7. Perawan Tua

10 2 0
                                    


"Yees! Mbak Rana gak ketemu sama cowok yang cocok, yes!"

Keempat gadis itu seketika menoleh bingung melihat Zea yang berseru kencang sambil mengangkat kedua tangannya yang terkepal.

"Zea, lo sehat, kan?" Tanya Sela membuat Zea kembali duduk di atas sofa dengan sopan. "I-iya Teh, aku sehat"

Bel menggeleng sambil meniup mie instannya. "Kepengen banget ya, Mbak Rana jadi ipar lo?"

Zea dengan cepat mengangguk. "Gak salah kan aku berharap. Mbak Rana baik bahkan tadi pagi sabar banget bangunin aku"

Refleks Silfi terbatuk mendengar pendapat Zea akan kelakuan Rana. "Sabar bangunin lo?" Tanyanya ulang seakan ia salah dengar. "Privilege adik ipar emang beda yaaa"

"Privilege?" Beo Zea tak mengerti. Gita yang berada di dekatnya, Silfi tepuk bahunya. "Jelasin Ta, gimana ganasnya Mbak Rana kalau bangunin kita."

Bel yang tak mendapati respon Gita  malah cewek itu fokus dengan ponselnya, memilih ia saja yang bersuara.

"Mbak Rana kalo bangunin kita tuh gak ada kata sabar, jagung! Contohnya gue, dulu gue satu kamar sama Silfi. Gue biasanya pasang alarm tuh kenceng kan, nah kedengaran lah sampai kamar Mbak Rana. Tahu cerita selanjutnya, apa?"

Zea menggeleng, tak mencoba menebak sedikit pun. "Mbak Rana siram segayung air ke muka gue. Otomatis kasur bantal pun basah, dan Mbak Rana gak bantu gue buat jemur semua itu."

"Itu yang lo maksud sabar?" Bel terdengar sanksi. "Karena itu Bel milih satu kamar sama gue" Jelas Sela dengan Silfi yang tertawa.

"Mbak Rana lagi singgah makan, telpon Abang lo suruh dia kesini sekarang kalo mau mereka ketemu" Beritahu Gita sesuai isi pesan yang dikirimkan Intan di grup chat mereka.

Zea yang masih tak percaya dengan cerita Bel, memilih menuruti perintah si paling bungsu yang sudah meminta maaf padanya akan kejadin tadi pagi. Yah, walaupun Gita tetap bersikap seperti biasa.

Sedangkan di tempat lain, Intan dengan cepat mengetik spam chat di grup chat ia dan kelima penghuni kos we nona.

Intan : Fatir udah ditelpon?

Intan : woy bales!

Intan : kalau belum, supaya gue ulur waktu biar Rana dapat ketemu Fatir!

Intan : woy bangsat kalian kemana sih?!

Gita : ulur waktu deh Kak, Bang Fatir lagi di rumah temannya yang jaraknya lumayan jauh dari kos.

"Gitu dong!" Rana yang tengah mencari rumah makan yang sekiranya ia singgahi melirik heran ke arah Intan. "Gitu dong apa?"

Intan yang sudah mengetik balasan pun menoleh. "Owh ini pacar gue, Ran" Jawabnya senatural mungkin. "Lagi chat sama Iqbal? Pantas main hp mulu dari tadi."

Intan cengengesan mendengar dumelan Rana. "Belum nemu? Mau makan apa, sih?"

"Aku ngidam ayam geprek, ada gak ya jam segini?"

"Ran, lo gak hamil kan?" Rana yang tengah fokus mencari tempat yang menjual ayam geprek menoleh horor ke arah Intan. "Cangkemmu yo ndak lah!"

"Elo sih pakai ngidam segala. Kayak orang tekdung aja"

"Emang kalo ngidam itu tandanya hamil?"

"Ya... Nggak sih" Rana mendengus, memilih memarkirkan mobil di pinggir jalan, tepat di depan gerobak penjual nasi goreng yang nampak ramai.

"Eh Mbak Intan, habis dari mana? Ayu tenan" Intan yang disapa tukang nasi goreng langganannya itu tersenyum ramah. "Habis kondangan, Bang. Tapi, teman saya nih cuma makan kue doang, lapar kan sekarang."

We NonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang