23. Gisella Abigail | Skrip-Si Tengil

3 2 0
                                    

Semester dua belas.

Diusia dua puluh tiga tahun.

Apa tak ngeri hidup Sella?

Jawabannya sudah pasti ngeri. Iya, ngeri yang tak ada sedap-sedapnya.

Satu per satu teman angkatannya meninggalkan kampus dengan gelar S. T dibelakang namanya. Ya walaupun belum tentu langsung keterima kerja. Setidaknya Sella merasa itu lebih menyenangkan. Bisa lulus tepat- eh gak juga banyak teman-temannya yang menyelesaikan pendidkan sarjananya di atas semester delapan. Namun, Sella lain lagi, saat ia sudah tingkat enam ia masih menjadi donatur kampus.

Ia merasa lebih baik pusing cari kerja ketimbang sakit kepala menyelesaikan skripsi. Iya, menyelesaikan skripsi. Hanya itu beban Sella sehingga memaksanya betah berlama-lama di kampus. Oh mungkin kampus yang terlalu cinta pada Sella.

Buktinya setiap ia mau bimbingan, kedua dosen pembimbingnya adaaa saja kegiatannya. Sekalinya bimbingan berlembar-lembar kertas hvs yang sudah diisi kata-kata yang ia susun sedemikian rupa menjadi kalimat yang ia pikir nyambung dan masuk akal, dosen dengan tangan ajaibnya tak segan-segan mencoretnya.

Tak hanya menguras energi dan pikiran, skripsi juga menguras isi dompet, Friend!

Kalau sudah dicoret-coret begitu mesti Sella akan lanjut ke tahap selanjutnya. No! Bukan menulis ke bab berikutnya. Enak saja! Revisi besar-besaran sudah menyambut sekeluarnya kamu dari ruang dosbing.

Skripsian tanpa revisi?! Oh, surga dunia namanya! Siapapun yang bisa merasakan itu, tolong transfer ilmunya pada Sella.

Dan setelah hasil revisinya rampung, kedua dosennya yang sangat kompak itu malah pergi meninggalkan dirinya. Entah itu pergi penelitian lah, seminar lah, dan lain sebagainya.

Mendapatkan dosen pembimbing yang mempunyai jabatan di kampus bagai pisau bermata dua. Saat sidang kamu akan aman karena penguji akan sungkan pada kedua dosbingmu itu, namun untuk bimbingan sulitnya minta ampun. Untuk itu, berlapang dada harus Sella praktikkan setelah ia mengetahui siapa dosebingnya.

Namun...

"Teteh gimana skripsinya?"

Mama lah yang tak punya kesabaran yang sama dengan sang anak.

Walaupun sibuk berkelana, ibunya yang lincah mengalahkan ceetah, tak absen menanyakan perkembangan skripsinya tiap minggu. Tak lupa khutbah dari Mama supaya ia lebih rajin dan berusaha menyelesaikan skripsnya secepat mungkin menjadi penutup hari minggunya disaat paginya ia sudah mendengar khutbah di gereja.

Dulunya, setiap ia berhadapan dengan laptop dan file skripsi yang ditampilkan, Sella lebih banyak terbengong di depan laptop tak tau menulis apa. Atau keterusan main sosmed - disaat ia menyambi menunggu laptop berhasil nyala - tanpa terasa sudah satu jam. Sella yang kelelahan tentu saja menutup laptop yang disentuhnya bila layarnya berubah gelap.

Namun akhir-akhir ini ia mengurangi kebiasaan buruknya itu. Berkat Mama yang menerornya lebih intens - dua kali sehari - Sella makin getol menyelesaikan skripsinya.

Ditengah rajinnya, rupanya ada saja ujian yang Sella alami. Selesai melakukan penelitian, ia mendapatkan kabar yang membuatnya hampir membakar proposal skripsinya. Beruntung teman-teman seperjuangannya menghentikan tindakan yang tidak patut ditiru itu.

Bang Marcell : Sell, tunggu bentar ya
Masih di FH gue.

Nah, ini salah satu teman seperjuangannya. Sekaligus penolongnya.

Anda : gimana kalo gue susul kesana?

Bang Marcel : boleh, gimana enaknya lo deh.

We NonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang