8. Zea Maya Aruna | Newbie

11 1 0
                                    


Sudah dua minggu Zea menjadi penghuni kos we nona, namun pendekatannya dengan Haris tak berkembang sedikit pun. Jangan kan menjadi kekasih, sebagai teman pun belum tentu Haris mau.

Dan seperti aktivitas rutinnya selama tiga belas hari yang lalu, waktu pagi selalu digunakan Zea untuk bertandang ke warung Abah.

Ia tahu pasti Haris menjaga warung dari pagi sampai siang dan sorenya cowok itu akan mengantar adik-adiknya pergi ngaji sedangkan waktu malam saatnya sang pujaan hati pergi kuliah. Yup, Haris mengambil kelas malam, pantas saja Zea tak pernah menemukannya di kampus.

Sebelum pergi menemui Haris, tentunya Zea harus tampil cantik. Rok tutu berwarna peach serta atasan berwarna putih yang ia siapkan tadi malam terlihat pas ditubuh Zea yang mungil. Rambutnya yang panjang lurus hari ini dibuat bergelombang berkat alat yang ia gunakan semalaman.

"Woy! Woy! Kalem apa semprot parfumnya!"

Zea yang tengah mematut diri di cermin sambil menyemprotkan parfum menoleh dan menemukan Silfi yang masuk kamar. "Iiih inges banget, Ze."

Kernyitan nampak didahi Zea mendengar kata asing yang disebutkan Silfi yang kini menatapnya dari atas sampai bawah. "I-inges?"

"Cantik. Lo cantik banget, Ze" Beritahu Silfi akan arti kata yang tak dimengerti roomatenya itu. "Serius?"

Silfi mengangguk cepat beralih membuka lemarinya, mengeluarkan baju ganti. "Iya, gue jamin Haris kelepek kelepek tuh."

Senyum Zea langsung lenyap, ia langsung menoleh ke arah Silfi dengan mata melotot. "Kaget gue tahu lo naksir anak Abah?"

"Kok Kak Silfi tahu?" Tanyanya heran. "Padahal aku udah sembunyi-sembunyi kok ketauan ya."

Silfi yang mendengar bisikan Zea pun tertawa kecil. "Ya tahulah, setiap mau ngampus lo selalu tampil all out. Belum lagi malamnya pasti lo ribet cek lemari mau pakai baju yang mana besoknya."

"Lo terlalu mudah dibaca, Ze." Lanjut Silfi yang sudah berganti baju. "Kan kak Silfia bisa berpikir aku begitu karena pergi kuliah? Atau naksir someone di kampus"

"Awalnya iya" Jawab Silfi, mencomot sisir ditangan Zea. "Tapi setelah gue perhatikan lo yang selalu singgah ke warung Abah sebelum pergi ngampus beli roti padahal lo udah sarapan dan  gue tahu porsi makan lo sedikit, karena itu gue jadi curiga."

Usai menyisir rambutnya, Silfi meletakkannya ditangan Zea. "Curiga lo suka sama Haris dan benar ternyata" Kekeh Silfi lalu menepuk bahu Zea. "Tenang gue gak ember kok, asalkan ada-"

Senyum Silfi tentu saja tercetak melihat selembar uang berwarna biru disodorkan Zea. "Cukup kan?"

"Boleh lah. Yaudah gue duluan ya, Zea. Sukses pdkt-nya"

Selepas Silfi pergi, Zea menghela napas kesal. "Sial! Kenapa harus ketahuan Kak Silfi, sih?" Zea menghentakkan kakinya sebal. "Mana uangku tinggal sedikit lagi."

"Ah udahlah, yang penting rahasiamu aman, Ze."

Merasa tampilannya sudah oke, Zea pun keluar dari kamar. Kosan yang sepi menyambutnya. Maklum jam menunjukkan pukul sebelas pagi. Tentunya Rana sudah berangkat kerja, Gita pergi sekolah, Bel ke kampus,

"Skripsi kenapa sulit banget sih? Gue gak bisa susun kata-kata. Dosen pembimbing juga gosthingin gue lagi! Apes! Apes!"

Dan teriakan frustasi dari kamar atas menunjukan bahwa Sela disana.

Sedangkan Silfi barusan saja pergi entah kemana, pastinya bekerja. Namun ia tak tahu pekerjaan yang mana teman sekamarnya itu lakukan saking banyaknya perkerjaan paruh waktu yang Silfi geluti. Mungkin mengancam orang lain seperti Zea tadi juga salah satu pekerjaan gadis itu.

We NonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang