannya mencuci tangan di keran yang ada di depan rumah. "Palingan diam di taman komplek."

"Taman komplek? Ngapain? Olahraga?"

Tawa Gita dan Silfi meledak bersamaan. "Zea... Zea... Mbak Rana olahraga? Apa kata dunia?" Keduanya merasa itu hal yang sulit mengingat Rana yang mageran dan anak rumahan.

"Mbak Rana olahraga kalo gue yang ajak." Lanjut Gita dengan sisa tawanya.

"Kalau gak olahraga Mbak Rana ngapain ke taman komplek?"

"Lo mau tahu? Yaudah ke sana aja yuk!"

Ketiganya pun pergi menuju taman komplek yang Zea yakini juga dikunjungi Bel yang katanya akan berolahraga.

"Bang Haris pergi sama Mutiara."

Zea yang memperhatikan warung Abah yang tutup seketika menolehkan wajah menghadap depan.

"Serius Ta?"

Gita yang sudah menyimpan hpnya di saku hoodienya mengangguk. "Iya, dia minta ditemenin ke toko buku gue dengar-dengar."

We NonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang